KARSINOMA NASOFARING


PENDAHULUAN
              Keganasan nasofaring banyak terjadi di asia. Sering terjadi kekeliruan dalam mendiagnosis karena gejalanya yang samar-samar dan sulitnya pemeriksaan nasofaring.Diagnosis dini menentukan prognosis pasien, namun cukup sulit dilakukan, karena nasofaring tersembunyi di belakang tabir langit-langit dan terletak di bawah dasar tengkorak serta berhubungan dengan bayak daerah penting di dalam tengkorak amper lateral maupun ke posterior leher. Oleh karena letak nasofaring tidak mudah diperiksa oleh mereka yang bukan ahli, seringkali tumor ditemukan terlambat dan sering menyebabkan metastasis ke leher lebih sering ditemukan sebagai gejala pertama.
                    Ada beberapa jenis keganasan yang terdapat di nasofaring yaitu karsinoma sel skuamous, limfoma, keganasan kelenjar ludah, dan sarcoma. Karsinoma nasofaring termasuk penting dalam skala dunia. Di Cina selatan karsinoma nasofaring menmepati kedudukan tertinggi yaitu dengan 2.500 kasus baru pertahun untuk propinsi Guan-dong atau prevalensi 39.84/100.000 penduduk. Ras Mongoloid merupakan amper dominant timbulnya krsinoma nasofaring, sehingga sering terjadi pada penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura dan Indonesia. Ditemukan cukup banyak pula di Yunani, Afrika bagian utara seperti Aljazair dan Tunisia, pada orang Eskimo di Alaska, diduga penyebabnya adalah karena mereka memakan makanan yang diawetkan dalam musim dngin yang menggunakan bahan pengawet nitrosamine. Di Indonesia frekuensi pasien ini amper meratadi setiap daerah. Di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, RS. Hasan Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus, Ujung pandang 25 kasus, Palembang 25 kasus, Dnpasar 15 kasus, Padang dan Bukit tinggi 11 kasus. Demikian pula angka-angka yang didapatkan di Medan, Semarang, Surabaya dan lain-lain menunjukkan bahwa tumor ganas ini terdapat merata di Indonesia. Salah satu etiologi karsinoma nasofaring adalah disebabkan virus Epstein-Barr. Karsinoma nasofaring lebih sering terjadi pada laki-laki, umur 40 dan 50 tahun, tetapi kadang juga dijumpai pada anak-anak. 90% adalah karsinoma, sisanya yang terbanyak adalah limfoma. Karsinoma nasofaring menyebar secara local melalui perluasan langsung, secara regional melalui nodul-nodul sekitarnya, dan secara jauh melalui aliran darah. Metastase jauh ke paru-paru, tulang, dan hepar paling sering terjadi di nasofaring dibandingkan tempat lain di leher dan kepala.

               Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak  ditemukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh karsinoma hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam prosentase rendah. Berdasarkan data laboratorium patologi anatomi tumor ganas nasofaring selalu berada dalam kedudukan lima besar dari tumor ganas tubuh manusia bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara,dan tumor getah bening.


