PSIKOTERAPI
PSIKOTERAPI
(Indah Triayu Irianti)
I.
PENDAHULUAN
Dalam perspektif bahasa, psikoterapi berasal dari kata psyche dan therapy. Kata psyche berarti jiwa, sedangkan therapy yang berarti penyembuhan. Jika digabungkan psikoterapi mempunyai arti penyembuhan jiwa. Psikoterapi merupakan salah satu modalitas terapi yang terandalkan dalam tatalaksana pasien psikiatri disamping psikofarmaka dan terapi fisik. Sebetulnya dalam kehidupan sehari-hari, prinsip-prinsip dan beberapa kaidah yang ada dalam psikoterapi ternyata juga digunakan, antara lain dalam konseling, pendidikan dan pengajaran, atau pun pemasaran. 1,2
Dalam
praktek, psikoterapi dilakukan dengan percakapan dan observasi. Percakapan
dengan seseorang dapat mengubah pandangan, keyakinan serta perilakunya secara mendalam,
dan hal ini sering tidak kita sadari. Beberapa contohnya, antara lain seorang
penakut, dapat berubah menjadi berani, atau, dua orang yang saling bermusuhan
satu sama lain, kemudian dapat menjadi saling bermaafan, atau, seseorang yang
sedih dapat menjadi gembira setelah menjalani percakapan dengan seseorang yang
dipercayainya. Bila kita amati contoh-contoh itu, akan timbul pertanyaan,
apakah sebenarnya yang telah dilakukan terhadap mereka sehingga dapat terjadi
perubahan tersebut. Pada hakekatnya yang dilakukan ialah pembujukan atau
persuasi. Caranya dapat bermacam-macam, antara lain dengan memberi nasehat,
memberi contoh, memberikan pengertian, melakukan otoritas untuk mengajarkan
sesuatu, memacu imajinasi, melatih, dsb.
Pembujukan ini dapat efektif asal dilakukan pada saat yang tepat, dengan
cara yang tepat, oleh orang yang
mempunyai cukup pengalaman. Pada prinsipnya pembujukan ini terjadi dalam
kehidupan sehari-hari, dalam berbagai bidang, dan dapat dilakukan oleh banyak
orang. 2,3
Dalam dunia kedokteran, komunikasi
antara dokter dengan pasien merupakan hal yang penting oleh karena percakapan
atau pembicaraan merupakan hal yang selalu terjadi diantara mereka. Komunikasi
berlangsung dari saat perjumpaan pertama, yaitu sewaktu diagnosis belum ditegakkan
hingga saat akhir pemberian terapi. Apa pun hasil pengobatan, berhasil atau pun
tidak, dokter akan mengkomunikasikannya dengan pasien atau keluarganya; hal itu
pun dilakukan melalui pembicaraan. Dalam keseluruhan proses tatalaksana pasien,
hubungan dokter-pasien merupakan hal yang penting dan sangat menentukan, dan
untuk dapat membentuk dan membina hubungan dokter-pasien tersebut, seorang dokter dapat mempelajarinya
melalui prinsip-prinsip psikoterapi.2,3
II. DEFINISI
Psikoterapi
merupakan sarana untuk memeriksa pikiran yang bersifat disfungsional, perasaan,
dan perilaku dengan tujuan untuk mengubah pikirian dengan interaksi yang sistematis
antara klien dan terapis dengan menggunakan prinsip-psinsip psikologis untuk
membantu menghasilkan perubahan dalam tingkah laku, pikiran, dan perasaan klien
dalam membantu klien mengatasi tingkah laku yang abnormal dan memecahkan masalah-masalah
dalam hidupnya sehingga klien dapat berkembang sebagai seorang individu.4
III.
