KARSINOMA NASOFARING
PENDAHULUAN
Keganasan
nasofaring banyak terjadi di asia. Sering terjadi kekeliruan dalam mendiagnosis
karena gejalanya yang samar-samar dan sulitnya pemeriksaan nasofaring.Diagnosis
dini menentukan prognosis pasien, namun cukup sulit dilakukan, karena
nasofaring tersembunyi di belakang tabir langit-langit dan terletak di bawah
dasar tengkorak serta berhubungan dengan bayak daerah penting di dalam
tengkorak amper lateral maupun ke posterior leher. Oleh karena letak nasofaring
tidak mudah diperiksa oleh mereka yang bukan ahli, seringkali tumor ditemukan
terlambat dan sering menyebabkan metastasis ke leher lebih sering ditemukan
sebagai gejala pertama.
Ada beberapa jenis keganasan yang
terdapat di nasofaring yaitu karsinoma sel skuamous, limfoma, keganasan
kelenjar ludah, dan sarcoma. Karsinoma nasofaring termasuk penting dalam skala
dunia. Di Cina selatan karsinoma nasofaring menmepati kedudukan tertinggi yaitu
dengan 2.500 kasus baru pertahun untuk propinsi Guan-dong atau prevalensi
39.84/100.000 penduduk. Ras Mongoloid merupakan amper dominant timbulnya
krsinoma nasofaring, sehingga sering terjadi pada penduduk Cina bagian selatan,
Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura dan Indonesia. Ditemukan cukup
banyak pula di Yunani, Afrika bagian utara seperti Aljazair dan Tunisia, pada
orang Eskimo di Alaska, diduga penyebabnya adalah karena mereka memakan makanan
yang diawetkan dalam musim dngin yang menggunakan bahan pengawet nitrosamine.
Di Indonesia frekuensi pasien ini amper meratadi setiap daerah. Di RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo Jakarta ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, RS. Hasan
Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus, Ujung pandang 25 kasus, Palembang 25 kasus,
Dnpasar 15 kasus, Padang dan Bukit tinggi 11 kasus. Demikian pula angka-angka
yang didapatkan di Medan, Semarang, Surabaya dan lain-lain menunjukkan bahwa
tumor ganas ini terdapat merata di Indonesia. Salah satu etiologi
karsinoma nasofaring adalah disebabkan virus Epstein-Barr. Karsinoma nasofaring
lebih sering terjadi pada laki-laki, umur 40 dan 50 tahun, tetapi kadang juga
dijumpai pada anak-anak. 90% adalah karsinoma, sisanya yang terbanyak adalah
limfoma. Karsinoma nasofaring menyebar secara local melalui perluasan langsung,
secara regional melalui nodul-nodul sekitarnya, dan secara jauh melalui aliran
darah. Metastase jauh ke paru-paru, tulang, dan hepar paling sering terjadi di
nasofaring dibandingkan tempat lain di leher dan kepala.
Karsinoma nasofaring merupakan
tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas
kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh
karsinoma hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas
rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam prosentase rendah. Berdasarkan data
laboratorium patologi anatomi tumor ganas nasofaring selalu berada dalam kedudukan
lima besar dari tumor ganas tubuh manusia bersama tumor ganas serviks uteri,
tumor payudara,dan tumor getah bening.
DEFINISI
Karsinoma nasofaring adalah tumor
ganas yang tumbuh didaerah nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller
dan atap nasofaring.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang sering ditemukan pada pria berusia lebih dari 40 tahun. Banyak terdapat pada bangsa Asia terutama orang Tionghoa. Biasanya mulai dari daerah fosa Rossenmuler. Tumor ini tumbuh dari epitel yang meliputi jaringan limfoid. Tumor primer dapat kecil, akan tetapi telah menimbulkan metastasis pada kelenjar limfe regional, biasanya pada leher.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang sering ditemukan pada pria berusia lebih dari 40 tahun. Banyak terdapat pada bangsa Asia terutama orang Tionghoa. Biasanya mulai dari daerah fosa Rossenmuler. Tumor ini tumbuh dari epitel yang meliputi jaringan limfoid. Tumor primer dapat kecil, akan tetapi telah menimbulkan metastasis pada kelenjar limfe regional, biasanya pada leher.
