KONSUMSI DAGING DAN RESIKO TERJADINYA KANKER


Organisasi Kesehatan Dunia telah menentukan bahwa faktor pola makan mencakup sedikitnya 30 persen dari penyebab seluruh kanker di negara-negara Barat dan sampai 20 persen di negara-negara berkembang. Ketika periset kanker mulai mencari hubungan antara pola makan dan kanker, salah satu penemuan yang paling nyata adalah orang yang menghindari daging lebih sedikit persentasenya terkena penyakit. Studi besar di Inggris dan Jerman menunjukkan bahwa vegetaris berisiko terkena kanker lebih kecil sekitar 40 persen dibandingkan dengan pemakan daging.1-3 Di Amerika Serikat, periset mempelajari Kelompok Advent Hari Ketujuh, kelompok keagamaan yang luar biasa karena hampir semua anggotanya menghindari tembakau dan alkohol serta mengikuti gaya hidup yang secara umum menyehatkan. Selain itu, sekitar setengah dari penganut Advent adalah vegetaris, sementara setengah yang lain mengonsumsi daging dalam jumlah sedang. Fakta ini membuat para ilmuwan melihat efek makan daging dari faktor lainnya. Secara keseluruhan, studi ini menunjukkan pengurangan risiko kanker yang berarti bagi mereka yang menghindari daging.4 Sebaliknya, studi Harvard menunjukkan bahwa orang yang makan daging setiap hari akan mempunyai risiko terkena kanker usus besar hingga tiga kali dibandingkan dengan mereka yang jarang makan daging.

Sejumlah hipotesis telah diajukan untuk menjelaskan hubungan antara konsumsi daging dan risiko kanker. Pertama, daging tidak berserat dan tidak mengandung nutrisi yang memiliki efek perlindungan. Daging mengandung protein hewani, lemak jenuh, dan dalam beberapa kasus mengandung senyawa penyebab kanker seperti heterocyclic amines (HCA) dan polycyclic aromatic hydrocarbons (PAH) yang terbentuk selama daging diproses atau dimasak. HCA, terbentuk ketika daging dimasak pada suhu tinggi dan PAH terbentuk selama pembakaran bahan organik yang dipercaya meningkatkan risiko kanker. Sebagai tambahan, kandungan lemak tinggi dari daging dan produk hewani lainnya meningkatkan produksi hormon, sehingga meningkatkan risiko kanker yang berhubungan dengan hormon seperti kanker payudara dan prostat.

Di tahun 1997, Institut Amerika untuk Riset Kanker (AICR) menerbitkan sebuah tinjauan studi utama pada makanan, nutrisi, dan pencegahan kanker. Untuk kanker payudara, prostat, ginjal, dan pankreas, konsumsi daging merah (sapi, babi, atau kambing) dapat meningkatkan risiko kanker. Untuk kanker anus, sebuah tinjauan literatur menentukan bahwa daging merah meningkatkan risiko kanker dan daging yang diproses, lemak jenuh/hewan, dan daging yang dimasak matang dapat meningkatkan risiko.5

Senyawa Karsinogen dalam Daging yang Dimasak

1. Heterocyclic Amines

HCA, keluarga senyawa mutagenik (memungkinkan mutasi gen), diproduksi selama proses memasak dari banyak produk hewani termasuk ayam, sapi, babi, dan ikan. Bahkan daging yang dimasak dengan cara normal dengan memanggang, menggoreng, atau memanggang lewat oven mungkin mengandung jumlah mutagen yang cukup banyak. Semakin lama dan semakin panas daging itu dimasak, semakin terbentuklah senyawa ini. Dalam beberapa studi, ayam yang dipanggang telah membentuk konsentrasi zat penyebab kanker yang lebih tinggi daripada daging jenis lain yang dimasak.