PRINSIP PRINSIP
UMUM PSIKOTERAPI
Psikoterapi
dilakukan dengan cara percakapan atau wawancara (interview). Dalam suatu wawancara, tidak dapat dipisahkan antara
sifat terapeutik dan penegakan diagnosis. Biasanya, pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan mengandung kedua aspek tersebut, yaitu untuk mengoptimalkan hubungan
interpersonal dengan pasien (sifat terapeutik), dan untuk melengkapi data dalam
usaha menegakkan diagnosis. Dalam melakukan psikoterapi, wawancara harus lebih
mengutamakan aspek terapeutiknya, data yang diperlukan akan berangsur terkumpul
dengan kian membaiknya hubungan interpersonal yang terjalin antara dokter
dengan pasiennya, sehingga berartinya suatu wawancara tergantung dari sifat
hubungan terapis dengan pasiennya tersebut. 2,3
Dalam
melakukan wawancara, hendaknya kita juga melakukan observasi secara menyeluruh
dengan teliti. Sambil mengajukan pertanyaan, kita juga mengamati dan turut
serta (sebagai participant observer)
dalam proses yang sedang berlangsung pada saat dan situasi tersebut (“the here and now”). Yang kita amati yaitu : apa yang terjadi pada pasien, apa
yang terjadi pada pewawancara atau terapis sendiri, serta apa yang terjadi di
antara terapis dan pasiennya. Dalam berhadapan dengan pasien, dokter atau
terapis mempengaruhi pasien dengan sikap dan perkataannya, dari menit ke menit,
saat ke saat. Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan sebetulnya bukan hanya apa
yang kita bicarakan, tetapi juga bagaimana cara kita melakukannya, kapan (saat
atau waktu yang tepat) kita mengungkapkan hal tertentu yang ingin kita sampaikan,dan
bagaimana hubungan antara si penolong (dokter atau terapis) dan yang ditolong
(pasien) tersebut. Hal-hal tersebut dapat membuat pasien menjadi lebih tenang
atau sebaliknya menjadi tegang, lebih terbuka atau tertutup, lebih percaya atau
pun curiga, sehingga dapat disimpulkan bahwa selalu ada pengaruh terapeutik
maupun kontraterapeutik, dan tidak pernah netral sama sekali, karena setiap orang mempunyai
latar belakang kepribadian dan pengalaman hidup yang berbeda-beda, yang
mempengaruhi cara pandang, cara berpikir dan menghayati segala sesuatu. 2,3,5
Hal
yang sebaliknya juga perlu diingat, bahwa wawancara bukan hanya menghasilkan
pengaruh dokter atau terapis atas pasien, namun juga pengaruh pasien terhadap
dokternya. Sang dokter, sadar atau tidak, akan terpengaruh oleh sikap
dan perkataan pasien, yang akan
tercermin dalam sikap, perasaan dan perilakunya
sendiri. Dipacu oleh sikap dan perilaku
pasien terhadapnya (ditambah lagi dengan kehidupan fantasinya sendiri), dokter atau terapis dapat
menjadi tenang, tegang,
santai, kuatir, terbuka, tertutup, bosan, sedih, kesal, malu,
terangsang, dll. Perasaan-perasaan
tersebut turut menentukan
apa yang dikatakannya kepada pasien (atau tidak dikatakannya) dan
bagaimana ia mengatakannya. Untuk
dapat
mengatasi hal ini seorang dokter atau terapis perlu belajar
untuk memantau perasaan-perasaan reaktifnya tersebut, agar ucapan-ucapan dan
sikapnya terhadap pasien sedapat-dapatnya beralasan profesional dan sedikit
mungkin tercampur dengan
unsur-unsur yang berasal dari respons emosional subyektifnya
sendiri. Agar tujuan terapeutik tercapai, hendaknya senantiasa diusahakan agar
dokter dapat menciptakan dan
memelihara hubungan yang optimal antara dokter
dan pasien. Dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan
kepada pasien, senantiasa harus dipertimbangkan bilamana dan bagaimana kita
akan menanyakan hal tersebut. Bila konteksnya kurang tepat, misalnya : pasien
justru dapat merasa tersinggung atau dipermalukan oleh pertanyaan kita (nyata
atau tidak nyata), pasien mungkin akan menolak atau menyangkal, atau akan
membuat-buat jawabannya.2,3,6
IV.
