Amenore. Teori Amenore Primer dan Amenore Sekunder


Amenore adalah tidak terjadinya menstruasi. Jika menstruasi tidak pernah terjadi maka disebut amenore primer, jika menstruasi pernah terjadi tetapi kemudian berhenti selama 6 bulan atau lebih maka disebut amenore sekunder.

Amenore yang normal hanya terjadi sebelum masa pubertas, selama kehamilan, selama menyusui dan setelah menopause.

Amenore bisa terjadi akibat kelainan di otak, kelenjar hipofisa, kelenjar tiroid, kelenjar adrenal, ovarium (indung telur) maupun bagian dari sistem reproduksi lainnya.

Dalam keadaan normal, hipotalamus (bagian dari otak yang terletak diatas kelenjar hipofisa) mengirimkan sinyal kepada kelenjar hipofisa untuk melepaskan hormon-hormon yang merangsang dilepaskannya sel telur oleh ovarium.
Pada penyekit tertentu, pembentukan hormon hipofisa yang abnormal bisa menyebabkan terhambatnya pelepasan sel telur dan terganggunya serangkaian proses hormonal yang terlibat dalam terjadinya menstruasi.


A. Amenore Primer

Definisi

1. Tidak mengalami menstruasi hingga usia 14 tahun, walaupun telah ada perkembangan dan pertumbuhan normal karakteristik seksual sekunder. Menstruasi biasanya dimulai 12 bulan setelah tumbuh rambut pubis.
2. Tidak mengalami menstruasi hingga usia 16 tahun, terlepas dari perkembangan dan pertumbuhan normal, serta munculnya karakteristik seksual sekunder.


B. Sekunder: Tidak mengalami menstruasi selama lebih dari 6 bulan pada wanita yang telah mengalami siklus menstruasi

Etiologi

A. Amenore primer
1. Kromosom abnormal
2. Defek anatomis
a. Himen imperforata
b. Agenesis vagina
3. Stres emosional
4. Aktivitas berlebihan
5. Bulimia atau anoreksia

B. Amenore sekunder

1. Kehamilan
2. Menopause
3. Gangguan kelenjar hipofisis
4. Obesitas
5. Gangguan pola makan
6. Aktivitas berlebihan
7. Penurunan berat badan dalam waktu cepat
8. Penggunaan kontrasepsi oral atau Depo-Provera
9. Stres
10. Penyakit tiroid
11. Penyakit ovarium polikistik
12. Beberapa obat, termasuk Depo-Provera

Gambaran Klinis
A. Riwayat
1. Riwayat menstruasi
2. Riwayat kontrasepsi
3. Riwayat seksual
4. Gejala galaktorea
5. Riwayat perkembangan seksual dalam keluarga
6. Obat-obatan
7. Sumber stres emosional
8. Gejala klimakterium
9. Riwayat penyakit kronik
10. Berat badan saat ini dan berat badan satu tahun yang lalu

Uji Laboratorium

A. Primer: kariotipe kromosom
B. Human chorionic gonadotropin (hCG)
C. Uji sensitif kehamilan
D. Kadar prolaktin
E. Kadar TSH (thyroid-stimulating hormone)
F. Kadar FSH (follicle-stimulating hormone)
G. Kadar LH (luteinzing hormone)
H. Dehidroepiandrosterone sulfat (DHEAS)
I. Hitung darah lengkap dengan gambaran metabolik menyeluruh untuk menguji adanya dugaan gangguan pola makan
J. Testosteron serum bila pasien tergolong hipertrikosis
K. Pulasan Papanicolau (Pap) smear

Penatalaksanaan

A. Uji laboratorium
1. Bila hCG positif pada darah dan urine, jelaskan kepada pasien bahwa ia hamil.
2. Bila kadar TSH meningkat, lakukan uji panel tiroid dan rujuk pasien bila perlu untuk mendeteksi hipotiroidisme primer.
3. Bila kadar prolaktin di atas 20 mg/ml dan semua hasil uji lainnya negatif, berikan Parlodel 2,5 mg setiap hari; bila kadar di atas 80 mg/ml, minta untuk dilakukan uji magnetic resonance imaging (MRI) atau bila ada gambaran coned-down sela tursika. Pasien mungkin menderita tumor hipofisis:
a. Bila salah satu gambar abnormal, rujuk pasien untuk pengujian lebih lanjut.
b. Bila sela tursika tampak normal, berikan Parlodel untuk menurunkan kadar prolaktin hingga mencapai kadar normal. Bila kadar prolaktin tetap di atas 30 mg/m1setelah 2 bulan, rujuk untuk konsultasi.
4. Bila pasien berusia 40 tahun atau lebih mengalami peningkatan kadar FSH atau peningkatan rasio FSH: LH, jelaskan kepada pasien bahwa ia telah menopause.
5. Bila pasien berusia kurang dari 40 tahun mengalami peningkatan kadar FSH, pertimbangkan kegagalan fungsi ovarium dan singkirkan dugaan gangguan endokrin.
6. Bila kadar DHEAS meningkat atau rasio LH:FSH adalah 3:1 atau lebih, evaluasi pasien terhadap sindrom polikistik ovarium.
7. Bila uji hCG darah negatif,
a. Berikan 5-10 mg medroksiprogesteron asetat (Provera) per oral selama 5-10 hari, 400 mg Prometrium (empat tablet 100 mg), atau 100-200 mg progesteron dalam minyak per IM.
b. Bila pasien aktif secara seksual, lakukan uji kehamilan sebelum pemberian Provera atau Prometrium.
(1) Bila terjadi zvithdrawl bleeding setelah pemberian Provera, minta pasien untuk menghubungi dokter. Bila menstruasi tidak terjadi dalam 90 hari; pasien termasuk anovulatorik. (Untuk melindungi pasien dari efek estrogen yang tidak terbatas, diperlukan menstruasi setiap 3-4 bulan). Pertimbangkan pemberian terapi pil KB. Bila diinginkan, pasien dapat mengembalikan siklus tersebut dengan konsumsi progestin selama 10-12 hari setiap 1, 2, atau 3 bulan.
(2) Bila tidak terjadi withdrawl bleeding
(a) Berikan pil KB yang memiliki aktivitas yang tinggi pada endometrium selama 2-3 siklus.
(b) Berikan Estrace 1-2 mg atau Premarin 0,625-2,5 mg per oral selama 25 hari. Berikan 5-10 mg Provera per oral selama 16-25 hari siklus. Bila tidak terjadi perdarahan, ulangi prosedur sekali lagi.

Pemeriksaan fisik
1. Bila rabas keluar dari payudara (biasanya bilateral).
2. Lakukan pemeriksaan fisik normal pada pasien yang belum mendapatkan menstruasi hingga usia 16 tahun, tanpa memerhatikan ciri-ciri seksual sekunder. Juga rujuk pasien untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Pustaka
Obstetri dan ginekologi Panduan praktis Oleh Geri Morgan & Carole Hamilton

Komentar

Postingan Populer