Kelas utama dari heterocyclic amines termasuk amino-imidazo-quinolines, atau amino-imidazo-quinoxalines (secara bersamaan disebut senyawa jenis IQ), dan amino-imidazo-pyridines seperti PhIP. Senyawa tipe IQ dan PhIP terbentuk dari kreatin atau kreatinin, asam amino spesifik, dan gula.10 Semua daging (termasuk ikan) tinggi kreatinnya, dan pembentukan HCA yang terbesar terjadi ketika memasak daging pada suhu tinggi, seperti umumnya pemanggangan atau penggorengan. Konsumsi daging dan PhIP yang diproses telah dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker payudara dan kanker usus besar, seperti yang telah didiskusikan dalam rincian yang lebih dalam di bawah ini. Studi kendali-kasus baru-baru ini di Universitas Utah yang mencakup 952 orang dengan kanker dubur dan 1205 orang menemukan bahwa pria dan wanita dengan konsumsi daging yang diproses dan dimasak dengan benar juga memiliki peningkatan risiko kanker dubur.

2. Polycyclic Aromatic Hydrocarbons

Menggoreng atau membakar daging di atas kobaran api langsung mengakibatkan hilangnya lemak di api yang panas dan memproduksi kobaran yang mengandung polycyclic aromatic hydrocarbon. Polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs) melekat pada permukaan makanan, dan semakin besar panasnya maka semakin muncul PAH-nya.5 Hal itu dipercaya secara luas memainkan peranan penting dalam kanker pada manusia. Hubungan yang cukup konsisten antara konsumsi daging yang dibakar atau dipanggang oven tetapi tidak digoreng dengan kanker perut menyiratkan bahwa makanan yang terkena PAH mungkin memainkan peranan dalam pengembangan kanker perut pada manusia.

Kanker Payudara

Negara yang banyak mengonsumsi lemak, khususnya lemak hewani seperti daging dan produk susu, memiliki kasus kanker payudara yang lebih tinggi.  Di Jepang, sebagai contoh, negara itu memiliki tradisi pola makan rendah lemak, khususnya lemak hewani, dibandingkan dengan pola makan di negara barat; sehingga Jepang memiliki angka kanker payudara yang lebih rendah. Di akhir tahun 1940-an, kanker payudara sangat jarang ditemui di Jepang, itu karena konsumsi lemak orang Jepang pada saat itu kurang dari 10 persen. Sebaliknya pola makan orang Amerika yang terpusat pada produk hewani biasanya mengandung 30 hingga 40 persen lemak tetapi mengandung kadar nutrisi yang rendah. Ketika wanita Jepang dibesarkan dengan pola makan barat, angka kanker payudaranya meningkat secara dramatis. Bahkan di Jepang, wanita kaya yang makan daging setiap hari memiliki risiko kanker payudara 8,5 kali lebih tinggi daripada wanita miskin yang jarang atau tidak pernah makan daging.Salah satu alasan yang dikemukakan adalah makanan berlemak mendorong hormon yang meningkatkan kanker.

Konsumsi makanan tinggi lemak seperti daging, produk susu, gorengan, dan bahkan minyak sayur menyebabkan tubuh wanita menghasilkan lebih banyak estrogen, yang memicu pertumbuhan sel kanker di payudara dan organ lainnya yang sensitif terhadap hormon seks wanita. Ini menunjukkan bahwa dengan menghindari makanan berlemak selama hidup, risiko kanker yang berhubungan dengan hormon akan menurun. Sebuah studi pada tahun 2003 yang diterbitkan dalam Jurnal Institut Kanker Nasional menemukan bahwa bila wanita yang berumur delapan hingga sepuluh tahun menurunkan jumlah lemak dalam pola makannya – bahkan sedikit saja - maka tingkat estrogennya ada pada tingkat yang lebih rendah dan lebih aman dalam beberapa tahun ke depan. Dengan menambah sayur, buah-buahan, padi-padian, kacang-kacangan, serta mengurangi daging, jumlah estradiol (estrogen dasar) dalam darahnya turun hingga 30 persen dibandingkan dengan grup wanita yang tidak mengubah pola makannya. 

Para peneliti dari Harvard baru-baru ini mengadakan analisis yang prospektif pada 90.655 wanita pre-menopause berusia 26 hingga 46 yang terlibat dalam Studi Kesehatan Perawat II dan memutuskan bahwa konsumsi lemak hewani, khususnya daging merah dan produk susu tinggi lemak selama masa-masa pre-menopause berhubungan dengan peningkatan risiko kanker payudara. 