JENIS
JENIS PSIKOTERAPI
Menurut konsep teoritis tentang
motivasi dan perilaku, psikoterapi dapat dibedakan menjadi: psikoterapi
perilaku atau behavioral (kelainan
mental-emosional dianggap teratasi bila deviasi perilaku telah dikoreksi),
psikoterapi kognitif, psikoterapi analitik, dinamik, intrapersonal,dan
humanistik . Psikoterapi kognitif dan perilaku banyak bersandar pada teori
belajar, sedangkan psikoterapi dinamik berdasar pada konsep-konsep
psikoanalitik Freud dan pasca-Freud.2,3
1. Psikodinamik (psikoanalitik)
psikoterapi adalah
di mana seorang terapis psikoanalisis akan mendorong klien untuk mengatakan apa
pun yang terjadi melalui pikirannya. Hal Ini akan membantu klien untuk
menyadari makna tersembunyi atau pola dalam apa yang klien lakukan atau katakan
yang mungkin berkontribusi terhadap masalahnya. Klien akan diberikan waktu untuk
berpikir dan berbicara tentang
perasaannya tentang diri sendiri dan orang lain (terutama keluarga dan
orang-orang terdekat). Biasanya klien akan membahas apa yang terjadi dalam
hidup klien saat ini, apa yang telah terjadi di masa lalu, bagaimana masa lalu
dapat mempengaruhi bagaimana klien merasa, berpikir dan berperilaku sekarang.7
2. Terapi perilaku kognitif adalah suatu bentuk psikoterapi
dengan cara membantu klien dalam
mengatasi masalah yaitu dengan mengubah cara klien berperilaku. Sebagai contoh, klien mungkin perlu
untuk mengatasi rasa takut, atau fobia. Terapis
akan membantu klien secara bertahap, dengan menggunakan lebih banyak waktu
untuk situasi yang sedang klien rasakan, seperti rasa takut, penggunaan waktu
yang lebih lama akan membantu klien merasa lebih nyaman dan santai dalam terapi
ini.4,7
3. Terapi kognitif analitis adalah suatu bentuk pengobatan
di
mana seorang terapis membantu pasien untuk memahami hal-hal yang tidak beres di
masa lalunya dan mengeksplorasi bagaimana untuk memastikan bahwa mereka tidak bersalah
pada waktu yang akan datang.8
4. Terapi interpersonal adalah suatu bentuk psikoterapi untuk pengobatan untuk
depresi. Hal ini bertujuan untuk membantu klien untuk memahami bagaimana
masalah yang dihadapinya, dan membantu klien untuk mengetahui bagaimana
memperkuat hubungan antar sesama dan
menemukan bagaimana cara yang lebih baik untuk mengatasi masalah.7,9
5. Terapi humanistik adalah suatu bentuk
psikoterapi yang berfokus untuk mengenali kemampuan
manusia dalam bidang-bidang seperti kreativitas, pertumbuhan pribadi, dan
pilihan. Tujuan utamanya adalah
untuk mencari tahu bagaimana individu memandang diri mereka sendiri dan untuk
mengenali pertumbuhan, pengarahan diri sendiri, dan tanggung jawab. Metode ini membantu klien dalam upaya
untuk mengenali kekuatan mereka dengan
pengalaman dan pemahaman. 10
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai,
psikoterapi terbagi atas : psikoterapi suportif, psikoterapi reedukatif, dan
psikoterapi rekonstruktif.2
1. Psikoterapi Suportif.
Psikoterapi suportif berfokus pada
penggunaan langkah-langkah langsung untuk memperbaiki gejala, mengembangkan,
dan meningkatkan harga diri, dan dukungan fungsi ego dan mekanisme pertahanan adaptif.