ETIOLOGI
Penyebab
karsinoma nasofaring ada berbagai faktor :
Sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-Barr, karena pada semua pasien karsinoma nasofaring didapatkan titer anti virus EB yang cukup tinggi. Titer ini lebih tinggi dari titer orang sehat, pasien tumor ganas leher dan kepala lainnya, tumor organ tubuh lainnya, bahkan pada kelainan nasofaring yang lain sekalipun.
Sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-Barr, karena pada semua pasien karsinoma nasofaring didapatkan titer anti virus EB yang cukup tinggi. Titer ini lebih tinggi dari titer orang sehat, pasien tumor ganas leher dan kepala lainnya, tumor organ tubuh lainnya, bahkan pada kelainan nasofaring yang lain sekalipun.
1. Letak
geografis berupa ras Mongoloid, Asia Tenggara, Yunani, Afrika Utara seperti
Aljazair, Tunisia, Eskimo.
2. Jenis
kelamin , tumor ini lebih sering ditemukan pada laki-laki
3. Faktor
lingkungan yang berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia, asap sejenis kayu
tetentu, kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu, dan
kebiasaan makan makanan terlalu panas. Terdapat hubungan antara kadar nikel
dalam air minum dan makanan dengan mortalitas karsinoma nasofaring, sedangkan
adanya hubungan dengan keganasan lain tidak jelas.
4. Kebiasaan
penduduk Eskimo memakan makanan yang diawetkan (daging atau ikan) terutama pada
musim dingin menyebabkan tingginya kejadian karsinoma ini.
5. Faktor
genetik telah banyak ditemukan kasus herediter atau familier dari pasien
karsinoma nasofaring dengan keganasan pada organ tubuh lain.
PATOGENESIS
Akhir-akhir
ini ada beberapa faktor yang dianggap cenderung menimbulkan karsinoma
nasofaring walaupun tidak merupakan penyebabnya sendiri. Dugaan adanya
predisposisi genetik disokong oleh berbagai faktor antara lain tingginya angka
kejadian pada orang cina bagian selatan dan dalam pengamatna lebih lanjut angka
kejadiannya tetap lebih tinggi dibandingkan dengan orang kulit putih jika
mereka bermigrasi ke daerah yang predominan orang kulit putih, setidaknya pada
generasi pertama. Jika generasi kedua berinteraksi penuh dengan cara hidup
barat (seperti di Hawaii atu California) resiko terkena karsinoma nasofring
menurun, meskipun tidak serendah pada orang kulit putih. Juga bukti penguat
diperoleh dengan pengamatan adanya hubungan langsung antra karsinoma nasofaring
dengan HLA-A2dan kurang dari dua antigen pada lokus B. Perubahan
lingkungan yang besar turut berperan.
Faktor
lingkungan akan didukung oleh pengamatan cara hidup orang cina bagian selatan.
Cara memasak tradisional sering dilakukan dalam ruangan tertutup dan dengan
menggunakan kayu bakar. Pembakaran ini, terutama jika tak sempurna menyebarkan
partikel-partikel besar (5-10 mikrometer) yang dapat tersangkut pada hidung dan
nasofaring dan kemudian tertelan. Jika pembersihan tidak sempurna karena ada
penyakit-penyakit hidung, maka penyakit ini akan menetap lebih lama di
nasofaring dan dapat merangsang tumbuhnya tumor. Beberapa laporan menyebutkan
hubungan antara karsinoma nasofaring dengan makan ikan asin dan rendahnya kadar
vitamin C sewaktu muda. Hal ini juga biasa dalam tradisi masakan cinia.
Kekurangan vitamin A diduga merubah nitrat menjadi zat karsinogen yaitu
nitrosamin.
