INFEKSI ALAT GENITALIA WANITA
Pembahasan Kasus Modul I Keputihan Blok Reproduksi
TRIKOMONIASIS
Protozoa Trichomonas vaginalis, sebuah organisme yang motile dengan 4 flagella, adalah penyebab ke tiga terbanyak dari vaginitis. Penyakit ini mengenai 180 juta perempuan di seluruh dunia dan merupakan 10 sampai 25% dari infeksi vagina. Saat ini, angka insidensi vaginitis trichomonal terus meningkat di kebanyakan negara-negara industri.
Trichomonas vaginalis menular melalui hubungan seksual dan ditemukan pada 30 sampai 80 persen laki-laki pasangan seksual dari perempuan yang terinfeksi. Trikomoniasis berhubungan dan mungkin berperan sebagai vektor untuk penyakit kelamin lain. Berbagai penelitian membuktikan bahwa penyakit ini meningkatkan angka penularan HIV.
Faktor risiko untuk trikomoniasis termasuk penggunaan IUD, merokok dan pasangan seksual lebih dari satu. Sekitar 20%-50% dari perempuan dengan trichomoniasis tidak mengalami gejala apapaun. Trikomoniasis mungkin berhubungan dengan ketuban pecah dini dan kelahiran prematur. Pasangan seksual harus diobati dan diberi instruksi untuk tidak melakukan hubungan seksual sampai ke dua pihak sembuh.
Patofisiologi
Gambaran fisiologis discharge vagina normal terdiri dari sekresi vaginal, sel-sel exfoliated dan mukosa serviks. Frekunsi discharge vagina bervariasi berdasar umur, siklus menstruasi dan penggunaan kontrasepsi oral.
Lingkungan vagina normal digambarkan oleh adanya hubungan dinamis antara Lactobacillus acidophilus dan flora endogen lain, estrogen, glikogen, pH vagina dan produk metabolisme flora dan organisme patogen. L. acidophilus memproduksi hydrogen peroxide (H2O2), yang bersifat toksik terhadap organisme patogen dan menjaga pH vagina sehat antara 3.8 dan 4.2. Vaginitis muncul karena flora vagina diganggu oleh adanya organisme patogen atau lingkungan vagina berubah sehingga memungkinkan organisme patogen berkembang biak.
Antibiotik, kontrasepsi, hubungan seksual, douching, stress dan hormon dapat mengubah lingkungan vagina dan memungkinkan organisme patogen tumbuh. Pada vaginosis bakterial, dipercayai bahwa beberapa kejadian yang provokatif menurunkan jumlah hydrogen peroxide yang diproduksi L. acidophilus organisms. Hasil dari perubahan pH yang terjadi memungkinkan perkembangbiakan berbagai organisme yang biasanya ditekan pertumbuhannya seperti G. vaginalis, M. hominis dan Mobiluncus species. Organisme tersebut memproduksi berbagai produk metabolik seperti ‘amine’, yang akan meningkatkan pH vagina dan menyebabkan exfoliasi sel epitel vagina. Amine inilah yang menyebabkan adanya bau yang tidak enak pada infeksi vaginosis bakterial.
Dengan fisiologi yang sama, perubahan lingkungan vagina, seperti peningkatan produksi glikogen pada saat kehamilan dan tingkat progesterone karena kontrasepsi oral, memperkuat penempelan C. albicans ke sel epitel vagina dan memfasilitasi pertumbuhan jamur. Perubahan-perubahan ini dapat mentransformasi kondisi kolonisasi organisme yang asimptomatik menjadi infeksi yang simptomatik. Pada pasien dengan trikomoniasis, perubahan tingkat estrogen dan progesterone, sebagaimana juga peningkatan pH vagina dan tingkat glikogen, dapat memperkuat pertumbuhan dan virulensi T. vaginalis.
BACTERIAL VAGINOSIS
Organisme ini mula-mula dikenal sebagai H.vaginalis kemudian diubah menjadi genus Gardnerella atas dasar hasil penyelidikan mengenai fenotipik dan asam dioksi-ribonukleat. Tidak mempunyai kapsul, tidak bergerak, dan ber¬bentuk batang negatif-Grarn atau variabel-Gram. Tes katalase, oksidase, reduksi nitrat, indole, dan urease semuanya negatif. Kuman ini bersifat anaerob fakultatif, dengan produk akhir utama pada fermentasi berupa asam asetat, banyak galur yang juga menghasilkan asam laktat dam asam format, Ditemukan juga Galur anerob obligat.
Untuk pertumbuhannya dibutuhkan tiamin, riboflavin, niasin, asam folat, biotin, purin, dan piramidin. Tumbuh pada media fermentable car¬bohidrates dan protease pepton No.3. Setelah inkubasi selama 48 jam pada suhu 37°C dalam kelembaban atmosfir 5%, tumbuh koloni pada agar darah manusia dengan diameter sekitar 0,5 mm, bulat, opak, dan halus. Timbul hemolisis beta pada darah manusia dan kelinci, tidak pada darah domba.
Untuk identifikasi yang panting adalah hemolisis beta pada darah manusia tidak pada darah domba, reaksi katalase negatif, tes hidrolisis hipurat positif dengan glukosidase alfa, bukan glukosidase beta, dan produksi asam dari maltosa dan glukosa bukan dari manitol. Pemben¬tukan asarn dari maltosa atau kanji lebih cepat dan lengkap daripada glukosa. Dengan tes presipitin telah ditentukan tujuh kelompok serologik G.va¬ginalis. lsolat dapat diklasifikasikan dalam 6 biotipeberdasarkan reaksi dengan lipase, hipurat, don B galaktosidase. Aktivitas endotoksin ditemukan dengan tes limulus amebacyte lysate human yang protease A nya tidak terbentuk.
Patogenesis
Patogenesis V.B. sampai sekarang masih belum jelas. Sampai 50% wanita sehat, ditemukan kolonisasi G. vaginalis dalam vagina dalam jumiah sedikit sehingga hal ini menunjukkan bahwa kuman tersebut termasuk flora normal dalam vagina. Meskipun peranan G.vaginalis pada patogenesis V.B. akhir-akhir ini dibantah oleh MC CORMACK dkk., tetapi penyelidik lain me¬nyatakan adanya hubungan erat antara V.B. dan G.vaginalis dan mengusulkan peranan etiologik mungkin bersama-sama bakteri anaerob. G.vaginalis lebih sering ditemukan pada para penderita V.B. daripada kelola atau wanita de¬ngan bentuk infeksi vaginitis lainnya. Ditemukan G.vaginalis dalam cairan vagina wanita dengan V.B. disertai peningkatan jumlah kuman Bac¬tedoides sp dan Peptococcus sp. Pada suatu penelitian ditemukan organisme berbentuk batang lengkung yang merupakan morl'otipe Mobiluncus spp, sekitar 53,7% dari 67 penderita V.B. (LIVEN-GOOD 111, 1990). Organisme ini tidak ditemukan pada penderita V.B. yang sudah sembuh dari pengobatan. Spesifisitas organisme bentuk ini yang juga bersifat anaerob pada V. B. dapat diper¬timbangkan.
Setelah sembuh akan terjadi pengurangan yang bermakna atau menghilangkan G. vaginalis dan kuman anaerob. CRISWELL dkk. berpen¬dapat bahwa G. vaginalis merupakan penyebab. analisis asam lemak dalam cairan vagina dengan gas liquid chromatography menunjukkan bahwa pada wanita dengan V.B. perbandingan antara suksinat dan laktat naik menjadi lebih besar atau sama dengan 0,4 bila dibandingkan dengan wanita normal atau dengan yang menderita vaginitis oleh karena Candida albicans.
Sekret vagina pada V.B. berisi beberapa amin termasuk di dalamnya putresin, kadaverin, metilamin, isobutilamin, fenetilamin, histamin, dan tiramin. Setelah pengobatan berhasil, sekret akan menghilang. Basil anaerob mungkin mempunyai. peranan penting pada patogenesis V.B. karena setelah dilakukan isolasi, analisis biokimia sekret vagina dan efek pengobatan dengan metroni¬dazol, ternyata cukup efektif terhadap G. vaginalis, dan sangat efektif untuk kuman anaerob.