Bentuk terapi ini bertujuan untuk membantu pasien supaya lebih baik dalam
mengatasi gejala dan memecahkan masalah, bukan untuk mencapai perubahan
perilaku yang mendasar. Sementara teknik yang mendukung dapat digunakan sebagai
bagian dari modalitas lainnya,
faktor-faktor pasien seperti krisis yang parah, kecemasan, miskin, dan
toleransi frustrasi, kurangnya pikiran psikologis dan kapasitas untuk
pengamatan-diri, pikiran dan perilaku tidak teratur, kecerdasan terbatas,
gangguan realitas, afektif miskin dan kontrol impuls, dan gangguan kemampuan
relasional menghalangi terapi lebih ekspresif. Psikoterapi suportif adalah
bentuk yang paling banyak dipraktekkan dari psikoterapi individu. Cara
atau pendekatan: bimbingan, reassurance,
terapi kelompok. 2,4,11
2. Psikoterapi Reedukatif.
Bertujuan untuk mengubah pola perilaku dengan meniadakan kebiasaan (habits) tertentu dan membentuk kebiasaan
yang lebih menguntungkan. Prinsipnya adalah dengan belajar.
Cara atau pendekatan yaitu dengan terapi perilaku, terapi kelompok, terapi
keluarga, psikodrama. Pasien yang diterapi dengan cara
ini memiliki gangguan jiwa yang dianggap berasal dari pengalaman belajar yang
salah (ex: tempat tinggi menakutkan, kucing berbahaya, dll), sehingga perlu
diajarkan kembali bahwa semua itu tidak berbahaya.2,12
3. Psikoterapi Rekonstruktif.
Bertujuan untuk tercapainya tilikan (insight)
akan konflik-konflik nirsadar, dengan usaha untuk mencapai perubahan luas
struktur kepribadian seseorang. Cara atau pendekatan: Psikoanalisis klasik, psikoterapi
berorientasi psikoanalitik atau dinamik. Terapis menggunakan pendekatan
psikoanalitik (cara Freud dan non-Freud) sehingga memerlukan waktu yang
panjang. Terapis akan membantu pasien untuk mengenal proses nirsdar yang
mendasari gejalanya, melalui analisis yang sistematik terhadap kata-kata
pasien, mekanisme defensifnya, analisis mimpi, serta simbolisasi dari suatu hal
yang buruk di masa lalu. Contoh: pada pasien dengan gejala takut gelap, terapis
membantu pasien untuk berpikir, merenung dan menggali apa sebenarnya yang ia
takutkan (bisa jadi gelap tersebut adalah simbolisasi dari suatu hal buruk di
masa lalu).2,12
Berdasarkan
dalamnya, psikoterapi terbagi atas psikoterapi yang bersifat superficial dan
mendalam. 2
1.
Superficial,
yaitu yang menyentuh hanya kondisi atau proses pada permukaan, yang tidak
menyentuh hal-hal yang nirsadar atau materi yang direpresi.2
2.
Mendalam
(deep), yaitu yang menangani hal atau
proses yang tersimpan dalam alam nirsadar atau materi yang direpresi.2
Berdasarkan teknik
yang digunakan, psikoterapi dibagi menurut teknik perubahan yang digunakan,
antara lain psikoterapi ventilasi, sugestif, persuasi, reassurance, bimbingan,
penyuluhan,dan penerapan. 2,4
1.