DEFINISI
          Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang sering ditemukan pada pria berusia lebih dari 40 tahun. Banyak terdapat pada bangsa Asia terutama orang Tionghoa. Biasanya mulai dari daerah fosa Rossenmuler. Tumor ini tumbuh dari epitel yang meliputi jaringan limfoid. Tumor primer dapat kecil, akan tetapi telah menimbulkan metastasis pada kelenjar limfe regional, biasanya pada leher.
ETIOLOGI
          Penyebab karsinoma nasofaring ada berbagai faktor :
Sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-Barr, karena pada semua pasien karsinoma nasofaring didapatkan titer anti virus EB yang cukup tinggi. Titer ini lebih tinggi dari titer orang sehat, pasien tumor ganas leher dan kepala lainnya, tumor organ tubuh lainnya, bahkan pada kelainan nasofaring yang lain sekalipun.
1.      Letak geografis berupa ras Mongoloid, Asia Tenggara, Yunani, Afrika Utara seperti Aljazair, Tunisia, Eskimo. 
2.      Jenis kelamin , tumor ini lebih sering ditemukan pada laki-laki 
3.      Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia, asap sejenis kayu tetentu, kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu, dan kebiasaan makan makanan terlalu panas. Terdapat hubungan antara kadar nikel dalam air minum dan makanan dengan mortalitas karsinoma nasofaring, sedangkan adanya hubungan dengan keganasan lain tidak jelas.
4.      Kebiasaan penduduk Eskimo memakan makanan yang diawetkan (daging atau ikan) terutama pada musim dingin menyebabkan tingginya kejadian karsinoma ini.
5.      Faktor genetik telah banyak ditemukan kasus herediter atau familier dari pasien karsinoma nasofaring dengan keganasan pada organ tubuh lain.
PATOGENESIS
        Akhir-akhir ini ada beberapa faktor yang dianggap cenderung menimbulkan karsinoma nasofaring walaupun tidak merupakan penyebabnya sendiri. Dugaan adanya predisposisi genetik disokong oleh berbagai faktor antara lain tingginya angka kejadian pada orang cina bagian selatan dan dalam pengamatna lebih lanjut angka kejadiannya tetap lebih tinggi dibandingkan dengan orang kulit putih jika mereka bermigrasi ke daerah yang predominan orang kulit putih, setidaknya pada generasi pertama. Jika generasi kedua berinteraksi penuh dengan cara hidup barat (seperti di Hawaii atu California) resiko terkena karsinoma nasofring menurun, meskipun tidak serendah pada orang kulit putih. Juga bukti penguat diperoleh dengan pengamatan adanya hubungan langsung antra karsinoma nasofaring dengan HLA-A2dan kurang dari dua antigen pada lokus B. Perubahan lingkungan yang besar turut berperan.
           
           Faktor lingkungan akan didukung oleh pengamatan cara hidup orang cina bagian selatan. Cara memasak tradisional sering dilakukan dalam ruangan tertutup dan dengan menggunakan kayu bakar. Pembakaran ini, terutama jika tak sempurna menyebarkan partikel-partikel besar (5-10 mikrometer) yang dapat tersangkut pada hidung dan nasofaring dan kemudian tertelan. Jika pembersihan tidak sempurna karena ada penyakit-penyakit hidung, maka penyakit ini akan menetap lebih lama di nasofaring dan dapat merangsang tumbuhnya tumor. Beberapa laporan menyebutkan hubungan antara karsinoma nasofaring dengan makan ikan asin dan rendahnya kadar vitamin C sewaktu muda. Hal ini juga biasa dalam tradisi masakan cinia. Kekurangan vitamin A diduga merubah nitrat menjadi zat karsinogen yaitu nitrosamin.
              Banyak perhatian ditujukan kepada hubungan langsung antara karsinoma nasofaring dengan ambang titer antibody virus Epstein-Barr (EBV). Serum pasien-pasien orang asia dan afrika dengan karsinoma nasofaring primermaupun sekunder telah dibuktikan mengandung antibody Ig G terhadap antigen kapsid virus (VCA) EB dan seringkali pula terhadap antigen dini (EA); dan antibody Ig A terhadap VCA (VCA-IgA), sering dengan titer yang tinggi. Hubungan ini juga terdapat pada pasien Amerika yang mendapat karsinoma nasofaring aktif. Bentuk-bentuk anti-EBV ini berhubungan dengan karsinoma nasofaring tak berdifrensiasi dan karsinoma nasofaring non-keratinisasi yang aktif (dengan mikroskop cahaya) tetapi biasanya tidak dengan tumor sel skuamosa atau elemen limfoid dalam limfoepitelioma.(1)

ANATOMI NASOFARING

Nasofaring merupakan rongga dengan dinding kaku diatas, belakang dan lateral. Ke depan berhubungan dengan rongga hidung melalui koana sehingga sumbatan hidung merupakan gangguan yang sering timbul. Demikian juga penyebaran tumor ke lateral akan menyumbat muara tuba Eustachius dan akan mengganggu pendengaran serta menimbulkan cairan di telinga tengah. Kearah belakang dinding melengkung ke atas dan ke depan dan terletak di bawah korpus os sphenoid dan bagian basilar dari os oksipital. Nekrosis akibat penekanan mungkin timbul di tempat-tempat tersebut. Dibelakang atas torus tubarius terdapat resesus faring atau fosa Rosenmuleri dan tepat di ujung atas posteriornya terletak foramen laserum. Tumor dapat menjalar kearah intracranial dalam dua arah, masing-masing menimbulkan gejala neurologik yang khas. Perluasan langsung melalui foramen laserum ke sinus kavernosus dan fosa kranii media menyebabkan gangguan saraf otak III, IV, VI, dan kadang-kadang II. Sebaliknya penyebaran ke kelenjar faring lateral di dan sekitar selubung karotis atau jugularis pada ruang retroparotis akan menyebabkan kerusakan saraf otak ke IX, X, XI dan XII.
Saraf otak ke VII dan VIII biasanya jarang terkena. Di nasofaring terdapat banyak saluran limfe yang terutama mengalir ke lateral bermuara kelenjar retrofaring Krause (kelenjar Rouviere). Terdapat hubungan bebas melintasi garis tengah dan hubungan langsung dengan mediastinum melalui ruang retrofaring. Metastasis jauh sering terjadi. Pembagian daerah nasofaring :
1.      Dinding posterosuperior : daerah setinggi batas palatum durum dan mole sampai dasar tengkorak.
2.      Dinding lateral: termasuk fosa Rosenmuleri
3.      Dinding inferior: terdiri atas permukaan superior palatum mole.Pinggir orifisium koana termasuk pinggir posterior septum hidung dimasukkan sebagai fosa nasal.



