GANGGUAN KEPRIBADIAN DISSOSIAL (F.60.2)


       I.            PENDAHULUAN

Kepribadian adalah totalitas sifat emosional dan perilaku yang menandai kehidupan seseorang dari hari ke hari dalam kondisi yang biasanya; kepribadian relatif stabil dan dapat diramalkan. Gangguan kepribadian adalah suatu varian dari sifat karakter tersebut yang di luar rentang yang ditemukan pada sebagian besar orang.(1)

Gangguan kepribadian dikelompokkan ke dalam 3 kelompok dalam Diagnostic and Statistical manual of Mental Disorder edisi empat (DSM-IV). Kelompok A terdiri dari gangguan kepribadian paranoid, schizoid dan skizotipal; orang dengan gangguan ini seriang kali tampak aneh dan ekstrensik. Kelompok B terdiri dari gangguan kepribadian dissosial, ambang, histrionik, dan narsistik; orang dengan gangguan ini sering tampak dramatik, emosional dan tidak menentu. Kelompok C terdiri dari gangguan kepribadian menghindar, dependen dan obsesif kompulsif dan satu kategori yang dinamakan gangguan kepribadian yang tidak ditentukan (contohnya adalah gangguan kepribadian pasif-agresif dan gangguan kepribadian depresif); orang dengan gangguan ini tampak cemas dan ketakutan.(1)
Gangguan kepribadian antisosial adalah ditandai oleh tindakan antisosial atau kriminal yang terus-menerus, tetapi tidak sinonim dengan kriminalitas. Malahan, gangguan ini adalah ketidakmampuan untuk memenuhi norma sosial yang melibatkan banyak aspek perkembangan remaja dan dewasa pasien. Dalam International Classification of Disease revisi ke-10 (ICD-10), gangguan dinamakan gangguan kepribadian dissosial. (1, 2)

    II.            EPIDEMIOLOGI

Prevalensi gangguan kepribadian antisosial adalah 3 persen pada laki-laki dan 1 persen pada wanita. keadaan ini paling sering ditemukan pada daerah perkotaan yang miskin dan di antara penduduk yang berpindah-pindah dalam daerah tersebut. Anak laki-laki dengan gangguan berasal dari keluarga yang lebih tinggi dibandingkan anak perempuan dengan gangguan. Onset gangguan adalah sebelum usia 15 tahun. Anak perempuan biasanya memiliki gejala sebelum pubertas, dan anak laki-laki bahkan lebih awal. Dalam populasi penjara prevalensi gangguan kepribadian anti sosial mungkin setinggi 75 persen. Suatu pola familial ditemukan di mana gangguan lima kali lebih sering sering pada anak saudara derajat pertama dari laki-laki dengan gangguan dibandingkan kontrol.(2)


 III.            ETIOLOGI
Perilaku antisosial berkembang dan terbentuk dari hubungan sosial dalam rumah tangga yang penuh dengan kekerasan, komunitas masyarakat dan lingkungan pendidikan yang penuh kekerasan juga ikut mempengaruhi terbentuknya gangguan antisosial. Hal ini akan mempengaruhi temperamen dan sikap lekas marah pada anak, kemampuan berpikir, keterlibatan dalam kenakalan remaja, terlibat dalam kekerasan dan kriminalias dan rendahnya penyelesaian permasalahan. Perilaku antisosial berhubungan erat dengan berbagai bentuk perilaku lainnya dan masalah perkembangan seperti hiperaktif, depresi, kesulitan belajar dan impulsif.(3)

Kontribusi genetik ikut pula mengambil peran dari penyebab gangguan ini. Penururn kadar inhibisi perilaku kemungkinan dimediasi gangguan serotonin pada sistem septohipokarpal. Penyebab lain seperti kelainan sistem otak prefrontal dan penurunan fungsi otonom.(4)

 IV.            GAMBARAN KLINIS

Gejala-gejala kepribadian antisosial sudah dimulai pada masa anak (sebelum umur 12-15 tahun). Seorang dewasa yang didiagnosis kepribadian antisosial biasanya pada masa anak terdapat : pencurian ,tidak dapat dikoreksi (sangat tidak mematuhi, biasanya terhadap orang tuanya), bolos sekolah, lari dari rumah sampai bermalam, teman-temannya terkenal tidak baik, pulang kerumah nanti jauh malam, agresi fisik, impulsife, semborono dan tidak bertanggungjawab, enuresis malam hari, tak ada rasa salah, berdusta patologik (dusta bukan untuk menutupi atau mengecilkan kesalahan). Pasien gangguan kepribadian antisosial mengesankan klinisi dengan jenis kelamin yang berlawanan dengan aspek kepribadian mereka yang bermacam-macam dan menggoda.(5)
     