Ventilasi
Psikoterapi ini memebrikan kebebasan kepada pasien untuk mengemukakan isi hatinya. Dengan demikian pasien merasa lega dan keluhannya berkurang. Sikap terapis yaitu menjadi pendengar yang baik dan penuh perhatian. 2,4
Psikoterapi ini memebrikan kebebasan kepada pasien untuk mengemukakan isi hatinya. Dengan demikian pasien merasa lega dan keluhannya berkurang. Sikap terapis yaitu menjadi pendengar yang baik dan penuh perhatian. 2,4
2. Persuasi
Dilakukan dengan cara menerangkan secara masuk akal tentang gejala-gejala penyakit klien yang timbul akibat cara berpikir, perasaan, dan sikapnya terhadap masalah yang dihadapinya. Terapis berusaha membangun,mengubah, dan menguatkan impuls tertentu serta membebaskannya dari impuls yang menganggu secara masuk akal dan sesuai isi nurani, serta berusaha meyakinkan pasien dengan alasan yang masuk akal bahwa gejalanya akan hilang.2,4
Dilakukan dengan cara menerangkan secara masuk akal tentang gejala-gejala penyakit klien yang timbul akibat cara berpikir, perasaan, dan sikapnya terhadap masalah yang dihadapinya. Terapis berusaha membangun,mengubah, dan menguatkan impuls tertentu serta membebaskannya dari impuls yang menganggu secara masuk akal dan sesuai isi nurani, serta berusaha meyakinkan pasien dengan alasan yang masuk akal bahwa gejalanya akan hilang.2,4
3.
Reassurance
Psikoterapi jenis ini berusaha meyakinkan kembali kemapuan pasien untuk menghadapi masalahnya. Sikap terapis ialah meyakinkan secara tegas dengan menunjukkan hasil-hasil yang telah dicapai oleh pasien. Topik pembicaraan ialah pengalaman pasien yang berhasil nyata.2,4
Psikoterapi jenis ini berusaha meyakinkan kembali kemapuan pasien untuk menghadapi masalahnya. Sikap terapis ialah meyakinkan secara tegas dengan menunjukkan hasil-hasil yang telah dicapai oleh pasien. Topik pembicaraan ialah pengalaman pasien yang berhasil nyata.2,4
4.
Sugestif
Psikoterapi ini menanamkan kepercayaan pada pasien bahwa gangguannya akan hilang. Sikap terapis adalah meyakinkan dengan tegas bahwa gejala pasien akan hilang. Topik pembicaraan, gejala gejala bukan karena kerusakan oraganik/fisik dan timbulnya gejala gejala tersebut tidak logis.2,4
Psikoterapi ini menanamkan kepercayaan pada pasien bahwa gangguannya akan hilang. Sikap terapis adalah meyakinkan dengan tegas bahwa gejala pasien akan hilang. Topik pembicaraan, gejala gejala bukan karena kerusakan oraganik/fisik dan timbulnya gejala gejala tersebut tidak logis.2,4
5.
Bimbingan
Psikoterapi ini diberikan dengan penuh wibawa dan pengertian. Caranya dengan memberikan nasehat kepada pasien.2,4
Psikoterapi ini diberikan dengan penuh wibawa dan pengertian. Caranya dengan memberikan nasehat kepada pasien.2,4
6.
Penyuluhan
Penyuluhan akan membantu pasien untuk memahami dirinya secara lebih baik. Sikap terapis menyampaikan secara halus dan penuh kearifan.2,4
Penyuluhan akan membantu pasien untuk memahami dirinya secara lebih baik. Sikap terapis menyampaikan secara halus dan penuh kearifan.2,4
7.
Penerapan
Psikoterapi dapat diterapkan pada gangguan psikotik, gangguan somatis, dan gangguan penyesuaian.2,4
Psikoterapi dapat diterapkan pada gangguan psikotik, gangguan somatis, dan gangguan penyesuaian.2,4
Berdasarkan
setting-nya, psikoterapi terdiri atas
psikoterapi individual dan kelompok (terdiri atas terapi marital/pasangan, terapi
keluarga, terapi kelompok).2,7
1.
Terapi
individual.
2. Terapi marital
atau pasangan diindikasikan bila ada problem di antara pasangan, misalnya
komunikasi, persepsi.2,7
3. Terapi keluarga,dilakukan
bila struktur dan fungsi dalam suatu keluarga tidak berjalan sebagaimana
mestinya. Bila salah satu anggota keluarga mengalami gangguan jiwa, akan
mempengaruhi keadaan dan interaksi dalam keluarga dan sebaliknya, keadaan
keluarga akan mempengaruhi gangguan serta prognosis.2,7
V.