Di samping itu, peneliti dari Institut Kanker Ontario mengadakan meta-analisis dari semua kasus-kontrol dan studi-studi kelompok yang diterbitkan hingga Juli 2003 yang mempelajari pola makan berlemak, makanan yang mengandung lemak, dan risiko kanker payudara. Analisis kasus-kontrol dan studi kelompok tersebut menghasilkan dampak risiko yang sama dimana jumlah konsumsi lemak yang tinggi berhubungan dengan peningkatan risiko kanker payudara. Risiko yang relatif signifikan dari konsumsi daging dan lemak jenuh juga muncul dimana konsumsi daging yang tinggi meningkatkan risiko kanker hingga 17 persen dan konsumsi lemak jenuh yang tinggi meningkatkan risiko kanker hingga 19 persen.

Beberapa studi menunjukkan bahwa konsumsi daging merupakan faktor penyebab utama kanker payudara, meskipun faktor-faktor lain seperti jumlah konsumsi kalori dan jumlah konsumsi lemak telah dikontrol. Sebagian alasannya mungkin daging menjadi sumber carcinogen dan/atau mutagen, seperti HCA yang terbentuk ketika daging dimasak pada temperatur tinggi. Sebuah kajian HCA menunjukkan bahwa HCA tertentu didistribusikan ke kelenjar susu dan manusia dapat mengaktifkan HCA secara metabolis.  Sebagai akibatnya, frekuensi konsumsi daging yang sering dapat menjadi faktor penyebab kanker payudara. 

Kanker Usus

Seperti kanker payudara, seringnya mengonsumsi daging terutama daging merah berhubungan dengan peningkatan risiko kanker usus besar.  Jumlah lemak dan lemak jenuh yang cenderung lebih tinggi dalam produk hewani daripada produk nabati, serta gula halus, semuanya memperkuat risiko kanker usus. Di Universitas Harvard, para peneliti menghindari daging merah setelah menemukan bahwa seseorang yang makan daging sapi, babi, atau domba setiap hari berisiko menderita kanker usus sekitar tiga kali lebih besar dibandingkan orang-orang yang umumnya menghindari produk-produk ini.Sebuah kajian 32 kasus-kontrol dan 13 studi kelompok menyimpulkan bahwa konsumsi daging berhubungan dengan peningkatan risiko kanker usus, dan hubungan tersebut lebih konsisten ditemukan pada daging merah dan daging yang diproses. Dan, dalam Studi Pencegahan Kanker II yang diterbitkan belakangan ini, yang melibatkan 148.610 orang dewasa sejak tahun 1982, kelompok yang paling tinggi mengonsumsi daging merah dan daging yang diproses memiliki risiko kanker usus yang lebih tinggi, masing-masing dengan rata-rata 30 hingga 40 persen dan 50 persen dibandingkan dengan mereka yang kurang mengonsumsi makanan tersebut. Dalam studi ini, batasan konsumsi daging merah yang termasuk tinggi jika melampaui 3 ons daging sapi, domba, atau babi untuk pria dan 2 ons untuk wanita setiap hari, yaitu jumlah yang biasanya ada dalam sebuah hamburger. Sedangkan konsumsi daging yang diproses yang termasuk tinggi (ham, daging beku, hot dog, sosis) jika melampaui 1 ons yang dimakan 5 atau 6 kali seminggu untuk pria, dan 2 atau 3 kali seminggu untuk wanita yaitu jumlah yang terdapat dalam seiris ham. Di samping itu, studi sebelumnya juga menunjukkan bahwa mereka yang mengonsumsi daging putih, khususnya ayam, rata-rata berisiko terkena kanker usus tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan vegetarian.

Asam empedu sekunder mungkin bagian dari masalah. Untuk menyerap lemak, liver membuat empedu yang tersimpan dalam kantong empedu. Setelah makan, kantong empedu mengirim asam empedu ke dalam usus, dimana secara kimia asam tersebut memodifikasi lemak yang dimakan agar bisa diserap. Malangnya, bakteri di dalam usus mengubah asam empedu ini menjadi substansi pemicu kanker yang disebut asam empedu sekunder. Daging sebagian besar tidak hanya berisi lemak, tetapi juga membantu pertumbuhan bakteri yang menyebabkan asam empedu sekunder karkinogenik terbentuk.