Dapat terjadi simbiosis antara G.vaginalis sebagai pembentuk asam amino dan kuman anaeeob beserta bakteri fakultatif dalarn vagina yang mengubah asam amino menjadi amin sehingga menaikkan pH sekret vagina sampai suasana yang menyenangkan bagi pertumbuhan G.vaginalis. Setelah pengobatan efektif, pH cairan vagina menjadi normal. Beberapa amin diketahui menyebabkan iritasi kulit don menambah pelepasan sel epitel dan menyebabkan duh tubuh yang keluar dari vagina berbau.
Basil-basil anaerob yang menyertai V.B., di antaranya adalah Bacterioides bivins, B. capil- losus, dan B.disiens yang dapat diisolasikan dari infeksi genitalia, menghasilkan B.lactamase (KIRBY GEORGE dkk., 1980) dan lebih dari se¬tengahnya resisten terhadap tetrasiklin. Faktor hospes manakah yang menentukan individu yang menimbulkan gejala, tidak diketahui. Belum jelas juga, apakah penyakit ini endogen atau ditularkan melalui kontak seksual.
G.vaginalis melekat pads sel-el epitel vagina in vitro, kemudian menambah deskuamasi sel epitel vagina sehingga terjadi perlekatan duh tubuh pads dinding vagina. Organisms ini tidak invasif dan respons inflamasi lokal yang terbatas dapat dibuktikan dengan sedikitnya jumlah leukosit dalam sekret vagina dan dengan pemerik¬saan histopatologis. Tidak ditemukan imunitas.
Timbulnya V.B. ada hubungannya, dengan aktivitas seksual atau pernah menderita. infeksi Trichomonas. G. Vagina/is dapat diisolasikan dari darah wanita dengan demam pascapartus dan pasca-abortus. Di samping itu dapat juga diisolasikan dari endometrium pads 8 di antara 42 wanita pasta partus dan merupakan isolat darah yang biasa ditemukan pads pasien-pasien ini.
Kultur darah seringkali menunjukkan flora campuran, bakteriemia G.vaginalis bersifat tran¬sient dan tidak dipengaruhi oleh pengobatan an¬timikrobial. Pernah dilaporkan kasus-kasus fatal atau nonfatal pads neonatus. Pada 2 penyelidikan mengenai infeksi traktus urinarius selama kehamilan, G. vaginalis dapat diisolasikan dari urin dengan cara aspirasi suprapubik pads 15- 50% kasus. Penyakit ini biasanya menyerang laki-laki muds, dengan gejala piuria, hematuria, disuria, polakisuria, dan nokturia. Adanya organisms ini dalam uretra pria dapat terjadi tanpa gejala uretritis.
DAWSON dkk., mendapati bahwa pembawa kuman G.vaginalis lebih tinggi di antara pria heteroseksual (14,5%) dibandingkan pria homo¬seksual (4,5%). KING HORN dkk. (1982) menemukan G. vaginalis pads 7,2% di antara 194 pria yang datang ke klinik Genitourinary Medicine. G.vaginalis lebih banyak ditemukan pads usapan prepusial daripada usapan uretra. G. vaginalis ber¬sama-sama Bacterioides sp. dapat menimbulkan balanopostifis pada pria.
Pada kehamilan normal, cairan vagina bersifat asam (pH 4-5), akibat peningkatan kolonisasi Lactobacillus (flora normal vagina) yang memproduksi asam laktat. Keadaan asam yang berlebih ini mencegah pertumbuhan berlebihan bakteri patogen, sehingga menurunkan risiko persalinan preterm keadaan ini tidak selalu dapat dipertahankan, karena apabila jumlah bakteri Lactobacillus menurun, maka keasaman cairan vagina berkurang dan akan mengakibatkan pertambahan bakteri lain, yaitu antara lain Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis, dan Bacteroides sp. keadaan ini juga dapat terjadi pada wanita dengan Lactobacillus yang tidak menghasilkan H2O2. Terdapat hubungan timbal balik antara dihasilkannya H2O2 dengan terjadinya vaginosis bakterial, meskipun jumlah Lactobacillus tidak menurunWanita hamil dengan vaginosis bakterial mempunyai risiko lebih tinggi untuk terserang amnionitis, endometritis postpartum, ketuban pecah dinidan persalinan prematur.
Gejala klinis
Wanita dengan V.B. akan mengeluh adanya duh tubuh dari vagina yang ringan atau sedang dan berbau tidak enak (amis), yang dinyatakan oleh penderita sebagai satu-satunya gejala yang tidak menyenangkan. Bau lebih menusuk setelah sanggama dan mengakibatkan darah menstruasi berbau abnormal. Iritasi daerah vagina atau sekitar vagina (gatal, rasa terbakar), kalau ditemukan, lebih ringan daripada yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis atau C.albicans. Sepertiga penderita mengeluh gatal dan rasa terbakar, dan seperlima timbul kemerahan dan edema pada vulva. Nyeri abdomen, dispareunia, atau nyeri waktu kencing jarang terjadi, dan kalau ada karena penyakit lain. Di samping itu sekitar 50% penderita V.B. bersifat asimtomatik.
Pada pemeriksaan sangat khas, dengan ¬adanya duh tubuh vagina bertambah, warna abu abu homogen, viskositas rendah atau normal, ber¬bau, dan jarang berbusa. Duh tubuh melekat pads dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis atau kilauan yang difus, pH sekret vagina berkisar antara 4,5-5,5. Gejala peradangan umum tidak ada. Terdapat eritema pads vagina atau vulva atau petekie pads dinding vagina. Pada pemerik¬saan kolposkopi tidak terlihat dilatasi pembuluh darah dan tidak ditemukan penambahan densitas pembuluh darah pads dinding vagina.
Secara klinik, untuk menegakkan diagnosis vaginosis bakterial harus ada tiga dari empat kriteria sebagai berikut, yaitu:
(1) adanya sel clue pada pemeriksaan mikroskopik sediaan basah,
(2) adanya bau amis setelah penetesan KOH 10% pada cairan vagina,
(3) duh yang homogen, kental, tipis, dan berwarna seperti susu,
(4) pH vagina lebih dari 4.5 dengan menggunakan nitrazine paper.
Untuk menurunkan kejadian tersebut, sebaiknya pada wanita hamil dilakukan pemeriksaan kolonisasi bakteri atau deteksi vaginosis bakterial yang dilakukan pada awal trimester ke dua kehamilan.
Infeksi memegang peranan penting dalam terjadinya persalinan preterm. Untuk mencegah atau menurunkan kejadian persalinan preterm, penting mencari penyebabnya. Dahulu penelitian-penelitian antara lain ditujukan pada pengenalan faktor-faktor risiko seperti riwayat obstetri dan faktor-faktor medis yang diduga berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya persalinan preterm, tetapi ternyata hasilnya tidak memuaskan. Kemudian diketahui bahwa keadaan kondisi subklinis, yaitu infeksi genitalia dapat menyebabkan terjadinya persalinan preterm. Namun sampai saat ini belum diketahui pasti mikroorganisme spesifik yang berhubungan langsung dengan persalinan preterm. Vaginitis non spesifik dapat disebabkan oleh Gardnerella vaginalis dan kuman lainnya, oleh karena itu pada keadaan tersebut dipakai istilah vaginosis bakterial.
Diagnosis Klinis Bacterial Vaginosis
Diagnosis klinis vaginosis bakterial adalah jika tiga dari empat kriteria berikut ditemukan, yaitu: (i) adanya sel clue pada pemeriksaan mikroskopik sediaan basah
(ii) adanya bau amis setelah penetesan KOH 10% pada cairan vagina
(iii) duh yang homogen, kental, tipis, dan berwarna seperti susu
(iv) pH vagina lebih 4.5 dengan menggunakan phenaphthazine paper (nitrazine paper).
