DEKOMPOSISI

I. Pendahuluan
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenali secara klinis pada seseorang melalui tanda kematian yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Kematian  hanya dapat dialami oleh organisme hidup. Secara medis, kematian merupakan suatu proses dimana fungsi dan metabolisme sel organ-organ internal  tubuh terhenti. Dikenal beberapa istilah kematian, yaitu mati somatis, mati seluler, mati serebral, dan mati batang otak. Mati somatis (mati klinis) terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskuler dan sistem pernapasan, yang menetap.  Mati seluler adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul akibat terhentinya penggunaan oksigen serta metabolisme normal sel dan jaringan. 1,2
Perubahan pada tubuh dapat timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian. Tanda-tanda kematian dibagi atas tanda kematian pasti dan tidak pasti. Tanda kematian tidak pasti adalah penafasan berhenti, sirkulasi terhenti, kulit pucat, tonus otot menghilang dan relaksasi, pembuluh darah retina mengalami segmentasi dan pengeringan kornea. Sedangkan tanda pasti kematian adalah lebam mayat (livor mortis), kaku mayat (rigor mortis), penurunan suhu tubuh (algor mortis), pembusukan, mumifikasi, dan adiposera. Dalam proses pembusukan terjadi dua proses yaitu autolisis dan dekomposisi putrefactive.1,2

II. Defenisi
Dekomposisi atau pembusukan merupakan suatu keadaan dimana bahan-bahan organik tubuh mengalami penghancuran yang disebabkan oleh karena proses autolisis maupun karena aktivitas bakteri. Dekomposisi tubuh manusia mulai terjadi sekitar empat menit setelah kematian. Autolisis merupakan proses perlunakan dan pencairan jaringan tubuh yang terjdai dalam kondisi steril dan tidak terdapat keterlibatan dari bakteri. Autolisis terjadi akibat proses enzimatik dari sel tubuh sendiri. Setelah terjadi kematian maka bakteri yang normal berada dalam tubuh akan menginvasi ke jaringan tubuh, dimana darah adalah medium yang paling baik untuk pertumbuhan bakteri tersebut. 1-3
Gambar 1 : Urutan munculnya tanda kematian pasti pada suhu ruangan, dengan catatan suhu tubuh tidak menurun dalam satu jam pertama.3

III. Autolisis
Penghancuran jaringan adalah hasil dari proses enzim endogenous yang dikenal sebagai proses autolisis. Autolisis adalah pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril. Autolisis timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel postmortem dan hanya dapat dicegah dengan pembekuan jaringan. 1,2
Pada autolisis terjadi pelepasan enzim yang berasal dari pankreas dan asam lambung yang berasal dari lambung. Pankreas menghasilkan banyak enzim pencernaan diantaranya adalah amilase, lipase, dan tripsinogen. Pada kematian, enzim ini dilepaskan oleh sel eksokrin dari pancreas dan enzim  ini akan menyebabkan pankreas mencerna dirinya sendiri (terjadi autodigesti). 1,3
Lambung terdiri dari banyak sel yang menghasilkan enzim dan asam hidroklorida yang berperan penting dalam pencernaan. Ketika meninggal, pepsinogen dan asam hidroklorida dilepaskan dari sel lambung dan memberikan autodigesti dari mukosa lambung itu sendiri (gastromalasia). Jika hal ini berlangsung terus menerus, maka akan menyebabkan perforasi dari lambung. Proses yang sama juga terjadi pada esophagus akibat dari relaksasi sphincter esophagus sehingga cairan dari lambung masuk ke esophagus (esofagomalasia). Akibat gastromalasia dan esofagomalasia, akan menyebabkan perembesan isi cairan lambung ke cavum abdomen sehingga menyebabkan penghancuran struktur organ sekitar.2,4
Ketika sel tubuh mencapai fase akhir dari proses autolisis, suasana lingkungan sekitar menjadi anaerobik . Pada saat ini, bakteri normal pada tubuh akan mulai berkembang dan mengancurkan jaringan tubuh dengan memproduksi asam, gas dan bahan-bahan organic (fase putrefactive). 2,4,5
            Salah satu tanda dari autolisis yang dapat dilihat dari luar tubuh adalah skin slippage. Selama proses autolisis, pertautan antara epidermis dan dermis melemah akbat adanya aktivitas enzim hidrolitik. Skin slippage mencakup lapisan pigmen dan sudah mulai tampak dalam beberapa jam setelah kematian apabila mayat berada dalam lingkungan hangat. Skin slippage tidak terjadi secara spontan dan diperlukan penekanan. Oleh karena itu, akan sangat membantu apabila dilakukan pemijatan pada lapisan superfisial pada mayat. Skin slippage dapat dibedakan dari abrasi kulit melalui dermis yang berwarna kuning-oranye. Abrasi biasanya akan berwarna merah hingga merah kehitaman. Skin slippage dapat mencakup seluruh tangan atau kaki sehingga akan tampak deskuamasi seperti sarung tangan atau kaos kaki. Hal ini banyak terjadi pada mayat yang ditemukan tenggelam di air. 2,6,7


Jika sejawat ingin file lengkapnya hubungi saya lewat email vesicabilliaris@yah00.com


Komentar

Postingan Populer