HISTOPATOLOGI
         Kesukaran timbul dalam mengidentifikasi karsinoma nasofaring jenis sangat tidak berdiferensiasi dimana sudah tidak ada kekhususan epitelnya. Lebih dari 85% kemungkinan adalah karsinoma, mungkin 15% limfoma maligna dan kuang dari 2% tumor jaringan ikat. Sekali-sekali ditemukan neuroblastoma, silindroma dan tumor campur ganas. Menggunakan mikroskop electron, Ditemukan karsinoma nasofaring tumbuh dari lapisan skuamosa atau lapisan epitel respiratorius pada permukaan kripti nasofaring. Dindinga lateral yang ada fosa Rossenmulleri Merupakan lokasi tersering karsinoma nasofaring dan dinding faring posterior sedikit lebih jarang. Lebih jarang lagi tumor pada atap dan hanya sekali-kali pada dasar. Pada mulanya tumor sedemikian kecil sehingga sukar diketahui, atau tumbuh didaerah yang gejalanya tidak diketahui seperti pada fosa Rosenmulleri. Kemudian geajla-gejala akan muncul sesuai dengan arah penyebaran. Mungkin meluas melalui lubanga pada sisi yang sama dengan tumor atau mengikis tulang secara nekrosis tekanan.
KLASIFIKASI

        Sesuai dengan klasifikasi karsinoma nasofaring yang diusulkan WHO tahun 1978. ada tiga jenis bentuk histologik :

1.      Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi, terdapat jembatan interseluler dan keratin, dapat dilihat dengan mikroskop cahaya.
2.      Karsinoma nonkeratinisasi, pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya, terdapat tanda difrensiasi, tetapi tidak ada difrensiasi skuamosa.
3.      Karsinoma tidak berdifrensiasi, sel mempunyai inti vesikuler, nucleolus yang menonjol dan dinding sel tidak tegas; tumor tampak lebih berbentuk sinsitium daripada bentuk susunan batubata.

Karsinoma limfoepitelioma didapatkan dalam bentuk kedua atau ketiga. Ditandai olah tampak banyak limfosit non maligna dan secara klinis sesuai karena respon terhadap terapi lebih baik disbanding dengan bentuk lain. Tahun 1965 Svaboda melaporkan bahwa dari contoh jaringan yang diambil dari 14 pasien Amerika dan Cina dengan karsinoma nasofaring berdiferensiasi buruk yang diperiksa dengan mikrosko electron, semua menunjukkan adanya fibrilkeratin. Ini menimbulkan keraguan karena Who Dalam symposium internasionalnya mengenai karsinoma nasofaring than 1977 mendasarkan klasifikasinya atas hasil pemeriksaan mikroskop cahaya seperti tercantum diats, diman atidak selalu tampak keratin.
       Sistem klasifikasi stadium KNF yang dipakai saat ini ada beberapa macam antara lain menurut UICC, AJCC atau sistem Ho. Pada tahun 1997 AJCC dan UICC mengeluarkan sistem klasifikasi stadium terbaru yaitu edisi ke-5, menggantikan edisi ke-4 (1988). Berikut ini adalah sistem klasifikasi stadium menurut AJCC/UICC 1997 :
1.      Stadium T (ukuran/luas tumor):
·         T0        Tak ada kanker di lokasi primer
·         T1        Tumor terletak/terbatas di daerah nasofaring
·         T2        Tumor meluas ke jaringan lunak oraofaring dan atau ke kavum nasi.
 T2a      Tanpa perluasan ke ruang parafaring
 T2b      Dengan perluasan ke parafaring
·         T3        Tumor menyeberang struktur tulang dan/atau sinus paranasal
·         T4        Tumor meluas ke intrakranial, dan/atau melibatkan syaraf kranial, hipofaring, fossa infratemporal atau orbita.
2.      Limfonodi regional (N) :
·         N0       Tidak ada metastasis  ke limfonodi regional
·         N1       Metastasis unilateral dengan nodus < 6 cm diatas fossa supraklavikulaN2       Metastasis bilateral dengan nodus < 6 cm, diatas fossa supraklavikula
·         N3       Metastasis nodus :       N3a     > 6 cm
                                                N3b     meluas sampai ke fossa supraklavikula
3.      Metastasis jauh (M) :
·         M0       Tak ada metastasis jauh
·         M1       Metastasis jauh
Pembagian stadium berdasarkan klasifikasi TNMnya disusun sebagai berikut seperti pada tabel 2 berikut ini :   
Tabel 1 Stadium KNF