Metode memasak yang memicu terbentuknya HCA diyakini berperan secara signifikan dalam risiko kanker usus. Sebuah studi kasus-kontrol di Carolina Utara yang menganalisis konsumsi daging di tingkat kematangan, metode memasak, dan perkiraan konsumsi HCA pada 620 pasien kanker usus serta 1030 pasien-kontrol menemukan bahwa tidak hanya konsumsi daging merah yang berhubungan erat dengan risiko kanker usus, tetapi gorengan juga cara yang paling berisiko dalam menyajikan daging karena terbentuk HCA yang tinggi. 29 Konfirmasi hubungan antara menggoreng dengan risiko kanker usus dikemukakan dalam kajian yang disebutkan di atas, dimana menggoreng dengan temperatur tinggi meningkatkan risiko kanker usus hampir dua kali, dan risiko kanker dubur hingga 60 persen.

Kanker Prostat

Kanker prostat adalah salah satu kanker utama di antara pria di Amerika Serikat, dan para peneliti mempelajari sejumlah faktor pola makan yang mungkin memicu risiko kanker prostat. Di antaranya termasuk pola makan lemak, lemak jenuh, produk susu, dan daging, juga faktor-faktor pola makan yang menurunkan risiko seperti konsumsi karoten dan anti oksidan lainnya, serat, dan buah. Seperti risiko kanker payudara, konsumsi pola makan lemak pada pria, yang banyak ada dalam daging dan produk hewani lainnya dapat meningkatkan produksi testosteron, yang kemudian meningkatkan risiko kanker prostat. Salah satu studi kasus-kontrol yang terbesar yang menunjukkan hubungan positif di antara kasus kanker prostat dengan konsumsi daging merah dilakukan di Universitas Harvard yang menganalisis hampir 15.000 dokter laki-laki dalam Studi Kesehatan Para Dokter.30 Meskipun studi ini mengutamakan analisis asam lemak plasma dan risiko kanker prostat, penulis menemukan bahwa pria yang mengonsumsi daging merah lima kali seminggu memiliki risiko 2,5 kali lebih besar bagi pertumbuhan kanker prostat dibandingkan dengan pria yang makan daging merah kurang dari sekali per minggu. Studi kelompok tentang pola makan yang paling masuk akal mengenai pola makan dan risiko kanker prostat dilaporkan oleh profesional kesehatan yang berjumlah hampir 52 orang dalam Studi Lanjutan Para Profesional Kesehatan di Harvard, yang melengkapi kuesioner frekuensi makanan pada tahun 1986.31 Dalam 3-4 tahun masa penelitian untuk laporan tersebut, secara statistik mereka menemukan hubungan signifikan antara konsumsi daging merah yang tinggi dengan risiko kanker prostat, dimana daging merah merupakan kelompok makanan yang memiliki hubungan positif paling besar dengan kanker prostat. Penemuan dan studi lainnya mengisyaratkan bahwa pengurangan atau peniadaan daging dari pola makan dapat mengurangi risiko kanker prostat. 

Kanker Lainnya

Meskipun studi yang dilakukan tidak sebesar risiko kanker payudara, usus, dan prostat, sejumlah studi menyimpulkan bahwa konsumsi daging dapat berperan signifikan dalam risiko kanker ginjal dan pankreas. Tiga dari delapan studi kasus-kontrol yang meneliti hubungan antara carcinoma sell renal dan konsumsi daging secara statistik menemukan peningkatan risiko yang signifikan dari konsumsi daging yang tinggi. Di samping itu, studi yang prospektif di Jepang menemukan bahwa orang-orang yang mengonsumsi daging setiap hari memiliki angka kematian yang lebih tinggi karena kanker ginjal daripada mereka yang jarang makan daging. 

Kanker pankreas relatif jarang, tetapi sering berdampak fatal, yaitu kurang dari 20 persen kasus yang selamat selama setahun penuh. Konsumsi daging setiap hari menunjukkan hubungan peningkatan risiko kanker pankreas dalam sejumlah studi kelompok dan kasus-kontrol yang prospektif. 5 Beberapa dari studi ini mengkhususkan konsumsi daging sapi dan babi dan menyimpulkan bahwa ada risiko yang lebih tinggi terhadap kanker pankreas karena adanya konsumsi yang lebih tinggi pada makanan ini. Namun, konsumsi pola makan lemak, lemak jenuh, dan protein belum menunjukkan hubungan dengan risiko kanker pankreas. Penemuan ini menunjukkan bahwa metode memasak, dan mungkin HCA dan formasi PAH dalam daging yang dimasak dapat menunjukkan hubungan tersebut, begitu juga dengan beberapa data yang tidak konsisten yang menunjukkan hubungan antara daging dalam pola makan dengan karkinogenesis pankreas. 