PROSES PSIKOTERAPI
Dalam
psikoterapi, begitu banyak variabel yang berperan sehingga kita dapat
kehilangan arah dan terhalang oleh faktor-faktor yang mempengaruhi proses, baik dari sisi pasien, dokter
maupun sifat hubungan antara dokter-pasien. 2
Dari sisi
pasien, faktor yang dapat mempengaruhi proses, antara lain adanya motivasi,
fenomena transferensi, resistensi, mekanisme defensi, dsb. Transferensi adalah
suatu distorsi persepsi pada pasien, yang secara nirsadar menganggap seorang
terapis sebagai figur yang bermakna pada masa lalunya. Bila hal ini
diketahui/disadari oleh terapis, justru dapat digunakan sebagai alat atau
sarana untuk mencapai tujuan psikoterapi. Resistensi (berbeda dengan
definisi menurut ilmu kedokteran umum - yang berarti daya tahan organisme
terhadap penyakit) yaitu perlawanan pasien terhadap usaha-usaha untuk mengubah
pola perilakunya, memberikan suatu tilikan, membuat unsur nirsadar menjadi
sadar. Mekanisme defensi, yaitu mekanisme nirsadar untuk mengelakkan
pengetahuan sadar tentang konflik dan ansietas yang berkaitan dengan hal itu.2,3,4
Dari pihak
dokter atau terapis, hal yang sama dapat pula dialami, yaitu
kontra-transferensi (salah persepsi terapis terhadap pasiennya), resistensi,
dsb., disertai teknik dan ketrampilan yang dimiliki oleh sang terapis, turut
mempengaruhi proses terapi. Secara garis besar, untuk psikoterapi yang
terstruktur, terdapat kerangka umum yang terencana, sehingga seseorang dapat
lebih terarah dan mantap dalam usaha untuk mencapai tujuan terapeutik yang
bermakna. Kerangka kerja umum tersebut hendaknya cukup luwes dan luas (holistik),
yang dapat mencakup berbagai orientasi dan disiplin. Adapun kerangka proses
psikoterapi tersebut :2,4,5
1.
Fase Awal:2
Tujuannya
membentuk hubungan kerja dengan pasien. Tugas Terapeutik : 1. Memotivasi pasien
untuk menerima terapi, 2. Menjelaskan dan menjernihkan salah pengertian
mengenai terapi (bila ada), 3. Meyakinkan pasien bahwa terapis mengerti
penderitaannya dan bahwa terapis mampu membantunya, 4. Menetapkan secara
tentatif mengenai tujuan terapi.
Resistensi
pada pasien dapat tampil dalam bentuk: 1. Tidak ada motivasi terapi dan tidak
dapat menerima fakta bahwa ia dapat dibantu, 2.Penolakan terhadap arti dan
situasi terapi, 3. Tidak dapat dipengaruhi, terdapat hostilitas dan agresi,
dependensi yang mendalam, dan 4. Berbagai resistensi lain yang menghambat
terjalinnya hubungan yang sehat dan hangat.
Masalah
kontratransferensi dalam diri terapis, antara lain: 1. Tidak mampu bersimpati,
berkomunikasi dan saling mengerti secara timbal balik,2. Timbul iritabilitas
terhadap penolakan pasien untuk terapi dan terhadap terapis, 3. Tidak mampu
memberi kehangatan kepada pasien, dan 4. Tidak dapat menunjukkan penerimaan dan
pengertian terhadap pasien dan masalahnya.
2.
Fase Pertengahan:2
Tujuannya:
menentukan perkiraan sebab dan dinamik gangguan yang dialami pasien,
menerjemahkan tilikan dan pengertian (bila telah ada), menentukan langkah
korektif. Tugas terapeutik: 1.Mengeksplorasi berbagai frustrasi terhadap
lingkungan dan hubungan interpersonal yang menimbulkan ansietas. Bila melakukan
psikoterapi dinamik, gunakan asosiasi, analsisi karakter, analisis
transferensi, interpretasi mimpi. Pada terapi perilaku, kita menilai
faktor-faktor yang perlu diperkuat dan gejala-gejala yang perlu dihilangkan. 2.