Banyak perhatian ditujukan kepada hubungan langsung antara karsinoma nasofaring dengan ambang titer antibody virus Epstein-Barr (EBV). Serum pasien-pasien orang asia dan afrika dengan karsinoma nasofaring primermaupun sekunder telah dibuktikan mengandung antibody Ig G terhadap antigen kapsid virus (VCA) EB dan seringkali pula terhadap antigen dini (EA); dan antibody Ig A terhadap VCA (VCA-IgA), sering dengan titer yang tinggi. Hubungan ini juga terdapat pada pasien Amerika yang mendapat karsinoma nasofaring aktif. Bentuk-bentuk anti-EBV ini berhubungan dengan karsinoma nasofaring tak berdifrensiasi dan karsinoma nasofaring non-keratinisasi yang aktif (dengan mikroskop cahaya) tetapi biasanya tidak dengan tumor sel skuamosa atau elemen limfoid dalam limfoepitelioma.(1)
Banyak perhatian ditujukan kepada hubungan langsung antara karsinoma nasofaring dengan ambang titer antibody virus Epstein-Barr (EBV). Serum pasien-pasien orang asia dan afrika dengan karsinoma nasofaring primermaupun sekunder telah dibuktikan mengandung antibody Ig G terhadap antigen kapsid virus (VCA) EB dan seringkali pula terhadap antigen dini (EA); dan antibody Ig A terhadap VCA (VCA-IgA), sering dengan titer yang tinggi. Hubungan ini juga terdapat pada pasien Amerika yang mendapat karsinoma nasofaring aktif. Bentuk-bentuk anti-EBV ini berhubungan dengan karsinoma nasofaring tak berdifrensiasi dan karsinoma nasofaring non-keratinisasi yang aktif (dengan mikroskop cahaya) tetapi biasanya tidak dengan tumor sel skuamosa atau elemen limfoid dalam limfoepitelioma.(1)
ANATOMI NASOFARING
Nasofaring merupakan rongga dengan dinding kaku diatas, belakang dan lateral. Ke depan berhubungan dengan rongga hidung melalui koana sehingga sumbatan hidung merupakan gangguan yang sering timbul. Demikian juga penyebaran tumor ke lateral akan menyumbat muara tuba Eustachius dan akan mengganggu pendengaran serta menimbulkan cairan di telinga tengah. Kearah belakang dinding melengkung ke atas dan ke depan dan terletak di bawah korpus os sphenoid dan bagian basilar dari os oksipital. Nekrosis akibat penekanan mungkin timbul di tempat-tempat tersebut. Dibelakang atas torus tubarius terdapat resesus faring atau fosa Rosenmuleri dan tepat di ujung atas posteriornya terletak foramen laserum. Tumor dapat menjalar kearah intracranial dalam dua arah, masing-masing menimbulkan gejala neurologik yang khas. Perluasan langsung melalui foramen laserum ke sinus kavernosus dan fosa kranii media menyebabkan gangguan saraf otak III, IV, VI, dan kadang-kadang II. Sebaliknya penyebaran ke kelenjar faring lateral di dan sekitar selubung karotis atau jugularis pada ruang retroparotis akan menyebabkan kerusakan saraf otak ke IX, X, XI dan XII.
Saraf otak ke
VII dan VIII biasanya jarang terkena. Di nasofaring terdapat banyak saluran
limfe yang terutama mengalir ke lateral bermuara kelenjar retrofaring Krause
(kelenjar Rouviere). Terdapat hubungan bebas melintasi garis tengah dan
hubungan langsung dengan mediastinum melalui ruang retrofaring. Metastasis jauh
sering terjadi. Pembagian daerah nasofaring :
1. Dinding posterosuperior : daerah
setinggi batas palatum durum dan mole sampai dasar tengkorak.
2. Dinding lateral: termasuk fosa
Rosenmuleri
3.
Dinding
inferior: terdiri atas permukaan superior palatum mole.Pinggir orifisium koana
termasuk pinggir posterior septum hidung dimasukkan sebagai fosa nasal.