Kesimpulan

Dua kesimpulan muncul dari penelitian kanker yang dilakukan oleh berbagai pihak: sayur dan buah-buahan membantu mengurangi risiko; sedangkan daging putih, produk hewani, dan makanan berlemak lainnya meningkatkan risiko. Konsumsi pola makan lemak memicu produksi hormon yang kemudian memicu pertumbuhan sel kanker dalam organ sensitif hormon seperti payudara dan prostat. Daging tidak mengandung serat yang bersifat melindungi, antioksidan, phythochemicals, dan bernutrisi; tetapi sebaliknya mengandung lemak jenuh berkonsentrasi tinggi serta senyawa karkinogenik yang berpotensi meningkatkan risiko berbagai jenis kanker.

Pola makan vegetarian dan pola makan nabati berserat tinggi seperti padi-padian, polong-polongan, sayur-mayur, dan buah-buahan memberikan sejumlah perlindungan.5 Serat membantu kelancaran jalannya makanan melalui usus, membersihkan karkinogen secara efektif, dan serat mengubah tipe bakteri yang ada dalam usus sehingga terjadi pengurangan produksi asam empedu sekunder yang karkinogenik. Makanan nabati juga secara alami rendah lemak dan kaya antioksidan serta senyawa anti-kanker lainnya. Tidak mengherankan bila vegetarian menempati risiko kanker yang paling rendah dan secara signifikan menurunkan risiko dibandingkan dengan pemakan daging. 33

