EKSHIBISIONISME


EKSHIBISIONISME
I. PENDAHULUAN
Ekshibisionisme (dari bahasa Latin “exhibere”: mempersembahkan, menawarkan) yang berarti suatu perilaku menyimpang dimana individu memamerkan organ-organ seksual kepada orang lain, biasanya terhadap orang asing, sehingga pelakunya bisa mendapatkan kepuasan seksual. Perilaku ini bersifat kompulsif. Pelaku yang paling banyak adalah pria. (1,2)
Meskipun seringkali para ekshibisionis mungkin tidak puas secara seksual. Namun melalui perilakunya, mereka mencoba memprovokasi reaksi-reaksi dari orang yang melihatnya menjadi terkejut, takut atau jijik, sehingga membuat mereka puas. Dengan kata lain, reaksi yang tenang dan menertawai akan menyebabkan mereka frustasi dan merasa malu. Biasanya, para penderita ekshibisionisme tidak akan menyerang atau mendekati korban mereka, tapi melarikan diri setelah memperlihatkan alat genital mereka. Beberapa diantaranya menjadi lebih terangsang dan kemudian masturbasi.(1)
Onset terjadinya paling banyak pada usia lebih muda atau sama dengan 18 tahun tapi dapat juga terjadi pada usia yang lebih tua. Kelainan ini menyebabkan distress atau penderitaan di bidang sosial, pekerjaan.atau dibidang yang lain. (1,3)

II. DEFINISI
                   Ekshibisionisme adalah suatu gangguan mental yang ditandai dengan adanya dorongan untuk memperlihatkan organ seksual kepada orang asing atau kepada orang banyak di tempat umum tanpa ajakan atau niat untuk berhubungan lebih akrab. Apabila yang menyaksikan itu terkejut , takut atau terpesona, kegairahan penderita menjadi meningkat.(5,8)



III. EPIDEMIOLOGI
Pada hampir 100% kasus, mereka dengan ekshibisionisme adalah laki-laki yang memamerkan tubuh mereka terhadap wanita. Insiden ekshibisionisme umumnya sulit diperkirakan karena penderita dengan kelainan tersebut jarang datang untuk mencari konseling karena keinginan mereka sendiri. (2, 5)
Di USA, ekshibisionis paling banyak terdapat pada laki-laki kulit putih. Setengah dari ekshibisionis sudah menikah.(6)

IV. ETIOLOGI
Penyebab ekshibisionisme masih belum jelas.(1) Namun, ada beberapa teori tentang penyebab ekshibisionisme yaitu:
-          Teori biologi. Yang memegang peranan dalam hal ini adalah hormon testosteron, dimana hormon ini mempengaruhi pengendalian seksual pada pria maupun wanita, meningkatkan kerentanan pada pria untuk melakukan sebuah perilaku penyimpangan seksual.
-          Teori penelitian. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa perlakuan kejam terhadap anak-anak dan ketidakharmonisan keluarga merupakan faktor risiko terjadinya exhibisionisme.
-          Teori psikoanalitik. Teori ini berdasarkan asumsi bahwa anak laki-laki terpisah secara psikologis dengan ibu mereka. Orang dengan ekshibisionisme menganggap ibu mereka malakukan penolakan terhadap mereka karena perbedaan kelamin. Sehingga, mereka bertumbuh dengan hasrat memaksa wanita untuk menerima mereka dengan cara melihat alat genital mereka.
-          Trauma kepala. Ada sejumlah kasus pria menjadi ekshibisionis setelah mendapat trauma kepala tanpa riwayat alkohol dan kelainan seksual.
-          A childhood of Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD). Hubungan antara ADHD dengan eksibisionisme belum diketahui, tapi penelitian di Harvard menemukan bahwa pasien dengan multiple parafilia mempunyai kemungkinan yang lebih besar mengalami ADHD di masa anak-anak daripada laki-laki dengan satu parafilia saja. (5)