HISTOPATOLOGI
Kesukaran timbul dalam mengidentifikasi karsinoma nasofaring jenis sangat tidak berdiferensiasi dimana sudah tidak ada kekhususan epitelnya. Lebih dari 85% kemungkinan adalah karsinoma, mungkin 15% limfoma maligna dan kuang dari 2% tumor jaringan ikat. Sekali-sekali ditemukan neuroblastoma, silindroma dan tumor campur ganas. Menggunakan mikroskop electron, Ditemukan karsinoma nasofaring tumbuh dari lapisan skuamosa atau lapisan epitel respiratorius pada permukaan kripti nasofaring. Dindinga lateral yang ada fosa Rossenmulleri Merupakan lokasi tersering karsinoma nasofaring dan dinding faring posterior sedikit lebih jarang. Lebih jarang lagi tumor pada atap dan hanya sekali-kali pada dasar. Pada mulanya tumor sedemikian kecil sehingga sukar diketahui, atau tumbuh didaerah yang gejalanya tidak diketahui seperti pada fosa Rosenmulleri. Kemudian geajla-gejala akan muncul sesuai dengan arah penyebaran. Mungkin meluas melalui lubanga pada sisi yang sama dengan tumor atau mengikis tulang secara nekrosis tekanan.
Kesukaran timbul dalam mengidentifikasi karsinoma nasofaring jenis sangat tidak berdiferensiasi dimana sudah tidak ada kekhususan epitelnya. Lebih dari 85% kemungkinan adalah karsinoma, mungkin 15% limfoma maligna dan kuang dari 2% tumor jaringan ikat. Sekali-sekali ditemukan neuroblastoma, silindroma dan tumor campur ganas. Menggunakan mikroskop electron, Ditemukan karsinoma nasofaring tumbuh dari lapisan skuamosa atau lapisan epitel respiratorius pada permukaan kripti nasofaring. Dindinga lateral yang ada fosa Rossenmulleri Merupakan lokasi tersering karsinoma nasofaring dan dinding faring posterior sedikit lebih jarang. Lebih jarang lagi tumor pada atap dan hanya sekali-kali pada dasar. Pada mulanya tumor sedemikian kecil sehingga sukar diketahui, atau tumbuh didaerah yang gejalanya tidak diketahui seperti pada fosa Rosenmulleri. Kemudian geajla-gejala akan muncul sesuai dengan arah penyebaran. Mungkin meluas melalui lubanga pada sisi yang sama dengan tumor atau mengikis tulang secara nekrosis tekanan.
KLASIFIKASI
Sesuai dengan klasifikasi
karsinoma nasofaring yang diusulkan WHO tahun 1978. ada tiga jenis bentuk
histologik :
1.
Karsinoma
sel skuamosa berkeratinisasi, terdapat jembatan interseluler dan keratin, dapat
dilihat dengan mikroskop cahaya.
2.
Karsinoma
nonkeratinisasi, pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya, terdapat tanda
difrensiasi, tetapi tidak ada difrensiasi skuamosa.
3.
Karsinoma
tidak berdifrensiasi, sel mempunyai inti vesikuler, nucleolus yang menonjol dan
dinding sel tidak tegas; tumor tampak lebih berbentuk sinsitium daripada bentuk
susunan batubata.
Karsinoma limfoepitelioma didapatkan
dalam bentuk kedua atau ketiga. Ditandai olah tampak banyak limfosit non
maligna dan secara klinis sesuai karena respon terhadap terapi lebih baik disbanding
dengan bentuk lain. Tahun 1965 Svaboda melaporkan bahwa dari contoh jaringan
yang diambil dari 14 pasien Amerika dan Cina dengan karsinoma nasofaring
berdiferensiasi buruk yang diperiksa dengan mikrosko electron, semua
menunjukkan adanya fibrilkeratin. Ini menimbulkan keraguan karena Who Dalam
symposium internasionalnya mengenai karsinoma nasofaring than 1977 mendasarkan
klasifikasinya atas hasil pemeriksaan mikroskop cahaya seperti tercantum diats,
diman atidak selalu tampak keratin.
Sistem klasifikasi stadium KNF
yang dipakai saat ini ada beberapa macam antara lain menurut UICC, AJCC atau
sistem Ho. Pada tahun 1997 AJCC dan UICC mengeluarkan sistem klasifikasi
stadium terbaru yaitu edisi ke-5, menggantikan edisi ke-4 (1988). Berikut ini
adalah sistem klasifikasi stadium menurut AJCC/UICC 1997 :
1. Stadium T
(ukuran/luas tumor):
·
T0 Tak
ada kanker di lokasi primer
·
T1 Tumor
terletak/terbatas di daerah nasofaring
·
T2 Tumor
meluas ke jaringan lunak oraofaring dan atau ke kavum nasi.