Dari empat kriteria tersebut, yang paling baik adalah pemeriksaan basah untuk mencari adanya sel clue ( sel epitel vagina yang diliputi oleh coccobacillus yang padat) dan adanya bau amis pada penetesan KOH 10%. Namun bau amis ini, pada keadaan tertentu tidak selalu dapat dievaluasi, misal pada
saat menstruasi. Oleh karena itu diperlukan tes tambahan untuk menunjang diagnosis vaginosis bakterial, antara lain dengan melakukan pewarnaan Gram.
Berdasarkan uji statistik Thomason Jl dkk dalam menegakkan diagnosis vaginosis bakterial, maka
(i) apabila ditemukan sel clue pada sediaan basah, akan memberikan sensitivitas 98.2%, spesifisitas 94.3%, nilai prediksi positif 89.9%, dan nilai prediksi negatif 99%
(ii) apabila ditemukan sel clue ditambah adanya bau amis, nilai sensitivitasnya 81.6%, spesifisitas 99.55%, nilai prediksi positif 98.8%, dan nilai prediksi negatif 92.1%
(iii) apabila dilakukan pewarnaan Gram, maka sensitivitasnya 97%,spesifisitas 66.2%, nilai prediksi positif 57.2%, dan nilai prediksi negatif 97.9%.
Dengan melihat data tersebut, apabila fasilitas laboratorium belum memadai, maka metode terbaik dalam membantu menegakkan diagnosis vaginosis bakterial adalah mencari sel clue pada sediaan basah dan tes adanya bau amis pada penetesan KOH 10%; tetapi bau amis tidak selalu dapat dievaluasi pada saat siklus menstruasi, juga tergantung fungsi penciuman, dengan demikian maka ditemukannya sel clue saja sudah dapat membantu menegakkan diagnosis vaginosis bakteria.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan:
• Duh tubuh vagina berwarna abu-abu, homogen, dan berbau.
• Pada sediaan basah sekret vagina terlihat leukosit sedikit atau tidak ada, sel epitel banyak, dan adanya kokobasil kecil-kecil yang berkelompok. Adanya sel epitel vagina yang granular diliputi oleh kokobasil sehingga batas sel tidak jelas, yang disebut clue cells, adalah patognomotik. Ditemukannya clue cells sebagai kriteria diagnostik, dilaporkan sen¬sitivitasnya 70-90% sedangkan spesifisitas¬nya 95-100%. Kombinasi sediaan basah dan pewarnaan Gram usapan vagina lebih dapat dipercaya. Pada pewarnaan Gram dapat dilihat batang-batang kecil negatif-Gram atau variabel-Gram yang tidak dapat dihitung jum-lahnya dan banyak sel epitel dengan kokoba¬sil, tanpa ditemukan laktobasil.
Gambaran pewamaan Gram duh tubuh vagina diklasifikasikan menurut modifikasi kriteria SPIEGEL dkk. sebagai berikut :
a. Diagnosis vaginosis bakterial dapat ditegakkan kalau ditemukan campuran je¬nis bakteria termasuk morfotipe Gardnerel¬la dan batang positif-Gram atau negatif¬Gram yang lain atau kokus atau keduanya. Terutama dalam jumlah besar, selain itu dengan morfotipe Lactobacillus dalam jumlah sedikit atau tidak ada di antara flora vaginal dan tanpa adanya bentuk-bentuk jamur.
b. Normal kalau terutama ditemukan morfotipe Lactobacillus di antara flora vaginal dengan atau tanpa morfotipe Gardnerelladan tidak ditemukan bentuk jamur.
c. Indeterminate kalau di antara kriteria tidak normal dan tidak konsisten dengan vagino¬sis bakterial.
Pada pewarnaan Gram juga dievaluasi ada atau tidak ada bentuk batang lengkung Mobiluncus spp.
• Bau amin setelah diteteskan 1 tetes larutan KOH 10% pads sekret vagina. Tes ini disebut jugs tes Sniff (tes amin).
• pH vagina 4,5-5,5
• Pemeriksaan kromatografi. Perbandingan suksinat dan laktat meninggi sedangkan asam lemak utama yang dibentuk adalah asam asetat.
• Pemeriksaan biakan
Biakan dapat dikerjakan pads media di an¬taranya : agar Casman, dan Protease peptone starch agar, dibutuhkan suhu 37°C seisms 48¬72 jam dengan ditambah CO2 5%. Koloni sebesar 0,5-2 mm, licin, opak dengan tepi yang jelas, dan dikelilingi zona hemolitikbeta. Sebagai media transpor dapat digunakan media transpor Stuart atau Amies.
• Tes biokimia
Reaksi oksidase, indol, dan urea negatif, menghidrolisis hipurat dan kanji. Untuk konfir¬masi harus disingkirkan infeksi karena T. vaginalis dan C.albicans.
Kriteria Diagnosis
GARDNER dan DUKES (1980) menyatakan bahwa setiap wanita dengan aktivitas ovum nor¬mal yang mengeluarkan duh tubuh vagina berwar¬na abu-abu, homogen, berbau dengan pH 5-5,5, dan tidak ditemukan. T.vaginalis, kemungkinan besar menderita vaginitis yang disebabkan oleh G. vaginalis.
WHO (1981) menjelaskan bahwa diagnosis dibuat atas dasar ditemukannya clue cells, pH vagina lebih besar dari 4,5, tes amin positif, dan adanya G.vaginalis sebagai %3va vagina utama menegakkan diagnosis be~dzL%avVax\ adanya duh tubuh vagina yang berbau amis dan ditemukan¬nya clue cells tanpa T.vaginalis. Tes amin yang positif serta pH vagina yang tinggi akan mem¬perkuat diagnosis. AMSEL (1983) berpendapat bahwa dengan ditemukannya 3 di antara 4 gejala, yakni: pH vagina lebih besar dari 4,5; duh tubuh vagina yang homogen, putih dan melekat, tes amin yang positif; dan adanya clue cells pads sediaan basah (sedikitnya pads 20% seluruh sel epitel) sudah cukup untuk menegakkan diagnosis.
Pengobatan
Karena penyakit V.B. merupakan vaginitis yang cukup banyak ditemukan dengan gambaran klinis ringan tanpa komplikasi, jenis obat yang digunakan hendaknya tidak membahayakan, dan sedikit efek sampingnya.
Pengobatan untuk penyakit ini menjadi kontroversial setelah aplikasi topikal krim sul¬fonamide tripel dilaporkan tidak efektif oleh PHEIFER dkk. pads tahun 1978. Pada seat sekarang pengobatan bervariasi dari yoghurt sampai antimikrobial sistemik. Metronidazol de¬ngan cars pemberian beberapa macam dosis, ter¬nyata efektif terhadap V.B., meskipun jangka waktu optimum dan dosis yang tepat masih dicari.
Setelah ditemukannya hubungan antara V.B. pads wanita hamil dengan prematuritas atau endometritis pasca partus (ESCHERNBACH dkk., 1983), make penting untuk mencari obat-obat yang efektif yang dapat digunakan pads mass kehamilan. Meskipun perjalanan penyakit V.B. masih belum jelas, sudah ada kesepakatan bahwa penyakit ini hares diobati. Dengan adanya bau yang tidak enak, dan keluarnya duh tubuh yang mengganggu, pasien mints diobati. BAL¬SON dkk. (1980), BLACKWELL dkk.(1983) dan Van der MEYDEN (1983) menyatakan bahwa pads 40 wanita dengan V.B. yang diberi plasebo oral hanya dua orang menjadi asimtomatiksetelah 7-10 hari.
PIOT dkk. (1983) mengikuti 11 penderita selama maksimum 3 minggu, setelah diberi plasebo oral dan vaginal, ternyata hanya 3 orang yang sembuh spontan. BALSDON dkk. (1980) melakukan observasi pads 2 wanita dengan V.B. selama 3 bulan, tidak ada yang menunjukkan per¬baikan spontan.