V. GAMBARAN KLINIK
Untuk mencapai rangsangan dan pemuasan seksual, seorang ekshibisionis harus memperlihatkan genitalianya didepan umum.(9)
Gambaran klinik dari ekshibisionisme sesungguhnya yaitu(4):
-          Adanya rangsangan seksual secara tiba-tiba yang membuat korban kaget atau terkejut
-          Korban tidak ada keinginan untuk berhubungan
-          Tidak ada kontak secara langsung
Kelainan ini ditandai dengan meningkatnya gairah akan fantasi, dorongan, dan perilaku seksual seseorang dengan mempertontonkan alat genital mereka terhadap orang asing. Sebagai pertimbangan diagnosa, fantasi, dorongan, atau perilaku tersebut harus menyebabkan distress atau penderitaan terhadap fungsi-fungsi kehidupan setiap hari.(4,7)

VI. DIAGNOSIS
Berdasarkan PPDGJ-III, pedoman diagnostik dari ekshibisionisme adalah:
  1. Kecenderungan yang berulang atau menetap untuk memamerkan alat kelamin kepada orang asing (biasanya lawan jenis) atau kepada orang banyak di tempat umum, tanpa ajakan atau niat untuk berhubungan lebih akrab.
  2. Ekshibisionisme hampir sama sekali terbatas  pada laki-laki heteroseksual yang memamerkan pada wanita, remaja atau dewasa, biasanya menghadap mereka dalam jarak yang aman di tempat umum. Apabila yang menyaksikan itu terkejut, takut, atau terpesona, kegairahan penderita menjadi meningkat.
  1. Pada beberapa penderita, ekshibisionisme merupakan satu-satunya penyaluran seksual, tetapi pada penderita lainnya kebiasaan ini dilanjutkan bersamaan (simultaneously) dengan kehidupan seksual yang aktif dalam suatu jalinan hubungan yang berlangsung lama, walaupun demikian dorongan menjadi lebih kuat pada saat menghadapi konflik dalam hubungan tersebut.
  2. Kebanyakan penderita ekshibisionisme mendapatkan kesulitan dalam mengendalikan dorongan tersebut dan dorongan ini bersifat “ego-alien” (suatu benda asing bagi dirinya). (8)
Kriteria diagnostik berdasarkan DSM-IV untuk ekshibisionisme yaitu:
  1. Adanya fantasi yang merangsang secara sexual, dorongan sexual yang kuat, berulang-ulang berupa memamerkan alat genital terhadap orang yang tidak dikenal. Gejala tersebut harus muncul dalam waktu sekurang-kurangnya 6 bulan.
  2. Orang dengan gejala tersebut diatas menimbulkan penderitaan yang bermakna secara klinis  sehingga menyebabkan gangguan dalam bidang sosial, pekerjaan, dan bidang penting lainnya. (3)
VII. PENATALAKSANAAN
Ekshibisionisme biasanya diterapi dengan kombinasi antara psikoterapi, medikasi dan terapi tambahan lainnya.
  
VII.1.  Psikoterapi
Beberapa jenis psikoterapi sudah terbukti dapat membantu penatalaksanaan ekshibisionisme:
-          Cognitive-behavioral therapy(CBT). Pendekatan ini merupakan bentuk psikoterapi yang paling efektif. Pasien diberi keberanian dalam mengutarakan masalah yang terdapat pada perilaku mereka serta mengubah pola pikir mereka
-          Orgasmic reconditioning. Pada teknik ini, pasien dibiasakan untuk mengganti fantasi-fantasi melalui memamerkan tubuh dengan fantasi-fantasi yang lebih bisa diterima selama masturbasi.
-          Terapi kelompok. Bentuk terapi ini digunakan untuk mengetahui adanya penyangkalan yang berhubungan dengan parafilia, dan sebuah bentuk pencegahan akan kekambuhan penyakit ini. Ekshibisionis yang merasa bersalah dan gelisah akan perilaku mereka bisa dibantu dengan dukungan sosial dan menekankan pada kesehatan secara spiritual.(5)
VII.2. Medikasi
Beberapa kelompok obat digunakan dalam pengobatan ekshibisionisme dan parafilia lainnya. Kategori obat yang digunakan pada ekshibisionisme sebagai berikut:
-          Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs). Obat ini memberi hasil yang baik pada parafilia, dengan cara menurunkan kadar seroronin di otak sehingga akan meningkatkan pengendalian akan sex.
-          Hormon wanita. Estrogen digunakan sebagai obat untuk pelaku kajahatan seksual sejak 1940. Medroxyprogesteron asetat, atau MPA, merupakan obat hormonal yang banyak digunakan U.S.
-          LHRH agonist. Obat ini bekerja dengan mengurangi gonadotropin hormon.
-          Antiandrogen. Antiandrogen memblok uptake dan metabolisme testosterone dan mengurangi kadar testosteron.(5)