T1
T2a
T2b
T3
T4
N0
I
IIA
IIB
III
IVA
N1
IIB
IIB
IIB
III
IVA
N2
III
III
III
III
IVA
N3
IVB
IVB
IVB
IVB
IVB
M1
IVB
IVB
IVB
IVB
IVB

Penderita KNF umumnya (60 – 90%) datang berobat di klinik sudah stadium lanjut dengan gejala penyebaran diluar nasofaring. Tumor primer di nasofaring sudah T3 atau T4 jarang dengan T1 atau T2.

MANIFESTASI KLINIS
        Gejala karsinoma nasofaring dapat dibagi dalam 4 kelompok, yaitu gejala nasofaring sendiri, gejala telinga, gejala mata, dan saraf, serta metastasis atau gejala di leher. Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung, untuk itu nasofaring harus diperiksa dengan cermat kalau perlu dengan nasofaringoskop, karena seringa gejala belum ada sedangkan tumor sudah tumbuh atau tumor tidak tampak karena masih terdapat dibawah mukosa (creeping tumor).
       Gangguan pada telinga merupakan gejala dini yang timbul karena tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan dapat berupa tinitus, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia). Tidak jarang pasien dengan gangguan pendengaran ini baru kemudian disadari bahwa penyebabnya adalah karsinoma nasofaring. Karena nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui beberapa lobang, maka gangguan beberapa lobang, dari beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut karsinoma ini. Penjalaran melalui foramen laserum akan mengenai saraf otak ke II, IV, VI dan dapat pula ke V, shingga tidak jarang gejala diplopia lah yang membawa pasien lebih dahulu ke dokter mata. Neuralgia trigeminal merupakan gejala yang sering ditemukan oleh ahli saraf jika belum terdapat keluhan lain yang berarti. Proses karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat yang relatif jauh dari nasofaring. Gangguan ini sering disebut dengan sindrom Jackson. Bila sudah mengenai seluruh syaraf otak disebut sindrom unilateral. Dapat pula disertai dengan destruksi tulang tengkorak dan bila sudah terjadi demikian biasanya prognosisnya buruk.
            Metastase kekelenjar leher dalam bentuk benjolan di leher yang mendorong pasien untuk berobat, karena sebelumnya tidak terdapat keluhan lain.
Suatu kelainan nasofaring yang disebut lesi hiperplastik nasofaring atau LHN telah diteliti di RRC yaitu tiga bentuk yang mencurigakan pada naofaring seperti pembesaran adenoid pada orang dewasa, pembesaran nodul dan mukosistis berat pada daerah nasofaring. Kelainan ini bila diikuti bertahun-tahun kemudian akan menjadi karsinoma nasofaring.
Gejala dibagi dalam 4 kelompok yaitu : 

1. Gejala nasofaring sendiri, berupa epistaksis ringan, pilek, atau sumbatan hidung.

2. Gejala telinga, berupa tinnitus, rasa tidak nyaman sampai nyeri di telinga.
3. Gejala saraf, berupa gangguan saraf otak, seperti diplopia, parestesia daerah pipi, neuralgia trigeminal, paresis/paralisis arkus faring, kelumpuhan otot bahu, dan sering tersedak.
4. Gejala atau metastasisi dileher, berupa benjolan di leher.