Data-data di etas merupakan alasan kuat, untuk mengobati penderita, demikian jugs risiko terjadinya komplikasi pads kehamilan dan per¬salinan. Pendapat lain menyatakan karena peranan G.vaginalis dan bakteri anaerob dalam patogenesis V.B. tidak jelas, dan banyaknya pem¬bawa kuman tanpa keluhan dan gejala, ditemu¬kannya G.vaginalis sendiri tidak merupakan indikasi pengobatan.
I. Topikal
1. Krim sulfonamide tripel digunakan secara lugs setelah penemuan pertama V.B. oleh GARDNER dan DUKES tahun 1955. Efek pengobatan ini mendapat tantangan setelah dilaporkan kegagalan 86% oleh PFEIFER dkk. pads tahun 1978. Penyem¬buhan dengan menggunakan krim ini berkisar antara 14-86%. Perbedaan yang cukup besar ini mungkin disebabkan oleh perbedaan kriteria diagnostik.
2. Supositoria vaginal yang berisi tetrasiklin memberikan angka penyembuhan sebesar 96% (GARDNER & DUKES, 1955) sedangkan supositoria yodium povidon sebesar 76% (DATTANI dkk. 1982). Ter¬nyata kalau digunakan tetrasiklin, timbul vaginitis yang disebabkan oleh C.albicans.
3. Buffered acid setelah dicoba, tetapi hasil¬nya tidak dipublikasikan.
4. Krim sulfonamide tripe) sebagai acid cream base dengan pH 3,9 dipakai setiap, hari, selama 7 hari. Pada 10 penderita hanya 4 orang yang sembuh. Dengan demikian ter¬bukti bahwa menurunkan pH vagina tidak cukup memperbaiki flora vagina normal. Penelitian ini dilakukan oleh PIOT dkk. pads tahun 1983. Penyembuhan hanya sementara selama penggunaan pen¬gobatan topikal.
II. Sistemik
• Metronidazol dengan dosis 2 x 400 atau 500 mg setiap hari selama 7 hari, atau tinidazol 2 x 500 mg setiap hari selama 5 hari, memberi angka penyembuhan lebih dari 90% (PHEIFER dkk. 1978; BALSDON dkk. 1980; MALOUF dkk. 1981; BLACK¬WEL dkk. 1983; PIOT dkk. 1983). G.vaginalis dan sebagian besar kuman anaerob terberantas atau berkurang secara bermakna dalam jumlah setelah pengobatan. Vaginitis oleh Candida timbul) pads 5-10% penderita yang diobati. Rekurensi dalam jangka waktu panjang timbul pada 14-39% penderita. BALSDON (1982) menganjurkan penggunaan metronidazol 2 x 400 mg/hari selama 5 hari atau 2 gram oral dosis tunggal bersama dengan susu atau makanan. Penyelidikan multisentral dengan menggunakan metronidazol dosis tunggal 2 gram pada hari pertama dan ketiga atau 1200 mg dosis tunggal selama 5 hari memberikan angka penyembuhan 94%. Pada saat ini sedang diselidiki dosis minimal dan jangka waktu pemberian metronidazol karena secara teoritis menimbulkan efek karsinogenik yang potensial.
• Ampisillin atau amoksisilin dengan dosis 4 x 500 mg per oral selama hari memberikan kesembuhan pada 48-100% wanita penderita V.B. Angka rekurensi pada 6 minggu setelah pengobatan dilaporkan 54% sedangkan dengan metronidazol hanya 12%. Kegagalan pada pengobatan dengan ampisilin atau amoksisilin dapat diterangkan dengan adanya laktamase beta yang diproduksi oleh spesies-spesies Bacteroides.
• Tetrasiklin per oral tidak efektif, meskipun sebelumnya GARDNER dan DUKES (1955) melaporkan 100% penyembuhan. Pemberian ampisilin dan tetrasiklin merupakan predisposisi timbulnya kandidosis vaginal.
• Eritromisin. Meskipun in vitro sangat aktif terhadap G. Vaginalis dan kuman-kuman anaerob, ternyata tidak efektif untuk V.B.
CANDIDIASIS VULVOVAGINITIS
Jamur Candida adalah sel tunggal yang berbentuk bulat sampai oval, dan memperbanyak diri dengan cara membentuk tunas (budding cell) yang disebut blastospora. Blastospora akan memanjang dan saling bersambung membentuk hifa semu atau pseudohifa. Genus Candida adalah jamur yang termasuk dalam kelas Fungi Imperfecti. Sampai saat ini, dikenal kurang lebih 80 spesies Candida. Spesies itu di alam hidup dalam berbagai unsur dan organisme, 17 di antaranya ditemukan pada manusia. Di antara ke-17 spesies itu, C. albicans dianggap jenis yang paling patogen dan paling banyak menimbulkan penyakit.
Virulensi Jamur Candida
Faktor virulensi Candida yang menentukan adalah dinding sel. Dinding sel berperan penting karena merupakan bagian yang berinteraksi langsung dengan sel pejamu. Dinding sel Candida mengandung zat yang penting untuk virulensinya, antara lain turunan mannoprotein yang mempunyai sifat imunosupresif sehingga mempertinggi pertahanan jamur terhadap imunitas pejamu. Candida tidak hanya menempel, namun juga penetrasi ke dalam mukosa. Enzim proteinase aspartil membantu Candida pada tahap awal invasi jaringan untuk menembus lapisan mukokutan yang berkeratin.9,10 Faktor virulensi lain adalah sifat dimorfik Candida, bahkan sebagian peneliti menyatakan sifatnya yang pleomorfik. Sifat morfologis yang dinamis merupakan cara untuk beradaptasi dengan keadaan sekitar. Dua bentuk utama Candida adalah bentuk ragi dan bentuk pseudohifa yang juga disebut sebagai miselium. Perubahan dari komensal menjadi patogen merupakan adaptasi terhadap perubahan lingkungan sekitarnya.
Dalam keadaan patogen, C. albicans lebih banyak ditemukan dalam bentuk miselium atau pseudohifa atau filamen dibandingkan bentuk spora. Pertumbuhan dan perubahan bentuk dari ragi menjadi hifa yang lebih invasif juga dipengaruhi imunitas selular. Sel fagosit akan mengeliminasi Candida dari vagina. IFN-g memblok transisi bentuk sel ragi menjadi bentuk hifa hingga wanita dengan gangguan sistem imunitas selular mempunyai kemungkinan vaginitis yang tinggi. Hal yang tidak ditemukan pada defek imunitas humoral.
Kemampuan Candida berubah bentuk menjadi pseudohifa merupakan salah satu faktor virulensi. Bentuk hifa mempunyai virulensi yang lebih tinggi dibandingkan bentuk spora karena: Pertama, karena ukurannya lebih besar dan lebih sulit difagositosis oleh sel makrofag, sehingga mekanisme di luar sel untuk mengeliminasi hifa dari jaringan terinfeksi sangatlah penting. Kedua, karena terdapatnya titik-titik blastokonidia multipel pada satu filamen sehingga jumlah elemen infeksius yang ada lebih besar.
KESIMPULAN
Perbedaan gejala khas dari beberapa penyakit yang menyebabkan keputihan :
Trichomonas Vaginalis, memiliki ciri penyakit :
-sekret yang berwarna kuning kehijauan
-berbusa
-gatal
-berbau busuk
-nyeri tekan vulva sekitar
-eritema, perdarahan dan peteki (strawberry cerviks)
Gardnella Vaginalis, memiliki ciri penyakit :
-Sekret kuning keabuan yang melengket pada vagina
-Bau amis
-Clue cells
Candida Albicans, memiliki ciri penyakit :
-sekret kental kaku atau putih encer
-pruritus vagina dan vulva
-ditemukan adanya pseudohifa
REFFERENSI
TRIKOMONIASIS
Protozoa Trichomonas vaginalis, sebuah organisme yang motile dengan 4 flagella, adalah penyebab ke tiga terbanyak dari vaginitis. Penyakit ini mengenai 180 juta perempuan di seluruh dunia dan merupakan 10 sampai 25% dari infeksi vagina. Saat ini, angka insidensi vaginitis trichomonal terus meningkat di kebanyakan negara-negara industri.