Membantu pasien dalam mengatasi ansietas yang berhubungan dengan problem kehidupan.
Resistensi
pada pasien dapat tampil dalam bentuk: 1. Rasa bersalah terhadap pernyataan dan
pengakuan adanya gangguan dan kesulitan dalam hubungan interpersonal dengan
lingkungan, 2. Tidak mau, atau tidak mampu (bila ego lemah), menghadapi dan
mengatasi ansietas yang berhubungan dengan konflik, keinginan dan ketakutan
Masalah
kontratransferensi dalam diri terapis dapat berupa: 1.Terapis mengelak dari
problem pasien yang menimbulkan ansietas dalam diri terapis; 2. Ingin
menyelidiki terlalu dalam dan cepat pada fase permulaan, 3. Merasa jengkel
terhadap resistensi pasien.
3. Fase akhir: 2
Tujuannya
yaitu: terminasi terapi. Tugas terapeutiknya antara lain: 1. Menganalisis
elemen-elemen dependensi hubungan terapis – pasien: 2. Mendefinisikan kembali
situasi terapi untuk mendorong pasien membuat keputusan, menentukan nilai dan
cita-cita sendiri. 3. Membantu pasien mencapai kemandirian dan ketegasan diri
yang setinggi-tingginya.
Resistensi
pada pasien dapat berupa: 1. Penolakan untuk melepaskan dependensi; 2.
Ketakutan untuk mandiri dan asertif
Masalah
kontratransferensi pada terapis: 1. Kecenderungan untuk mendominasi dan terlalu
melindungi pasien: 2. Tidak mampu mengambil sikap/peran yang non direktif
sebagai terapis.
VI.
EFEKTIVITAS
PSIKOTERAPI
Dari berbagai penelitian statistik
yang telah dilakukan, ternyata di antara sekian banyak bentuk dan jenis
psikoterapi yang ada, tidak satu pun terbukti lebih unggul daripada yang lain.
Perbaikan terapeutik yang dicapai, ditentukan oleh faktor-faktor:2
- tujuan yang ingin dicapai
- motivasi pasien
- kepribadian dan ketrampilan terapis
- teknik yang digunakan
VII.
SYARAT-SYARAT
MENJADI PSIKOTERAPIS
Psikoterapis adalah seseorang yang melakukan
terapi untuk mengatasi gangguan mental dengan metode yang teruji dan sesuai
prinsip ilmu psikologi modern. Kegiatan seorang psikoterapis adalah
menyembuhkan gangguan pikiran, mengatasi masalah perasaan, mengubah perilaku,
merenovasi kepribadian, membantu pekermbangan diri seseorang, dan memperbaiki
hubungan satu orang dengan orang lainnya.13
Seorang psikoterapis bisa membantu mengatasi
fobia, trauma, depresi, kecemasan, stress, rasa minder, perilaku obsesif
kompulsif, halusinasi, gangguan tidur, kebiasaan buruk dan berbagai masalah
psikologis lainnya. Seorang psikoterapis juga bisa membatu mengembangkan
kualitas pribadi seseorang, meningkatkan kepercayaan diri, meningkatkan
kemampuan membuat keputusan dan membantu menciptakan karakter pribadi yang
sesuai keinginan seseorang.
Setiap orang bisa menjadi Psikoterapis setelah melalui
pelatihan tertentu dan memenuhi syarat berikut:13
- Mempunyai
pengetahuan mengenai dasar-dasar ilmu psikologi dan
psikopatologi (ilmu tentang penyakit mental), serta proses-proses mental
yang terjadi pada manusia. Hal ini dapat diperoleh dari mengikuti kuliah,
kursus, maupun membaca sendiri.
