FORENSIK : PEMBAHASAN UJIAN PENGGANTUNGAN
1. Pada
pemeriksaan luar didapatkan :
Bintik-bintik perdarahan pada kedua mata kanan dan kiri dikenal sebagai Tardiu’s spot. Hal ini terjadi karena peningkatan tekanan vena secara akut. Vena jugularis pada leher terletak lebih superfisial daripada arteri sehingga pada kasus penggantungan vena akan paling pertama tertekan. Tekanan vena secara akut menyebabkan perubahan permeabilitas pembuluh darah sebagai akibat langsung dari hipoksia yaitu overdistensi dan rupturnya dinding perifer vena sehingga terjadilah perdarahan berbintik. Perdarahan berbintik terutama terjadi pada jaringan longgar, seperti pada kelopak mata, dibawah kulit dahi, kulit dibagian belakang telinga, konjungtiva,dan sklera mata. Selain itu juga bisa terdapat dipermukaan jantung, paru,dan otak. Bisa juga terdapat pada lapisan viseral dari pleura, perikardium,peritoneum,timus,mukosa laring,dan faring. Adanya bintik perdarahan menandakan bahwa korban mengalami asfiksia sebelum mati.(8,9)
-->
1.1
Pada pemeriksaan mata di dapatkan kelopak mata kanan dan
kelopak mata kiri tertutup. Penonjolan mata tidak ada. Pupil mata melebar pada
kedua mata. Selaput bening (kornea) keruh dan selaput putih mata (sklera) keruh
pada mata kanan dan mata kiri. Terdapat bintik-bintik perdarahan
pada mata kanan dan mata kiri.
Pembahasan : Pupil mata melebar disebabkan oleh karena relaksasi
dari muskulus pupilaris, walaupun ada sebagian ahli yang menganggap ini sebagai proses rigor mortis. Diameter
pupil sering dihubungkan dengan sebab kematian seperti lesi di otak atau
intoksikasi obat seperti keracunan morphin dimana sewaktu hidup pupil
menunjukkan kontraksi. Akan tetapi, Price memeriksa mata dari 1000 mayat dan
menyimpulkan bahwa keadaan pupil tidak berhubungan dengan sebab kematian, dan
kematian menyebabkan pupil menjadi dilatasi atau cadaveric position.(1,2)
Kekeruhan pada selaput bening
mata (kornea) akan timbul beberapa jam setelah kematian tergantung dari posisi
kelopak mata. Akan tetapi, Marshall mengatakan kornea akan tetap menjadi keruh
tanpa dipengaruhi apakah kelopak mata terbuka atau tertutup. Sering ditemukan
kelopak mata tertutup secara tidak komplit hal ini terjadi oleh karena kekakuan
otot kelopak mata. Dalam keadaan mata tertutup maupun terbuka, kornea menjadi
keruh kira-kira 10-12 jam pasca mati. Jika mata tetap dalam keadaan
tertutup,kekeruhan pada kornea secara keseluruhan dan tampak jelas dalam waktu
12-24 jam setelah kematian.(1,2,3,4)
Perubahan pada selaput putih mata (sklera) dikenal
dengan nama taches noires sclerotiques.
Bila kelopak mata tetap terbuka, sklera yang berada disekitar kornea akan
mengalami kekeringan dan perubahan warna menjadi kuning dalam beberapa jam yang
kemudian berubah menjadi coklat kehitaman, area yang berubah warna ini
berbentuk triangular dengan basis pada perifer kornea dan puncaknya di
epikantus. (1,2,3,4,5,6,7)
Bintik-bintik perdarahan pada kedua mata kanan dan kiri dikenal sebagai Tardiu’s spot. Hal ini terjadi karena peningkatan tekanan vena secara akut. Vena jugularis pada leher terletak lebih superfisial daripada arteri sehingga pada kasus penggantungan vena akan paling pertama tertekan. Tekanan vena secara akut menyebabkan perubahan permeabilitas pembuluh darah sebagai akibat langsung dari hipoksia yaitu overdistensi dan rupturnya dinding perifer vena sehingga terjadilah perdarahan berbintik. Perdarahan berbintik terutama terjadi pada jaringan longgar, seperti pada kelopak mata, dibawah kulit dahi, kulit dibagian belakang telinga, konjungtiva,dan sklera mata. Selain itu juga bisa terdapat dipermukaan jantung, paru,dan otak. Bisa juga terdapat pada lapisan viseral dari pleura, perikardium,peritoneum,timus,mukosa laring,dan faring. Adanya bintik perdarahan menandakan bahwa korban mengalami asfiksia sebelum mati.(8,9)
Kesimpulan : Berdasarkan data di atas maka dapat di simpulkan
bahwa kekeruhan pada mata dapat digunakan untuk menentukan waktu kematian
selain dari lebam mayat, kaku mayat, dan pembusukan. Di simpulkan bahwa
kematian telah terjadi 10-12 jam sebelum dilakukan otopsi dan adanya bintik
perdarahan menandakan korban mengalami asfiksia sebelum mati.