T2a Tanpa
perluasan ke ruang parafaring
T2b Dengan
perluasan ke parafaring
·
T3 Tumor
menyeberang struktur tulang dan/atau sinus paranasal
·
T4 Tumor
meluas ke intrakranial, dan/atau melibatkan syaraf kranial, hipofaring, fossa
infratemporal atau orbita.
2. Limfonodi
regional (N) :
·
N0 Tidak
ada metastasis ke limfonodi regional
·
N1 Metastasis
unilateral dengan nodus < 6 cm diatas fossa
supraklavikulaN2 Metastasis bilateral
dengan nodus < 6 cm, diatas fossa supraklavikula
·
N3 Metastasis
nodus
: N3a >
6 cm
N3b meluas
sampai ke fossa supraklavikula
3. Metastasis
jauh (M) :
·
M0 Tak
ada metastasis jauh
·
M1 Metastasis
jauh
Pembagian
stadium berdasarkan klasifikasi TNMnya disusun sebagai berikut seperti pada
tabel 2 berikut ini :
Tabel 1 Stadium
KNF
T1
|
T2a
|
T2b
|
T3
|
T4
|
|
N0
|
I
|
IIA
|
IIB
|
III
|
IVA
|
N1
|
IIB
|
IIB
|
IIB
|
III
|
IVA
|
N2
|
III
|
III
|
III
|
III
|
IVA
|
N3
|
IVB
|
IVB
|
IVB
|
IVB
|
IVB
|
M1
|
IVB
|
IVB
|
IVB
|
IVB
|
IVB
|
Penderita KNF
umumnya (60 – 90%) datang berobat di klinik sudah stadium lanjut dengan gejala
penyebaran diluar nasofaring. Tumor primer di nasofaring sudah T3 atau
T4 jarang dengan T1 atau T2.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala
karsinoma nasofaring dapat dibagi dalam 4 kelompok, yaitu gejala nasofaring
sendiri, gejala telinga, gejala mata, dan saraf, serta metastasis atau gejala
di leher. Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan
hidung, untuk itu nasofaring harus diperiksa dengan cermat kalau perlu dengan
nasofaringoskop, karena seringa gejala belum ada sedangkan tumor sudah tumbuh
atau tumor tidak tampak karena masih terdapat dibawah mukosa (creeping tumor).
Gangguan pada
telinga merupakan gejala dini yang timbul karena tempat asal tumor dekat muara
tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan dapat berupa tinitus, rasa tidak
nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia). Tidak jarang pasien
dengan gangguan pendengaran ini baru kemudian disadari bahwa penyebabnya adalah
karsinoma nasofaring. Karena nasofaring berhubungan dekat dengan rongga
tengkorak melalui beberapa lobang, maka gangguan beberapa lobang, dari beberapa
saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut karsinoma ini. Penjalaran
melalui foramen laserum akan mengenai saraf otak ke II, IV, VI dan dapat pula
ke V, shingga tidak jarang gejala diplopia lah yang membawa pasien lebih dahulu
ke dokter mata. Neuralgia trigeminal merupakan gejala yang sering ditemukan
oleh ahli saraf jika belum terdapat keluhan lain yang berarti. Proses karsinoma
yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika penjalaran
melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat yang relatif jauh dari nasofaring.
Gangguan ini sering disebut dengan sindrom Jackson. Bila sudah mengenai seluruh
syaraf otak disebut sindrom unilateral. Dapat pula disertai dengan destruksi tulang
tengkorak dan bila sudah terjadi demikian biasanya prognosisnya buruk.
Metastase
kekelenjar leher dalam bentuk benjolan di leher yang mendorong pasien untuk
berobat, karena sebelumnya tidak terdapat keluhan lain.
Suatu kelainan nasofaring yang disebut lesi hiperplastik nasofaring atau LHN telah diteliti di RRC yaitu tiga bentuk yang mencurigakan pada naofaring seperti pembesaran adenoid pada orang dewasa, pembesaran nodul dan mukosistis berat pada daerah nasofaring. Kelainan ini bila diikuti bertahun-tahun kemudian akan menjadi karsinoma nasofaring.