    V.            DIAGNOSIS
Gangguan kepribadian ini biasa menjadi perhatian disebabkan adanya perbedaan yang besar antara perilaku dan norma sosial yang berlaku, dan ditandai oleh:(6)
a)      Bersikap tidak peduli dengan perasaan orang lain;
b)      Sikap yang amat tidak bertanggung jawab dan berlangsung terus-menerus (persisten), serta tidak peduli terhadap norma, peraturan dan kewajiban  sosial.
c)      Tidak mampu memeliharan suatu hubungan agar belangsung lama, meskipun tidak ada kesulitan untuk mengembangkannya.
d)     Toleransi terhadap frustasi sangat rendah dan ambang yang rendah untuk melampiaskan.
e)      Tidak mampu mengalami rasa salah dan menarik manfaat dari pengalaman, khusunya dari hukuman;
f)       Sangat cenderung menyalahkan orang lain, atau menawarkan rasionalisasi yang masuk akal, untuk perilaku yang membuat pasien konflik dengan masyarakat.
Untuk diagnosis dibutuhkan paling sedikit 3 dari di atas.

 VI.            DIAGNOSIS BANDING
Gangguan kepribadian disosial dapat dibedakan dari perilaku ilegal dimana gangguan kepribadian antisosial melibatkan banyak bidang kehidupan seseorang. Jika perilaku antisosial hanya merupakan manifestasi satu-satunya, pasien dimasukkan dalam kategori DSM-IV kondisi tambahan yang mungkin merupakan pusat perhatian klinis secara spesifik, perilaku antisosial dewasa. Dorothy Lewis menemukan banyak orang tersebut memiliki gangguan neurologis atau mental yang terlewatkan atau tidak didiagnosis. Lebih sukar adalah membedakan antara gangguan kepribadian antisosial dari penyalahgunaan zat. Jika penyalahgunaan zat maupun perilaku antisosial dimulai dari masa anak-anak dan terus memasuki kehidupan dewasa, kedua gangguan harus didiagnosis. Tetapi jika perilaku antisosial  jelas sekuder terhadap penyalahgunaan alkohol atau panyalahgunaan zat lain pramorbid, diagnosis gangguan kepribadian antisossial tidak diperlukan.(7)
Dalam mendiagnosis gangguan kepribadian antisosial, klinis harus mempertimbangkan efek yang mengganggu dari status sosioekonomi, latar belakang, kultural, dan jenis kelamin pada manifestasinya. Selain itu, diagnosis gangguan kepribadian antisosial tidak diperlukan jika retardasi mental, skizofrenia atau mania dapat menjelaskan gejala.  (2, 7)

VII.            PENATALAKSANAAN
1.      Farmakoterapi
Farmakoterapi digunakan untuk menghadapi gejala yang diperkirakan akan timbul seperti kecemasan, penyerangan dan depresi tetapi pasien seringkali merupakan penyalahgunaan zat, obat harus digunakan secara bijaksana. Jika pasien menunjukkan bukti-bukti adanya gangguan defisit-atensi/hiperaktivasi, psikostimultan seperti methylphenidate (Ritalin), mungkin digunakan. Harus dilakukan usaha untuk mengubah metabolisme katekolamin dengan obat-obatan dan untuk mengendalikan perilaku impulsif dengan obat antiepileptik, khususnya jika bentuk gelombang abnormal ditemukan pada EEG.(1, 2, 7)
2.      Psikoterapi
Jika pasien gangguan kepribadian antisosial dimobilisasi (sebagai contohnya, dimasukkan dalam rumah sakit), mereka sering kali menjadi mampu menjalani psikoterapi. Jika pasien merasa bahwa mereka berada di antara teman-teman sebayanya, tidak adanya motivasi mereka untuk berubah menghilang. Kemungkinan karena hal itulah kelompok yang menolong diri sendiri (self help group) adalah lebih berguna dibandingkan di penjara dalam menghilangkan gangguan. (2, 3, 7)
Sebelum terapi dimulai, batas-batas yang kuat adalah penting. Ahli terapi harus menemukan suatu cara untuk menghadapi perilaku merusak diri sendiri pada pasien. Dan untuk mengatasi rasa takur pasien gangguan kepribadian dissosial terhadap keintiman, ahli terapi harus menggagalkan usaha pasien untuk melarikan diri dapi perjumpaan dengan orang lain. Dalam melakukan hal itu, ahli terapi menghadapi tantangan memisahkan kendali dari hukuman dan memisahkan pertolongan dan konfrontasi dari isolasi sosial dang anti rugi.(2, 3, 7)