Trichomonas vaginalis menular melalui hubungan seksual dan ditemukan pada 30 sampai 80 persen laki-laki pasangan seksual dari perempuan yang terinfeksi. Trikomoniasis berhubungan dan mungkin berperan sebagai vektor untuk penyakit kelamin lain. Berbagai penelitian membuktikan bahwa penyakit ini meningkatkan angka penularan HIV.
Faktor risiko untuk trikomoniasis termasuk penggunaan IUD, merokok dan pasangan seksual lebih dari satu. Sekitar 20%-50% dari perempuan dengan trichomoniasis tidak mengalami gejala apapaun. Trikomoniasis mungkin berhubungan dengan ketuban pecah dini dan kelahiran prematur. Pasangan seksual harus diobati dan diberi instruksi untuk tidak melakukan hubungan seksual sampai ke dua pihak sembuh.
Patofisiologi
Gambaran fisiologis discharge vagina normal terdiri dari sekresi vaginal, sel-sel exfoliated dan mukosa serviks. Frekunsi discharge vagina bervariasi berdasar umur, siklus menstruasi dan penggunaan kontrasepsi oral.
Lingkungan vagina normal digambarkan oleh adanya hubungan dinamis antara Lactobacillus acidophilus dan flora endogen lain, estrogen, glikogen, pH vagina dan produk metabolisme flora dan organisme patogen. L. acidophilus memproduksi hydrogen peroxide (H2O2), yang bersifat toksik terhadap organisme patogen dan menjaga pH vagina sehat antara 3.8 dan 4.2. Vaginitis muncul karena flora vagina diganggu oleh adanya organisme patogen atau lingkungan vagina berubah sehingga memungkinkan organisme patogen berkembang biak.
Antibiotik, kontrasepsi, hubungan seksual, douching, stress dan hormon dapat mengubah lingkungan vagina dan memungkinkan organisme patogen tumbuh. Pada vaginosis bakterial, dipercayai bahwa beberapa kejadian yang provokatif menurunkan jumlah hydrogen peroxide yang diproduksi L. acidophilus organisms. Hasil dari perubahan pH yang terjadi memungkinkan perkembangbiakan berbagai organisme yang biasanya ditekan pertumbuhannya seperti G. vaginalis, M. hominis dan Mobiluncus species. Organisme tersebut memproduksi berbagai produk metabolik seperti ‘amine’, yang akan meningkatkan pH vagina dan menyebabkan exfoliasi sel epitel vagina. Amine inilah yang menyebabkan adanya bau yang tidak enak pada infeksi vaginosis bakterial.
Dengan fisiologi yang sama, perubahan lingkungan vagina, seperti peningkatan produksi glikogen pada saat kehamilan dan tingkat progesterone karena kontrasepsi oral, memperkuat penempelan C. albicans ke sel epitel vagina dan memfasilitasi pertumbuhan jamur. Perubahan-perubahan ini dapat mentransformasi kondisi kolonisasi organisme yang asimptomatik menjadi infeksi yang simptomatik. Pada pasien dengan trikomoniasis, perubahan tingkat estrogen dan progesterone, sebagaimana juga peningkatan pH vagina dan tingkat glikogen, dapat memperkuat pertumbuhan dan virulensi T. vaginalis.
BACTERIAL VAGINOSIS
Organisme ini mula-mula dikenal sebagai H.vaginalis kemudian diubah menjadi genus Gardnerella atas dasar hasil penyelidikan mengenai fenotipik dan asam dioksi-ribonukleat. Tidak mempunyai kapsul, tidak bergerak, dan ber¬bentuk batang negatif-Grarn atau variabel-Gram. Tes katalase, oksidase, reduksi nitrat, indole, dan urease semuanya negatif. Kuman ini bersifat anaerob fakultatif, dengan produk akhir utama pada fermentasi berupa asam asetat, banyak galur yang juga menghasilkan asam laktat dam asam format, Ditemukan juga Galur anerob obligat.
Untuk pertumbuhannya dibutuhkan tiamin, riboflavin, niasin, asam folat, biotin, purin, dan piramidin. Tumbuh pada media fermentable car¬bohidrates dan protease pepton No.3. Setelah inkubasi selama 48 jam pada suhu 37°C dalam kelembaban atmosfir 5%, tumbuh koloni pada agar darah manusia dengan diameter sekitar 0,5 mm, bulat, opak, dan halus. Timbul hemolisis beta pada darah manusia dan kelinci, tidak pada darah domba.
Untuk identifikasi yang panting adalah hemolisis beta pada darah manusia tidak pada darah domba, reaksi katalase negatif, tes hidrolisis hipurat positif dengan glukosidase alfa, bukan glukosidase beta, dan produksi asam dari maltosa dan glukosa bukan dari manitol. Pemben¬tukan asarn dari maltosa atau kanji lebih cepat dan lengkap daripada glukosa. Dengan tes presipitin telah ditentukan tujuh kelompok serologik G.va¬ginalis. lsolat dapat diklasifikasikan dalam 6 biotipeberdasarkan reaksi dengan lipase, hipurat, don B galaktosidase. Aktivitas endotoksin ditemukan dengan tes limulus amebacyte lysate human yang protease A nya tidak terbentuk.
Patogenesis
Patogenesis V.B. sampai sekarang masih belum jelas. Sampai 50% wanita sehat, ditemukan kolonisasi G. vaginalis dalam vagina dalam jumiah sedikit sehingga hal ini menunjukkan bahwa kuman tersebut termasuk flora normal dalam vagina. Meskipun peranan G.vaginalis pada patogenesis V.B. akhir-akhir ini dibantah oleh MC CORMACK dkk., tetapi penyelidik lain me¬nyatakan adanya hubungan erat antara V.B. dan G.vaginalis dan mengusulkan peranan etiologik mungkin bersama-sama bakteri anaerob. G.vaginalis lebih sering ditemukan pada para penderita V.B. daripada kelola atau wanita de¬ngan bentuk infeksi vaginitis lainnya. Ditemukan G.vaginalis dalam cairan vagina wanita dengan V.B. disertai peningkatan jumlah kuman Bac¬tedoides sp dan Peptococcus sp. Pada suatu penelitian ditemukan organisme berbentuk batang lengkung yang merupakan morl'otipe Mobiluncus spp, sekitar 53,7% dari 67 penderita V.B. (LIVEN-GOOD 111, 1990). Organisme ini tidak ditemukan pada penderita V.B. yang sudah sembuh dari pengobatan. Spesifisitas organisme bentuk ini yang juga bersifat anaerob pada V. B. dapat diper¬timbangkan.
Setelah sembuh akan terjadi pengurangan yang bermakna atau menghilangkan G. vaginalis dan kuman anaerob. CRISWELL dkk. berpen¬dapat bahwa G. vaginalis merupakan penyebab. analisis asam lemak dalam cairan vagina dengan gas liquid chromatography menunjukkan bahwa pada wanita dengan V.B. perbandingan antara suksinat dan laktat naik menjadi lebih besar atau sama dengan 0,4 bila dibandingkan dengan wanita normal atau dengan yang menderita vaginitis oleh karena Candida albicans.
Sekret vagina pada V.B. berisi beberapa amin termasuk di dalamnya putresin, kadaverin, metilamin, isobutilamin, fenetilamin, histamin, dan tiramin. Setelah pengobatan berhasil, sekret akan menghilang. Basil anaerob mungkin mempunyai. peranan penting pada patogenesis V.B. karena setelah dilakukan isolasi, analisis biokimia sekret vagina dan efek pengobatan dengan metroni¬dazol, ternyata cukup efektif terhadap G. vaginalis, dan sangat efektif untuk kuman anaerob.