Pemeriksaan foto tengkorak potongan anteroposterior, lateral dan waters menunjukkan masa jaringan lunak didaerah nasofaring. Foto dasar tengkorak memperlihatkan destruksi atau erosi tulang di daerah fosa serebri media. Dapat pula dilakuakn CT-Scan daerah kepala dan leher serta pemeriksaan serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA. Diagnosis pasti dilakukan dengan biopsy dari hidung atau mulut. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal, dsb untuk mendeteksi metastasis.
Pengobatan utama adalah radioterapi. Sebagai tambahan dapat dilakuakn diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin, dan anti virus. Sebagai terapi ajuvan terbaik dalh kemotrapi dengan kombinasi Cis-Platinum sebagai inti. Diseksi leher radikal dilakukan bila benjolandi leher tidak menghilang dengan radiasi atau timbul kembali, dengan syarat tumor induknya sudah hilang.

DIAGNOSIS
        Persoalan diagnostik sudah dapat dipecahkan dengan pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher, sehingga pada tumor primer yang tersembunyi pun tidak akan terlalu sulit ditemukan. Pemeriksaan foto tengkorak potongan anteroposterior, lateral dan waters menunjukan massa jaringan lunak di daerah nasofaring. Foto dasar tengkorak memperlihatkan destruksi atau erosi tulang di daerah fossa serebri media. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal, dll dilakukan untuk mendeteksi metastasis.Pemeriksaan serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk infeksi virus E-B telah menunjukkan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring. Tetapi pemeriksaan ini hanya digunakan untuk menentukan prognosis pengobatan.
       Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsy nasofaring. Biopsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung atau dari mulut.
Biopsi dari hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy). Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga hidung menelusuri konka media ke nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsy. Biopsi melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukkan melalui hidung dan ujung kateter yang berada didalam mulut ditarik keluar dan diklem bersam-sama ujung kateter yang di hidung. Demikian juga dengan kateter dari hidung disebelahnya, sehingga palatum mole tertarik keatas. Kemudian dengan kaca laring dilihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut, massa tumor akan terlihat lebih jelas. Biopsi tumor nasofaring umumnya dilakuan dengan anestsi topical dengan Xylocain 10%. Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan maka dilakukan pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narcosis.
PENATALAKSANAAN
          Radioterapi masih merupakan pengobatan utama dan ditekankan pada penggunaan megavoltage dan pengaturan dengan computer. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus.
Semua pengobatan tambahan ini masih dalam pengembangan, sedangkan kemoterapi masih tetap terbaik sebagai terpai adjuvant (tambahan). Bebagai macam kombinasi diebangkan, yang trbaik sampai saat ini adalah kombinasi dengan Cis-platinum sebagai inti.
          Pemberian adjuvant kemoterapi Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil saat ini sedang dikembangkan dengan hasil sementara yang cukup memuaskan. Demikian pula telah dilakukan penelitian pemberian kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum, meskipun ada efek samping yang cukup berat, tetapi memberikan harapan kesembuhan yang lebih baik.
           Kombinasi kemoterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral setiap hari sebelum diberikan radiasi yang bersifat radiosensitizer memperlihatkan hasil yang memberi harapan akan kesembuhan total pasien karsinoma nasofaring.
        Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul kembali setelah penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan serologi. Operasi tumor induk sisa (residu) atau kambuh (residif) diindikasikan, tetapi sering timbul komplikasi yang berat akibat operasi.
KOMPLIKASI
Metastasis jauh ke tulang , hati, dan paru dengan gejala rasa nyeri pada tulang, batuk-batuk, dan gangguan fungsi hati. 
KESIMPULAN
Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang sering ditemukan pada pria berusia lebih dari 40 tahun. Banyak terdapat pada bangsa Asia terutama orang Tionghoa. Biasanya mulai dari daerah fosa Rossenmuler. Tumor ini tumbuh dari epitel yang meliputi jaringan limfoid. Tumor primer dapat kecil, akan tetapi telah meimblkan metastasis pada kelenjar limfe regional, biasanya pada leher.
Sudah hampir dipastikan disebabkan oleh virus Epstein-Barr. Faktor ras, letak geografis, jenis kelamin (laki-laki), faktor lingkungan (iritasi bahan kimia, kebiasaan memasak dengan bahan/ bumbu masakan tertentu, asap sejenis kayu tertentu, dan faktor genetic juga mempengaruhi. 

Komentar

Postingan Populer