1.2 Pada pemeriksaan leher ditemukan satu buah jejas luka lecet
tekan yang melingkar pada leher bagian depan. Alur luka oblik ke belakang atas.
Terdapat daerah bebas luka pada bagian belakang leher. Luka berwarna merah
kehitaman dan terdapat resapan darah pada daerah di bawah luka.
Pembahasan : Luka lecet
terjadi akibat cedera pada epidermis yang bersentuhan dengan benda yang
memiliki permukaan kasar atau runcing, misalnya pada kejadian kecelakaan lalu
lintas, tubuh terbentur aspal jalan, atau sebaliknya benda tersebut yang
bergerak dan bersentuhan dengan kulit. Luka lecet tekan (impact abrasion), disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada
kulit. Karena kulit adalah jaringan yang lentur, maka bentuk luka lecet tekan
belum tentu sama dengan bentuk permukaan benda tumpul tersebut. Gambaran luka
lecet tekan yang ditemukan pada mayat adalah daerah kulit yang kaku dengan
warna lebih gelap dari sekitarnya akibat menjadi lebih padatnya jaringan yang
tertekan serta terjadinya pengeringan yang berlangsung pasca mati.(8)
Alur luka oblik ke belakang atas menggambarkan
bentuk jejas berjalan miring (oblik atau berbentuk V) pada bagian
depan leher, di mulai pada leher bagian atas di antara kartilago tiroid dengan
dagu, lalu berjalan miring sejajar dengan garis rahang bawah menuju belakang
telinga. Tanda ini semakin tidak jelas pada bagian belakang, hal ini sesuai
dengan tanda yang didapatkan pada korban yaitu terdapat daerah bebas luka pada
bagian belakang leher. Tanda jejas dengan bentuk seperti ini menandakan bahwa
korban mati dengan bunuh diri.(10)
Luka berwarna merah kehitaman di sebabkan
oleh penekanan benda yang menyebabkan
luka, sering ditemukan adanya vesikel pada tepi jejas luka dan sering jejas
luka membentuk cetakan sesuai bentuk permukaan dari alat tersebut.(8)
Adanya resapan darah di daerah bawah luka
menandakan luka tersebut bersifat intravital yang menunjukkan bahwa luka
tersebut terjadi saat korban masih hidup.(11)
Kesimpulan : Berdasarkan
data di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa korban mati dengan cara bunuh diri
akibat penggantungan.
1.3 Pada
pemeriksaan luar tubuh korban ditemukan bibir tampak kebiruan,
daerah wajah dan leher tampak kebiruan, dan pada ujung jari tangan dan kaki nampak kebiruan
(sianosis).
Pembahasan : Sianosis merupakan warna kebiruan pada kulit dan selaput lendir yang terjadi akibat
peningkatan jumlah absolute sel darah merah yang tereduksi (Hb yang tak berikatan dengan O2).