Dapat terjadi simbiosis antara G.vaginalis sebagai pembentuk asam amino dan kuman anaeeob beserta bakteri fakultatif dalarn vagina yang mengubah asam amino menjadi amin sehingga menaikkan pH sekret vagina sampai suasana yang menyenangkan bagi pertumbuhan G.vaginalis. Setelah pengobatan efektif, pH cairan vagina menjadi normal. Beberapa amin diketahui menyebabkan iritasi kulit don menambah pelepasan sel epitel dan menyebabkan duh tubuh yang keluar dari vagina berbau.
Basil-basil anaerob yang menyertai V.B., di antaranya adalah Bacterioides bivins, B. capil- losus, dan B.disiens yang dapat diisolasikan dari infeksi genitalia, menghasilkan B.lactamase (KIRBY GEORGE dkk., 1980) dan lebih dari se¬tengahnya resisten terhadap tetrasiklin. Faktor hospes manakah yang menentukan individu yang menimbulkan gejala, tidak diketahui. Belum jelas juga, apakah penyakit ini endogen atau ditularkan melalui kontak seksual.
G.vaginalis melekat pads sel-el epitel vagina in vitro, kemudian menambah deskuamasi sel epitel vagina sehingga terjadi perlekatan duh tubuh pads dinding vagina. Organisms ini tidak invasif dan respons inflamasi lokal yang terbatas dapat dibuktikan dengan sedikitnya jumlah leukosit dalam sekret vagina dan dengan pemerik¬saan histopatologis. Tidak ditemukan imunitas.
Timbulnya V.B. ada hubungannya, dengan aktivitas seksual atau pernah menderita. infeksi Trichomonas. G. Vagina/is dapat diisolasikan dari darah wanita dengan demam pascapartus dan pasca-abortus. Di samping itu dapat juga diisolasikan dari endometrium pads 8 di antara 42 wanita pasta partus dan merupakan isolat darah yang biasa ditemukan pads pasien-pasien ini.
Kultur darah seringkali menunjukkan flora campuran, bakteriemia G.vaginalis bersifat tran¬sient dan tidak dipengaruhi oleh pengobatan an¬timikrobial. Pernah dilaporkan kasus-kasus fatal atau nonfatal pads neonatus. Pada 2 penyelidikan mengenai infeksi traktus urinarius selama kehamilan, G. vaginalis dapat diisolasikan dari urin dengan cara aspirasi suprapubik pads 15- 50% kasus. Penyakit ini biasanya menyerang laki-laki muds, dengan gejala piuria, hematuria, disuria, polakisuria, dan nokturia. Adanya organisms ini dalam uretra pria dapat terjadi tanpa gejala uretritis.
DAWSON dkk., mendapati bahwa pembawa kuman G.vaginalis lebih tinggi di antara pria heteroseksual (14,5%) dibandingkan pria homo¬seksual (4,5%). KING HORN dkk. (1982) menemukan G. vaginalis pads 7,2% di antara 194 pria yang datang ke klinik Genitourinary Medicine. G.vaginalis lebih banyak ditemukan pads usapan prepusial daripada usapan uretra. G. vaginalis ber¬sama-sama Bacterioides sp. dapat menimbulkan balanopostifis pada pria.
Pada kehamilan normal, cairan vagina bersifat asam (pH 4-5), akibat peningkatan kolonisasi Lactobacillus (flora normal vagina) yang memproduksi asam laktat. Keadaan asam yang berlebih ini mencegah pertumbuhan berlebihan bakteri patogen, sehingga menurunkan risiko persalinan preterm keadaan ini tidak selalu dapat dipertahankan, karena apabila jumlah bakteri Lactobacillus menurun, maka keasaman cairan vagina berkurang dan akan mengakibatkan pertambahan bakteri lain, yaitu antara lain Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis, dan Bacteroides sp. keadaan ini juga dapat terjadi pada wanita dengan Lactobacillus yang tidak menghasilkan H2O2. Terdapat hubungan timbal balik antara dihasilkannya H2O2 dengan terjadinya vaginosis bakterial, meskipun jumlah Lactobacillus tidak menurunWanita hamil dengan vaginosis bakterial mempunyai risiko lebih tinggi untuk terserang amnionitis, endometritis postpartum, ketuban pecah dinidan persalinan prematur.
Gejala klinis
Wanita dengan V.B. akan mengeluh adanya duh tubuh dari vagina yang ringan atau sedang dan berbau tidak enak (amis), yang dinyatakan oleh penderita sebagai satu-satunya gejala yang tidak menyenangkan. Bau lebih menusuk setelah sanggama dan mengakibatkan darah menstruasi berbau abnormal. Iritasi daerah vagina atau sekitar vagina (gatal, rasa terbakar), kalau ditemukan, lebih ringan daripada yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis atau C.albicans. Sepertiga penderita mengeluh gatal dan rasa terbakar, dan seperlima timbul kemerahan dan edema pada vulva. Nyeri abdomen, dispareunia, atau nyeri waktu kencing jarang terjadi, dan kalau ada karena penyakit lain. Di samping itu sekitar 50% penderita V.B. bersifat asimtomatik.
Pada pemeriksaan sangat khas, dengan ¬adanya duh tubuh vagina bertambah, warna abu abu homogen, viskositas rendah atau normal, ber¬bau, dan jarang berbusa. Duh tubuh melekat pads dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis atau kilauan yang difus, pH sekret vagina berkisar antara 4,5-5,5. Gejala peradangan umum tidak ada. Terdapat eritema pads vagina atau vulva atau petekie pads dinding vagina. Pada pemerik¬saan kolposkopi tidak terlihat dilatasi pembuluh darah dan tidak ditemukan penambahan densitas pembuluh darah pads dinding vagina.
Secara klinik, untuk menegakkan diagnosis vaginosis bakterial harus ada tiga dari empat kriteria sebagai berikut, yaitu:
(1) adanya sel clue pada pemeriksaan mikroskopik sediaan basah,
(2) adanya bau amis setelah penetesan KOH 10% pada cairan vagina,
(3) duh yang homogen, kental, tipis, dan berwarna seperti susu,
(4) pH vagina lebih dari 4.5 dengan menggunakan nitrazine paper.
Untuk menurunkan kejadian tersebut, sebaiknya pada wanita hamil dilakukan pemeriksaan kolonisasi bakteri atau deteksi vaginosis bakterial yang dilakukan pada awal trimester ke dua kehamilan.
Infeksi memegang peranan penting dalam terjadinya persalinan preterm. Untuk mencegah atau menurunkan kejadian persalinan preterm, penting mencari penyebabnya. Dahulu penelitian-penelitian antara lain ditujukan pada pengenalan faktor-faktor risiko seperti riwayat obstetri dan faktor-faktor medis yang diduga berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya persalinan preterm, tetapi ternyata hasilnya tidak memuaskan. Kemudian diketahui bahwa keadaan kondisi subklinis, yaitu infeksi genitalia dapat menyebabkan terjadinya persalinan preterm. Namun sampai saat ini belum diketahui pasti mikroorganisme spesifik yang berhubungan langsung dengan persalinan preterm. Vaginitis non spesifik dapat disebabkan oleh Gardnerella vaginalis dan kuman lainnya, oleh karena itu pada keadaan tersebut dipakai istilah vaginosis bakterial.
Diagnosis Klinis Bacterial Vaginosis
Diagnosis klinis vaginosis bakterial adalah jika tiga dari empat kriteria berikut ditemukan, yaitu: (i) adanya sel clue pada pemeriksaan mikroskopik sediaan basah
(ii) adanya bau amis setelah penetesan KOH 10% pada cairan vagina
(iii) duh yang homogen, kental, tipis, dan berwarna seperti susu
(iv) pH vagina lebih 4.5 dengan menggunakan phenaphthazine paper (nitrazine paper).