Referensi
1. Thorogood M, Mann J, Appleby P, McPherson K. Risk of death from cancer and ischaemic heart disease in meat and non-meat eaters. Br Med J 1994; 308:1667-70.
2. Chang-Claude J, Frentzel-Beyme R, Eilber U. Mortality patterns of German vegetarians after 11 years of follow-up. Epidemiology 1992;3:395-401.
3. Chang-Claude J, Frentzel-Beyme R. Dietary and lifestyle determinants of mortality among German vegetarians. Int J Epidemiol 1993;22:228-36.
4. Barnard ND, Nicholson A, Howard JL. The medical costs attributable to meat consumption. Prev Med 1995;24:646-55.
5. World Cancer Research Fund. Food, nutrition, and the prevention of cancer: A global perspective. American Institute of Cancer Research. Washington, DC: 1997.
6. Skog KI, Johansson MAE, Jagerstad MI. Carcinogenic heterocyclic amines in model systems and cooked foods: a review on formation, occurrence, and intake. Food and Chem Toxicol 1998;36:879-96.
7. Robbana-Barnat S, Rabache M, Rialland E, Fradin J. Heterocyclic amines: occurrence and prevention in cooked food. Environ Health Perspect 1996;104:280-8.
8. Thiebaud HP, Knize MG, Kuzmicky PA, Hsieh DP, Felton JS. Airborne mutagens produced by frying beef, pork, and a soy-based food. Food Chem Toxicol 1995;33(10):821-8
9. Sinha R, Rothman N, Brown ED, et al. High concentrations of the carcinogen 2-amino-1-methyl-6-phenylimidazo-[4,5] pyridine [PhlP] occur in chicken but are dependent on the cooking method. Cancer Res 1995;55:4516-19.
10.Jagerstad M, Skog K, Grivas S, Olsson K. Formation of heterocyclic amines using model systems. Mutat Res. 1991 Mar-Apr;259(3-4):219-33.
11.Murtaugh MA, Ma KN, Sweeney C, Caan BJ, Slattery ML. Meat Consumption patterns and preparation, genetic variants of metabolic enzymes, and their association with rectal cancer in men and women. J Nutr. 2004 Apr;134(4):776-784.
12.Norat T, Riboli E. Meat consumption and colorectal cancer: a review of epidemiologic evidence. Nutr Rev. 2001 Feb;59(2):37-47.
13.Armstrong B, Doll R. Environmental factors and cancer incidence and mortality in different countries, with special reference to dietary practices. Int J Cancer 1975;15:617-31.
14.Carroll KK, Braden LM. Dietary fat and mammary carcinogenesis. Nutrition and Cancer 1985;6:254-9.
15.Rose DP, Boyar AP, Wynder EL. International comparisons of mortality rates for cancer of the breast, ovary, prostate, and colon, and per capita food consumption. Cancer 1986;58:2363-71.
16.Lands WEM, Hamazaki T, Yamazaki K, et al. Changing dietary patterns. Am J Clin Nutr 1990;51:991-3. 17.Hirayama T. Epidemiology of breast cancer with special reference to the role of diet. Prev Med 1978;7:173-95.
18.Dorgan JF, Hunsberger SA, McMahon RP, et al. Diet and sex hormones in girls: findings from a randomized controlled clinical trial. J Natl Cancer Inst 2003;95:132-41.
19.Cho E, Spiegelman D, Hunter DJ, et al. Premenopausal fat intake and risk of breast cancer. J Natl Cancer Inst 2003;95:1079-85.
20.Boyd NF, Stone J, Vogt KN, Connelly BS, Martin LJ, Minkin S. Dietary fat and breast cancer risk revisited: a meta-analysis of the published literature. Br J Cancer. 2003 Nov 3;89(9):1672-85.
21.De Stefani E, Ronco A, Mendilaharsu M, Guidobono M, Deneo-Pellegrini H. Meat intake, heterocyclic amines, and risk of breast cancer: a case-control study in Uruguay. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev 1997;6(8):573-81.
22.Matos EL, Thomas DB, Sobel N, Vuoto D. Breast cancer in Argentina: case-control study with special reference to meat eating habits. Neoplasma 1991;38(3):357-66.
23.Snyderwine EG. Some perspectives on the nutritional aspects of breast cancer research. Food-derived heterocyclic amines as etiologic agents in human mammary cancer. Cancer. 1994 Aug 1;74(3 Suppl):1070-7.
24.Singh PN, Fraser GE. Dietary risk factors for colon cancer in a low-risk population. Am J Epidemiol 1998;148(8):761-74.
25.Giovannucci E, Rimm EB, Stampfer MJ, Colditz GA, Ascherio A, Willett WC. Intake of fat, meat, and fiber in relation to risk of colon cancer in men. Cancer Res 1994;54(9):2390-7.
26.Willett WC, Stampfer MJ, Colditz GA, Rosner BA, Speizer FE. Relation of meat, fat, and fiber intake to the risk of colon cancer in a prospective study among women. N Engl J Med 1990;323:1664-72.
27.Chao A, Thun MJ, Connell CJ, et al. Meat consumption and risk of colorectal cancer. JAMA 2005;293:172-82.
28.Fraser GE. Associations between diet and cancer, ischemic heart disease, and all-cause mortality in non-Hispanic white California Seventh-day Adventists. Am J Clin Nutr 1999;70(suppl):532S-8S.
29.Butler LM, Sinha R, Millikan RC, Martin CF, Newman B, Gammon MD, Ammerman AS, Sandler RS. Heterocyclic amines, meat intake, and association with colon cancer in a population-based study. Am J Epidemiol. 2003 Mar 1;157(5):434-45.
30.Gann PH, Hennekens CH, Sacks FM, Grodstein F, Giovannucci EL, Stampfer MJ. Prospective study of plasma fatty acids and risk of prostate cancer. J Natl Cancer Inst. 1994 Feb 16;86(4):281-6.
31.Giovannucci E, Rimm EB, Colditz GA, Stampfer MJ, Ascherio A, Chute CC, Willett WC. A prospective study of dietary fat and risk of prostate cancer. J Natl Cancer Inst. 1993 Oct 6;85(19):1571-9.
32.Kolonel LN. Nutrition and prostate cancer. Cancer Causes Control. 1996 Jan;7(1):83-44.
33.Phillips RL. Role of lifestyle and dietary habits in risk of cancer among Seventh-day Adventists. Cancer Res 1975;35(Suppl):3513-22.

Komentar

Postingan Populer