Ini tidak dapat dinyatakan sebagai
anemia, harus ada minimal 5 gram hemoglobin per 100 ml darah yang berkurang
sebelum sianosis menjadi bukti. Peningkatan jumlah Hemoglobin yang tereduksi pada pembuluh darah mukokutan yang
menyebabkan sianosis, dapat berasal baik dari peningkatan jumlah darah vena
sebagai akibat dilatasi venula dan ujung-ujung vena pada kapiler, maupun dari
berkurangnya saturasi oksigen darah kapiler. (12,13)
Kongesti pasif lokal, yang menyebabkan peningkatan jumlah
total Hb yang tereduksi dalam pembuluh darah di daerah tersebut, dapat
menyebabkan sianosis.(13)
Wajah dan leher tampak kebiruan terjadi
oleh karena adanya penekanan vena jugularis oleh tali yang
menggantung korban. Tekanan ini membuat jalan yang dilewati darah untuk kembali
ke jantung dari otak tersumbat. Obstruksi total maupun parsial secara
perlahan-lahan dapat menyebabkan kongesti pada daerah sekitar
wajah dan pembuluh darah otak. Darah tetap mengalir dari jantung ke otak tetapi darah dari
otak tidak bisa mengalir keluar, akhirnya terjadilah akumulasi darah.(8,14)
Bibir, ujung jari tangan, dan kaki tampak kebiruan
oleh karena vasokontriksi pembuluh darah dan aliran darah perifer yang
berkurang.(13)
Kesimpulan : Berdasarkan data diatas maka dapat di simpulkan bahwa
Kebiruan di beberapa bagian tubuh
korban menandakan bahwa kematian terjadi oleh karena penekanan pada daerah
leher dan obstruksi pada saluran pernafasan sebagai tanda terjadinya kegagalan pernafasan.
1.4 Pada
pemeriksaan luar pada tubuh korban ditemukan lebam mayat di belakang leher,
punggung, pinggang, dan sekitar bokong,
berwarna merah keunguan, dan tidak hilang dengan penekanan.
Pembahasan : Lebam mayat merupakan
perubahan warna pada area tubuh menjadi merah-keunguan yang disebabkan oleh
akumulasi darah pada pembuluh darah kecil.
Adanya gaya gravitasi menyebabkan darah mengalir ke area yang
terendah. Sel darah merah akan menempati tempat terbawah akibat gaya tarik bumi
(gravitasi), mengisi vena dan venula, membentuk bercak warna merah ungu
(livide) pada bagian terbawah tubuh, kecuali bagian tubuh yang tertekan alas
keras. (8,12)
Lebam timbul dalam waktu 20 - 30 menit
setelah kematian. Sebelum menetap, lebam mayat akan berpindah bila tubuh mayat
dipindahkan. Menetapnya lebam mayat menurut Skhrum dan Ramsay terjadi akibat
hemokonsentrasi serta penggumpalan sel darah merah setelah perembesan plasma
dari pembuluh darah. Penekanan
pada daerah lebam mayat yang dilakukan
setelah 8-12 jam tersebut tidak akan menghilang. Tidak hilangnya lebam mayat
tersebut dikarenakan telah terjadi perembesan darah akibat rusaknya pembuluh
darah ke dalam jaringan di sekitar pembuluh darah tersebut.(8,12)
Kesimpulan : Berdasarkan data di atas maka dapat di simpulkan
waktu kematian korban adalah lebih dari 12 jam sebelum dilakukannya otopsi.
1.5 Pada korban pemeriksaan luar
pada tubuh korban ditemukan kaku mayat terdapat di seluruh tubuh yang sukar di
lawan.
Pembahasan : Kaku mayat (Rigor Mortis) terjadi akibat
kelenturan otot yang menghilang setelah kematian. Setelah kematian, terhentinya
suplai oksigen menghambat proses produksi ATP secara aerob. Sebagai jalan lain,
sel akhirnya menempuh jalur non-aerob untuk membentuk ATP. Hasil sampingannya
berupa asam laktat. Asam laktat yang terbentuk akan mengakibatkan sitoplasma
sel menjadi asam (pH intrasel menurun).