Dari empat kriteria tersebut, yang paling baik adalah pemeriksaan basah untuk mencari adanya sel clue ( sel epitel vagina yang diliputi oleh coccobacillus yang padat) dan adanya bau amis pada penetesan KOH 10%. Namun bau amis ini, pada keadaan tertentu tidak selalu dapat dievaluasi, misal pada
saat menstruasi. Oleh karena itu diperlukan tes tambahan untuk menunjang diagnosis vaginosis bakterial, antara lain dengan melakukan pewarnaan Gram.
Berdasarkan uji statistik Thomason Jl dkk dalam menegakkan diagnosis vaginosis bakterial, maka
(i) apabila ditemukan sel clue pada sediaan basah, akan memberikan sensitivitas 98.2%, spesifisitas 94.3%, nilai prediksi positif 89.9%, dan nilai prediksi negatif 99%
(ii) apabila ditemukan sel clue ditambah adanya bau amis, nilai sensitivitasnya 81.6%, spesifisitas 99.55%, nilai prediksi positif 98.8%, dan nilai prediksi negatif 92.1%
(iii) apabila dilakukan pewarnaan Gram, maka sensitivitasnya 97%,spesifisitas 66.2%, nilai prediksi positif 57.2%, dan nilai prediksi negatif 97.9%.
Dengan melihat data tersebut, apabila fasilitas laboratorium belum memadai, maka metode terbaik dalam membantu menegakkan diagnosis vaginosis bakterial adalah mencari sel clue pada sediaan basah dan tes adanya bau amis pada penetesan KOH 10%; tetapi bau amis tidak selalu dapat dievaluasi pada saat siklus menstruasi, juga tergantung fungsi penciuman, dengan demikian maka ditemukannya sel clue saja sudah dapat membantu menegakkan diagnosis vaginosis bakteria.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan:
• Duh tubuh vagina berwarna abu-abu, homogen, dan berbau.
• Pada sediaan basah sekret vagina terlihat leukosit sedikit atau tidak ada, sel epitel banyak, dan adanya kokobasil kecil-kecil yang berkelompok. Adanya sel epitel vagina yang granular diliputi oleh kokobasil sehingga batas sel tidak jelas, yang disebut clue cells, adalah patognomotik. Ditemukannya clue cells sebagai kriteria diagnostik, dilaporkan sen¬sitivitasnya 70-90% sedangkan spesifisitas¬nya 95-100%. Kombinasi sediaan basah dan pewarnaan Gram usapan vagina lebih dapat dipercaya. Pada pewarnaan Gram dapat dilihat batang-batang kecil negatif-Gram atau variabel-Gram yang tidak dapat dihitung jum-lahnya dan banyak sel epitel dengan kokoba¬sil, tanpa ditemukan laktobasil.
Gambaran pewamaan Gram duh tubuh vagina diklasifikasikan menurut modifikasi kriteria SPIEGEL dkk. sebagai berikut :
a. Diagnosis vaginosis bakterial dapat ditegakkan kalau ditemukan campuran je¬nis bakteria termasuk morfotipe Gardnerel¬la dan batang positif-Gram atau negatif¬Gram yang lain atau kokus atau keduanya. Terutama dalam jumlah besar, selain itu dengan morfotipe Lactobacillus dalam jumlah sedikit atau tidak ada di antara flora vaginal dan tanpa adanya bentuk-bentuk jamur.
b. Normal kalau terutama ditemukan morfotipe Lactobacillus di antara flora vaginal dengan atau tanpa morfotipe Gardnerelladan tidak ditemukan bentuk jamur.
c. Indeterminate kalau di antara kriteria tidak normal dan tidak konsisten dengan vagino¬sis bakterial.
Pada pewarnaan Gram juga dievaluasi ada atau tidak ada bentuk batang lengkung Mobiluncus spp.
• Bau amin setelah diteteskan 1 tetes larutan KOH 10% pads sekret vagina. Tes ini disebut jugs tes Sniff (tes amin).
• pH vagina 4,5-5,5
• Pemeriksaan kromatografi. Perbandingan suksinat dan laktat meninggi sedangkan asam lemak utama yang dibentuk adalah asam asetat.
• Pemeriksaan biakan
Biakan dapat dikerjakan pads media di an¬taranya : agar Casman, dan Protease peptone starch agar, dibutuhkan suhu 37°C seisms 48¬72 jam dengan ditambah CO2 5%. Koloni sebesar 0,5-2 mm, licin, opak dengan tepi yang jelas, dan dikelilingi zona hemolitikbeta. Sebagai media transpor dapat digunakan media transpor Stuart atau Amies.
• Tes biokimia
Reaksi oksidase, indol, dan urea negatif, menghidrolisis hipurat dan kanji. Untuk konfir¬masi harus disingkirkan infeksi karena T. vaginalis dan C.albicans.
Kriteria Diagnosis
GARDNER dan DUKES (1980) menyatakan bahwa setiap wanita dengan aktivitas ovum nor¬mal yang mengeluarkan duh tubuh vagina berwar¬na abu-abu, homogen, berbau dengan pH 5-5,5, dan tidak ditemukan. T.vaginalis, kemungkinan besar menderita vaginitis yang disebabkan oleh G. vaginalis.
WHO (1981) menjelaskan bahwa diagnosis dibuat atas dasar ditemukannya clue cells, pH vagina lebih besar dari 4,5, tes amin positif, dan adanya G.vaginalis sebagai %3va vagina utama menegakkan diagnosis be~dzL%avVax\ adanya duh tubuh vagina yang berbau amis dan ditemukan¬nya clue cells tanpa T.vaginalis. Tes amin yang positif serta pH vagina yang tinggi akan mem¬perkuat diagnosis. AMSEL (1983) berpendapat bahwa dengan ditemukannya 3 di antara 4 gejala, yakni: pH vagina lebih besar dari 4,5; duh tubuh vagina yang homogen, putih dan melekat, tes amin yang positif; dan adanya clue cells pads sediaan basah (sedikitnya pads 20% seluruh sel epitel) sudah cukup untuk menegakkan diagnosis.
Pengobatan
Karena penyakit V.B. merupakan vaginitis yang cukup banyak ditemukan dengan gambaran klinis ringan tanpa komplikasi, jenis obat yang digunakan hendaknya tidak membahayakan, dan sedikit efek sampingnya.
Pengobatan untuk penyakit ini menjadi kontroversial setelah aplikasi topikal krim sul¬fonamide tripel dilaporkan tidak efektif oleh PHEIFER dkk. pads tahun 1978. Pada seat sekarang pengobatan bervariasi dari yoghurt sampai antimikrobial sistemik. Metronidazol de¬ngan cars pemberian beberapa macam dosis, ter¬nyata efektif terhadap V.B., meskipun jangka waktu optimum dan dosis yang tepat masih dicari.
Setelah ditemukannya hubungan antara V.B. pads wanita hamil dengan prematuritas atau endometritis pasca partus (ESCHERNBACH dkk., 1983), make penting untuk mencari obat-obat yang efektif yang dapat digunakan pads mass kehamilan. Meskipun perjalanan penyakit V.B. masih belum jelas, sudah ada kesepakatan bahwa penyakit ini hares diobati. Dengan adanya bau yang tidak enak, dan keluarnya duh tubuh yang mengganggu, pasien mints diobati. BAL¬SON dkk. (1980), BLACKWELL dkk.(1983) dan Van der MEYDEN (1983) menyatakan bahwa pads 40 wanita dengan V.B. yang diberi plasebo oral hanya dua orang menjadi asimtomatiksetelah 7-10 hari.
PIOT dkk. (1983) mengikuti 11 penderita selama maksimum 3 minggu, setelah diberi plasebo oral dan vaginal, ternyata hanya 3 orang yang sembuh spontan. BALSDON dkk. (1980) melakukan observasi pads 2 wanita dengan V.B. selama 3 bulan, tidak ada yang menunjukkan per¬baikan spontan.