Suatu kelainan nasofaring yang disebut lesi hiperplastik nasofaring atau LHN telah diteliti di RRC yaitu tiga bentuk yang mencurigakan pada naofaring seperti pembesaran adenoid pada orang dewasa, pembesaran nodul dan mukosistis berat pada daerah nasofaring. Kelainan ini bila diikuti bertahun-tahun kemudian akan menjadi karsinoma nasofaring.
Gejala dibagi dalam 4 kelompok yaitu :
1. Gejala nasofaring sendiri, berupa epistaksis ringan, pilek,
atau sumbatan hidung.
2. Gejala telinga, berupa tinnitus, rasa tidak nyaman sampai nyeri
di telinga.
3. Gejala saraf, berupa gangguan saraf otak, seperti diplopia,
parestesia daerah pipi, neuralgia trigeminal, paresis/paralisis arkus faring,
kelumpuhan otot bahu, dan sering tersedak.
4. Gejala atau metastasisi dileher, berupa benjolan di leher.
Pemeriksaan foto tengkorak
potongan anteroposterior, lateral dan waters menunjukkan masa jaringan lunak
didaerah nasofaring. Foto dasar tengkorak memperlihatkan destruksi atau erosi
tulang di daerah fosa serebri media. Dapat pula dilakuakn CT-Scan daerah kepala
dan leher serta pemeriksaan serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA. Diagnosis
pasti dilakukan dengan biopsy dari hidung atau mulut. Pemeriksaan darah tepi,
fungsi hati, ginjal, dsb untuk mendeteksi metastasis.
Pengobatan utama adalah radioterapi. Sebagai tambahan dapat dilakuakn diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin, dan anti virus. Sebagai terapi ajuvan terbaik dalh kemotrapi dengan kombinasi Cis-Platinum sebagai inti. Diseksi leher radikal dilakukan bila benjolandi leher tidak menghilang dengan radiasi atau timbul kembali, dengan syarat tumor induknya sudah hilang.
Pengobatan utama adalah radioterapi. Sebagai tambahan dapat dilakuakn diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin, dan anti virus. Sebagai terapi ajuvan terbaik dalh kemotrapi dengan kombinasi Cis-Platinum sebagai inti. Diseksi leher radikal dilakukan bila benjolandi leher tidak menghilang dengan radiasi atau timbul kembali, dengan syarat tumor induknya sudah hilang.
DIAGNOSIS
Persoalan diagnostik sudah dapat dipecahkan dengan pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher, sehingga pada tumor primer yang tersembunyi pun tidak akan terlalu sulit ditemukan. Pemeriksaan foto tengkorak potongan anteroposterior, lateral dan waters menunjukan massa jaringan lunak di daerah nasofaring. Foto dasar tengkorak memperlihatkan destruksi atau erosi tulang di daerah fossa serebri media. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal, dll dilakukan untuk mendeteksi metastasis.Pemeriksaan serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk infeksi virus E-B telah menunjukkan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring. Tetapi pemeriksaan ini hanya digunakan untuk menentukan prognosis pengobatan.
Persoalan diagnostik sudah dapat dipecahkan dengan pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher, sehingga pada tumor primer yang tersembunyi pun tidak akan terlalu sulit ditemukan. Pemeriksaan foto tengkorak potongan anteroposterior, lateral dan waters menunjukan massa jaringan lunak di daerah nasofaring. Foto dasar tengkorak memperlihatkan destruksi atau erosi tulang di daerah fossa serebri media. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal, dll dilakukan untuk mendeteksi metastasis.Pemeriksaan serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk infeksi virus E-B telah menunjukkan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring. Tetapi pemeriksaan ini hanya digunakan untuk menentukan prognosis pengobatan.
Diagnosis pasti
ditegakkan dengan melakukan biopsy nasofaring. Biopsi dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu dari hidung atau dari mulut.