- Dapat
menarik suatu kesimpulan tentang keadaan mental pasien yang
telah diperiksa. Hal ini didapat dari pengetahuan dan pengalaman. Seorang
psikoterapis haruslah merupakan pendengar yang cermat. Dia tidak hanya
mendengar, tapi memahami apa yang tersurat ataupun yang tersirat dibalik
kata-kata yang diucapkan pasien. Dengan mendengar secara cermat dan
dibekali oleh pengetahuan yang cukup, Psikoterapis akan mendapat gambaran
tepat tentang pasien-pasien yang diwawancarai atau diperiksa.
- Seorang
psikoterapis hendaknya punya kemampuan berkomunikasi yang baik, mampu
menjalin keakraban, persuasif, tahu cara memberi nasihat yang tepat, bisa
memberikan contoh, empati (bisa memahami perasaan orang lain), punya
kemampuan menghibur dan kemampuan interpretasi.
- Terampil
dalam menerapkan teknik dan metode penanganan masalah mental pasien.
Sungguh, sebuah ilmu hanya akan menjadi pengetahuan apabila si pemilik
ilmu tidak bisa menerapkannya dengan benar. Oleh karena itu, ketrampilan
dalam menerapkan teknik psikoterapi sangatlah penting bagi seorang
Psikoterapis.
- Sikap
dan kepribadian yang tepat. Seorang psikoterapis hendaknya adalah orang
yang sehat secara mental dan berkarakter kuat. Seorang psikoterapis
haruslah percaya diri, flexible (mudah bergaul), obyektif (tidak memihak
siapapun) dan optimis.
- Kesenangan
melakukan pekerjaannya. Ketika seseorang Psikoterapis melakukan
psikoterapi hanya karena tuntutan kerja, maka dia akan melakukan
psikoterapi sebagai beban. Akhirnya tidak ada totalitas dalam menangani
pasiennya. Proses psikoterapi adalah hubungan kedekatan personal antara
Psikoterapis dan Pasien, yang mana membutuhkan totalitas dalam melakukan
pekerjaan. Oleh karena itu, carilah psikoterapis yang benar-benar
menyenangi pekerjaannya sebagai Psikoterapis.
- Senang
belajar hal baru. Seorang psikoterapis yang efektif hendaknya tidak
berhenti belajar dan selalu haus akan pengetahuan yang akan memperkaya
wawasannya tentang dinamika manusia. Pada kenyataannya mengandalkan
pengetahuan yang diperoleh di bangku kuliah saja tidaklah cukup.
Selain
memenuhi tujuh syarat di atas, seorang psikoterapis dibaiknya punya hak dan
legalitas untuk melakukan psikoterapi. Hak dan legalitas ini ditandai dengan
adanya surat izin dari instansi terkait. 13
VIII.
KESIMPULAN
Psikoterapi
adalah cara cara atau pendekatan yang menggunakan teknik teknik psikologik
untuk menghadapi ketidakserasian atau gangguan mental. Psikoterapi menggarap
hal hal yang dasar dan rasional, serta nirsadar dan irasional. Gejala gejala
yang tampak secara klinis pada pasien, menggambarkan perilakunya menghadapi
hidup. Apabila ingin menyembuhkan jiwa atau mencari jalan untuk kesembuhan
jiwa, kita harus memahami hal-hal yang mempengaruhi seseorang sejak masa dini
hingga kini.
Dalam melakukan
psikoterapi, hendaknya kita mengoptimalkan fungsi mendengar dengan seksama (theraupeutic or empathic listening) dan
mengoptimalkan hubungan terapeutik (theraupetic
alliance). Kita jangan berpreokupasi
pada tujuan yang ingin dicapai (misanya harus memberikan saran apa bagi
pasien). Semakin kita mendengar, kian jelas apa yang harus kita lakukan.
Komentar
Posting Komentar
mampir comment dulu sodara..