VIII. PROGNOSIS
Prognosis ekshibisionisme tergantung beberapa faktor, seperti umur, alasan berobat, kooperatif tidaknya pasien terhadap dokter. Pada beberapa pasien, ekshibisionisme merupakan kelainan sementara yang terjadi seiring dengan perkembangan mereka. Bagi yang lainnya, hal tersebut merupakan persoalan hidup yang serius dengan konsekuensi di bidang finansial, pandidikan, dan pekerjaan. Orang-orang dengan ekshibisionisme mempunyai tingkat kekambuhan yang paling tinggi diantara parafilia yang lain, dimana antara 20% dan 50%  pria dengan ekshibisionisme tertangkap kembali selama 2 tahun.(5)
     Keberhasilan terapi juga dipengaruhi oleh kualitas hubungan yang baik, tidak adanya kelainan psikiatri pasangan, motivasi yang tinggi, frekuensi tindakan, dan cepatnya mendapatkan terapi. (6) 
IX. KESIMPULAN
     Ekshibisionisme adalah suatu gangguan mental yang ditandai dengan adanya dorongan untuk memperlihatkan organ seksual kepada orang asing atau kepada orang banyak di tempat umum tanpa ajakan atau niat untuk berhubungan lebih akrab. Apabila yang menyaksikan itu terkejut , takut atau terpesona, kegairahan penderita menjadi meningkat. Ekshibisionisme biasanya diterapi dengan kombinasi antara psikoterapi, medikasi dan terapi tambahan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Some Examples of Problematic Sexual, Magnus hirschfeld archive for sexology, accessed at http://www2.hu-berlin.de/sexology/ATLAS_EN/html/some_examples_of_problematic_s.html, 17 September 2006
  2. Saddock, Benjamin J., Sadoack, Virginia A., Sexual Disorder Not Otherwise Specified and Paraphilias, in Kaplan and Saddock’s Synopsis of Psychiatry, 9th ed, Philadelphia, 2003:720.
  3. Lavey, R. Sexual and Gender Identity Disorders, accessed at www.emedicine.com, 12 november 2006
  4. Psichology Today’s Diagnosis Dictionary: exhibitionism accessed at http://www.psychologytoday.com/conditions/exhibitionism.html, 6 November 2006
  5. Encyclopedia of Mental Disorders: exhibitionism, accessed at http://www.minddisorders.com/Del-Fi/Exhibitionism.html, 15 oktober 2006
  6. Puri, BK.,Lakin, PJ.,Psychiatry of Sexuality, in Textbook of Psychiatry, 2nd ed, London, 2002:277-283.
  7. Psychiatry disorder: exhibitionism, accessed at http://allpsych.com/disorders/paraphilias/exhibitionism.html
  8. Maslim, R, ekshibisionisme, in Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan ringkas dari PPDGJ-III, Jakarta, 2003:113.
  9. Maramis, W.F. Exhibisionisme, Sexualitas Normal dan Abnormal, in Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Cetakan ke-8. Airlangga University Press. Surabaya, 2004: 316

Komentar

Postingan Populer