Biopsi dari hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy). Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga hidung menelusuri konka media ke nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsy. Biopsi melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukkan melalui hidung dan ujung kateter yang berada didalam mulut ditarik keluar dan diklem bersam-sama ujung kateter yang di hidung. Demikian juga dengan kateter dari hidung disebelahnya, sehingga palatum mole tertarik keatas. Kemudian dengan kaca laring dilihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut, massa tumor akan terlihat lebih jelas. Biopsi tumor nasofaring umumnya dilakuan dengan anestsi topical dengan Xylocain 10%. Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan maka dilakukan pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narcosis.
Biopsi dari hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy). Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga hidung menelusuri konka media ke nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsy. Biopsi melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukkan melalui hidung dan ujung kateter yang berada didalam mulut ditarik keluar dan diklem bersam-sama ujung kateter yang di hidung. Demikian juga dengan kateter dari hidung disebelahnya, sehingga palatum mole tertarik keatas. Kemudian dengan kaca laring dilihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut, massa tumor akan terlihat lebih jelas. Biopsi tumor nasofaring umumnya dilakuan dengan anestsi topical dengan Xylocain 10%. Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan maka dilakukan pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narcosis.
PENATALAKSANAAN
Radioterapi masih merupakan
pengobatan utama dan ditekankan pada penggunaan megavoltage dan pengaturan
dengan computer. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher,
pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi,
vaksin dan anti virus.
Semua pengobatan tambahan ini
masih dalam pengembangan, sedangkan kemoterapi masih tetap terbaik sebagai
terpai adjuvant (tambahan). Bebagai macam kombinasi diebangkan, yang trbaik
sampai saat ini adalah kombinasi dengan Cis-platinum sebagai inti.
Pemberian adjuvant kemoterapi
Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil saat ini sedang dikembangkan dengan
hasil sementara yang cukup memuaskan. Demikian pula telah dilakukan penelitian
pemberian kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum, meskipun
ada efek samping yang cukup berat, tetapi memberikan harapan kesembuhan yang
lebih baik.
Kombinasi kemoterapi dengan
mitomycin C dan 5-fluorouracil oral setiap hari sebelum diberikan radiasi yang
bersifat radiosensitizer memperlihatkan hasil yang memberi harapan akan
kesembuhan total pasien karsinoma nasofaring.
Pengobatan
pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap benjolan di leher yang
tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul kembali setelah
penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah hilang yang
dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan serologi. Operasi tumor induk sisa
(residu) atau kambuh (residif) diindikasikan, tetapi sering timbul komplikasi
yang berat akibat operasi.
KOMPLIKASI
Metastasis jauh ke tulang , hati, dan paru dengan gejala rasa
nyeri pada tulang, batuk-batuk, dan gangguan fungsi hati.
KESIMPULAN
Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang sering ditemukan pada pria berusia lebih dari 40 tahun. Banyak terdapat pada bangsa Asia terutama orang Tionghoa. Biasanya mulai dari daerah fosa Rossenmuler. Tumor ini tumbuh dari epitel yang meliputi jaringan limfoid. Tumor primer dapat kecil, akan tetapi telah meimblkan metastasis pada kelenjar limfe regional, biasanya pada leher.
Sudah hampir dipastikan disebabkan oleh virus Epstein-Barr. Faktor ras, letak geografis, jenis kelamin (laki-laki), faktor lingkungan (iritasi bahan kimia, kebiasaan memasak dengan bahan/ bumbu masakan tertentu, asap sejenis kayu tertentu, dan faktor genetic juga mempengaruhi.
Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang sering ditemukan pada pria berusia lebih dari 40 tahun. Banyak terdapat pada bangsa Asia terutama orang Tionghoa. Biasanya mulai dari daerah fosa Rossenmuler. Tumor ini tumbuh dari epitel yang meliputi jaringan limfoid. Tumor primer dapat kecil, akan tetapi telah meimblkan metastasis pada kelenjar limfe regional, biasanya pada leher.
Sudah hampir dipastikan disebabkan oleh virus Epstein-Barr. Faktor ras, letak geografis, jenis kelamin (laki-laki), faktor lingkungan (iritasi bahan kimia, kebiasaan memasak dengan bahan/ bumbu masakan tertentu, asap sejenis kayu tertentu, dan faktor genetic juga mempengaruhi.
Komentar
Posting Komentar
mampir comment dulu sodara..