VIII.            PENCEGAHAN
Karena kemunculan awal diagnosa gangguan kepribadian pada masa remaja, maka diperlukan intervensi secara dini sebelum terbentuk kepribadian antisosial pada awal masa dewasa nantinya.(2, 7)
Kurangilah hukuman untuk mengontrol perilaku, penegasan terhadap aturan dan menerapkan disiplin pada anak, kurangi kesalahan-kesalahan dalam dunia pendidikan terhadap cara mengajar guru, belajar berbagai permasalahan sosial dan penerapan EQ terutama pada keahlian interpersonal, konsisten terhadap konsekuensi dari perilaku-perilaku yang buruk, belajar menghormati orang lain, perbedaan etnis, budaya dan sebagainya.(2, 7)

 IX.            PROGNOSIS
Jika gangguan kepribadian antisosial berkembang, perjalanan penyakitnya tidak mengalami remisi, dan puncak perilaku antisosial biasanya terjadi pada masa remaja akhir. Prognosisnya adalah bervariasi. Beberapa laporan menyatakan bahwa gejala menurun saat pasien menjadi semakin bertambah umur. Banyak pasien memiliki gangguan somatisasi dan keluhan fisik multipel. Gangguan depresif, gangguan penggunaan alkohol dan penyalahgunaan zat laiinya adalah sering.(2, 3)

    X.            KESIMPULAN
Gangguan kepribadian antisosial secara klinis merupakan gangguan karakter kronis seperti sifat menipu, pemaksaan dan cenderung berlawanan dengan orang-orang secara umumnya. Penderita gangguan kepribadian antisosial ini pada umumnya adalah perilaku kriminal. Individu pengidap gangguan kepribadian antisosial kurang peduli dengan moralitas dan standar hukum yang berlaku di dalam masyarakat, bahkan mereka cenderung untuk melawan hukum-hukum sosial yang berlaku. Perilaku antisosial berkembang dan terbentuk dari hubungan sosial dalam rumahtangga yang penuh dengan kekerasan, komunitas masyarakat dan lingkungan pendidikan yang penuh kekerasan juga ikut mempengaruhi terbentuknya gangguan antisosial. Hal ini akan mempengaruhi temperamen dan sikap lekas marah pada anak, kemampuan berpikir, keterlibatan dalam kenakalan remaja, terlibat dalam kekerasan dan kriminalias dan rendahnya penyelesaian permasalahan. Perilaku antisosial berhubungan erat dengan pelbagai bentuk perilaku lainnya dan masalah perkembangan seperti hiperaktif, depresi, kesulitan belajar dan impulsif.


DAFTAR PUSTAKA

1.         Smallwood P. Personality Disorder.  Massachusetts General Hospital Psychiatry Update and Board Preparation. Massachusetts: Mc graw-hill; 2000. p. 187-92.


2.         Kaplan, Shadock. Gangguan Kepribadian.  Sinoposis Psikiatri. Edisi Ketujuh. New York, USA: the Univ. of the new York Univ. medical Centre; 2003. h. 253-5.

3.         Kay J. Personality Disorder. In: Tasman, Kay, Lieberman, editors. Phychiatry behaviour Science and Clinical Essential. Philadelphia: W.B. Saunders Company; 2000. p. 485-8.

4.         Bienenfeld D. Personality Disorder. Wright State, USA; 2006 [cited 2010 16 Februari 2010]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/294307-overview.

5.         Maramis Willy F. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press; 2005. h. 293-5.

6.         Association WH. Mental and Behaviour Disorder. New  York, USA; 2006 [cited 2010 16 Ferbuari 2010]. Available from: http://apps.who.int/classifications/apps/icd/icd10online/.

7.         Puri BK. Personality Disorder.  Textbook of Psychiatry. London, UK: Churchill Livingstone; 2002. p. 304-7.



Komentar

Postingan Populer