Data-data di etas merupakan alasan kuat, untuk mengobati penderita, demikian jugs risiko terjadinya komplikasi pads kehamilan dan per¬salinan. Pendapat lain menyatakan karena peranan G.vaginalis dan bakteri anaerob dalam patogenesis V.B. tidak jelas, dan banyaknya pem¬bawa kuman tanpa keluhan dan gejala, ditemu¬kannya G.vaginalis sendiri tidak merupakan indikasi pengobatan.
I. Topikal
1. Krim sulfonamide tripel digunakan secara lugs setelah penemuan pertama V.B. oleh GARDNER dan DUKES tahun 1955. Efek pengobatan ini mendapat tantangan setelah dilaporkan kegagalan 86% oleh PFEIFER dkk. pads tahun 1978. Penyem¬buhan dengan menggunakan krim ini berkisar antara 14-86%. Perbedaan yang cukup besar ini mungkin disebabkan oleh perbedaan kriteria diagnostik.
2. Supositoria vaginal yang berisi tetrasiklin memberikan angka penyembuhan sebesar 96% (GARDNER & DUKES, 1955) sedangkan supositoria yodium povidon sebesar 76% (DATTANI dkk. 1982). Ter¬nyata kalau digunakan tetrasiklin, timbul vaginitis yang disebabkan oleh C.albicans.
3. Buffered acid setelah dicoba, tetapi hasil¬nya tidak dipublikasikan.
4. Krim sulfonamide tripe) sebagai acid cream base dengan pH 3,9 dipakai setiap, hari, selama 7 hari. Pada 10 penderita hanya 4 orang yang sembuh. Dengan demikian ter¬bukti bahwa menurunkan pH vagina tidak cukup memperbaiki flora vagina normal. Penelitian ini dilakukan oleh PIOT dkk. pads tahun 1983. Penyembuhan hanya sementara selama penggunaan pen¬gobatan topikal.
II. Sistemik
• Metronidazol dengan dosis 2 x 400 atau 500 mg setiap hari selama 7 hari, atau tinidazol 2 x 500 mg setiap hari selama 5 hari, memberi angka penyembuhan lebih dari 90% (PHEIFER dkk. 1978; BALSDON dkk. 1980; MALOUF dkk. 1981; BLACK¬WEL dkk. 1983; PIOT dkk. 1983). G.vaginalis dan sebagian besar kuman anaerob terberantas atau berkurang secara bermakna dalam jumlah setelah pengobatan. Vaginitis oleh Candida timbul) pads 5-10% penderita yang diobati. Rekurensi dalam jangka waktu panjang timbul pada 14-39% penderita. BALSDON (1982) menganjurkan penggunaan metronidazol 2 x 400 mg/hari selama 5 hari atau 2 gram oral dosis tunggal bersama dengan susu atau makanan. Penyelidikan multisentral dengan menggunakan metronidazol dosis tunggal 2 gram pada hari pertama dan ketiga atau 1200 mg dosis tunggal selama 5 hari memberikan angka penyembuhan 94%. Pada saat ini sedang diselidiki dosis minimal dan jangka waktu pemberian metronidazol karena secara teoritis menimbulkan efek karsinogenik yang potensial.
• Ampisillin atau amoksisilin dengan dosis 4 x 500 mg per oral selama hari memberikan kesembuhan pada 48-100% wanita penderita V.B. Angka rekurensi pada 6 minggu setelah pengobatan dilaporkan 54% sedangkan dengan metronidazol hanya 12%. Kegagalan pada pengobatan dengan ampisilin atau amoksisilin dapat diterangkan dengan adanya laktamase beta yang diproduksi oleh spesies-spesies Bacteroides.
• Tetrasiklin per oral tidak efektif, meskipun sebelumnya GARDNER dan DUKES (1955) melaporkan 100% penyembuhan. Pemberian ampisilin dan tetrasiklin merupakan predisposisi timbulnya kandidosis vaginal.
• Eritromisin. Meskipun in vitro sangat aktif terhadap G. Vaginalis dan kuman-kuman anaerob, ternyata tidak efektif untuk V.B.
CANDIDIASIS VULVOVAGINITIS
Jamur Candida adalah sel tunggal yang berbentuk bulat sampai oval, dan memperbanyak diri dengan cara membentuk tunas (budding cell) yang disebut blastospora. Blastospora akan memanjang dan saling bersambung membentuk hifa semu atau pseudohifa. Genus Candida adalah jamur yang termasuk dalam kelas Fungi Imperfecti. Sampai saat ini, dikenal kurang lebih 80 spesies Candida. Spesies itu di alam hidup dalam berbagai unsur dan organisme, 17 di antaranya ditemukan pada manusia. Di antara ke-17 spesies itu, C. albicans dianggap jenis yang paling patogen dan paling banyak menimbulkan penyakit.
Virulensi Jamur Candida
Faktor virulensi Candida yang menentukan adalah dinding sel. Dinding sel berperan penting karena merupakan bagian yang berinteraksi langsung dengan sel pejamu. Dinding sel Candida mengandung zat yang penting untuk virulensinya, antara lain turunan mannoprotein yang mempunyai sifat imunosupresif sehingga mempertinggi pertahanan jamur terhadap imunitas pejamu. Candida tidak hanya menempel, namun juga penetrasi ke dalam mukosa. Enzim proteinase aspartil membantu Candida pada tahap awal invasi jaringan untuk menembus lapisan mukokutan yang berkeratin.9,10 Faktor virulensi lain adalah sifat dimorfik Candida, bahkan sebagian peneliti menyatakan sifatnya yang pleomorfik. Sifat morfologis yang dinamis merupakan cara untuk beradaptasi dengan keadaan sekitar. Dua bentuk utama Candida adalah bentuk ragi dan bentuk pseudohifa yang juga disebut sebagai miselium. Perubahan dari komensal menjadi patogen merupakan adaptasi terhadap perubahan lingkungan sekitarnya.
Dalam keadaan patogen, C. albicans lebih banyak ditemukan dalam bentuk miselium atau pseudohifa atau filamen dibandingkan bentuk spora. Pertumbuhan dan perubahan bentuk dari ragi menjadi hifa yang lebih invasif juga dipengaruhi imunitas selular. Sel fagosit akan mengeliminasi Candida dari vagina. IFN-g memblok transisi bentuk sel ragi menjadi bentuk hifa hingga wanita dengan gangguan sistem imunitas selular mempunyai kemungkinan vaginitis yang tinggi. Hal yang tidak ditemukan pada defek imunitas humoral.
Kemampuan Candida berubah bentuk menjadi pseudohifa merupakan salah satu faktor virulensi. Bentuk hifa mempunyai virulensi yang lebih tinggi dibandingkan bentuk spora karena: Pertama, karena ukurannya lebih besar dan lebih sulit difagositosis oleh sel makrofag, sehingga mekanisme di luar sel untuk mengeliminasi hifa dari jaringan terinfeksi sangatlah penting. Kedua, karena terdapatnya titik-titik blastokonidia multipel pada satu filamen sehingga jumlah elemen infeksius yang ada lebih besar.
KESIMPULAN
Perbedaan gejala khas dari beberapa penyakit yang menyebabkan keputihan :
Trichomonas Vaginalis, memiliki ciri penyakit :
-sekret yang berwarna kuning kehijauan
-berbusa
-gatal
-berbau busuk
-nyeri tekan vulva sekitar
-eritema, perdarahan dan peteki (strawberry cerviks)
Gardnella Vaginalis, memiliki ciri penyakit :
-Sekret kuning keabuan yang melengket pada vagina
-Bau amis
-Clue cells
Candida Albicans, memiliki ciri penyakit :
-sekret kental kaku atau putih encer
-pruritus vagina dan vulva
-ditemukan adanya pseudohifa
REFFERENSI
Djuanda, Adhi dkk. 2002. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi III jilid 4. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
Adhi., D., Prof. 1999. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Wiknjosastro, Hanifa, 2005, Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
Komentar
Posting Komentar
mampir comment dulu sodara..