Ketika semakin turunnya produksi ATP dan keasaman yang tinggi
menyebabkan aktin dan miosin menggumpal. Karena hal inilah maka kaku mayat ini
mulai tampak dimulai dari otot-otot kecil
bergantung pada cadangan glikogen dalam masing-masing otot. Kaku mayat
mulai tampak kira-kira 1-4 jam pada otot wajah dan 4-6 jam pada otot kaki setelah
kematian. Kaku mayat mencapai puncaknya
setelah 10-12 jam post mortal dan akan menetap selama 24 jam dan setelah 24 jam
kaku mayat mulai menghilang sesuai dengan urutan terjadinya yaitu dimulai dari
otot wajah, leher, lengan, dada, perut dan tungkai karena dimulainya proses
pembusukan (autolisis). Proses ini dinamakan relaksasi sekunder.(8,9,15,16)
Kesimpulan : Berdasarkan data di atas maka dapat di simpulkan
waktu kematian korban adalah 24 jam sebelum dilakukannya otopsi
2. Pada pemeriksaan dalam di dapatkan :
2.1 Pada pemeriksaan leher bagian dalam. Ditemukan fraktur pada kornu
superior kartilago thyroid yang disertai dengan resapan darah di daerah
sekitarnya
Pembahasan
: Fraktur
pada kornu superior kartilago thyroid menandakan telah terjadi penekanan yang kuat pada daerah ini. Fraktur sering terjadi pada
kornu superior kartilago thyroid karena struktur ini relatif tipis dan lebih
sering patah walau hanya dengan sedikit penekanan saja. Apabila terjadi penekanan maka
struktur ini akan terkompresi dengan permukaan anterior dari tulang servikal dan
akhirnya mengalami fraktur.(8,9,14)
Besarnya tekanan
yang kira-kira diperlukan
untuk terjadinya fraktur
kartilago thyroid adalah 18 kg. Karena
kecilnya jumlah tekanan yang diperlukan untuk menekan arteri karotis, seseorang dapat
menggantung diri mereka sambil duduk, berlutut, atau berbaring. Beratnya kepala
(10 – 12 pon)
terhadap penjerat sudah cukup untuk mengoklusi arteri karotis dan menyebabkan
kematian. Fraktur juga
dapat terjadi pada mugging dimana leher dikontriksikan dengan menggunakan lengan bawah. Fraktur kartilago thyroid
memang cukup sering terjadi pada kasus penggantungan. Hal ini juga sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Betz dan Eisenmenger, dimana dari 109 kasus
penggantungan bunuh diri dan kecelakaan 37% di antaranya mengalami fraktur pada
kornu superior kartilago thyroid, 15% mengalami retakan (broken) pada kornu superior dan kornu hyoid, 10% mengalami fraktur
kornu superior dan kornu hyoid.(8)
Adanya resapan
darah di daerah sekitarnya menandakan luka tersebut bersifat intravital yang
menunjukkan bahwa luka tersebut terjadi saat korban masih hidup.(8)
Kesimpulan :
Berdasarkan data di atas dapat di simpulkan bahwa adanya fraktur pada
kornu superior kartilago tiroid menandakan telah terjadinya penekanan kuat pada
leher disertai dengan besarnya penekanan pada leher yang dapat berakibat pada
terhalangnya jalan napas.
2.2 Pada pemeriksaan organ dalam ditemukan adanya tanda-tanda pembusukan yang berupa sebagian usus halus
dan usus besar berwarna kehijauan.
Pembahasan
: Dekomposisi
atau pembusukan merupakan proses penghancuran jaringan pada tubuh
yang disebabkan terutama oleh bakteri anaerob yang berasal dari traktus
gastrointestinal.(16,17)
Semua sistem pertahanan tubuh setelah
meninggal akan hilang,bakteri yang secara normal dihambat oleh jaringan tubuh
akan segera masuk ke jaringan tubuh melalui pembuluh darah, dimana darah
merupakan media yang terbaik bagi bakteri untuk berkembang biak. Bakteri yang
sering menyebabkan destruktif sebagian besar berasal dari usus dan yang paling
utama adalah Cl.Welchii.
Bakteri ini berkembang biak dengan cepat sekali menuju ke jaringan ikat dinding
perut yang menyebabkan perubahan warna. Perubahan warna ini terjadi oleh karena
reaksi antara H2S (gas pembusukan yang terjadi dalam usus besar) dengan Hb
menjadi Sulf-Meth-Hb.(2,17)
Menurut Dix dan Graham, tanda
pembusukan baru dapat dilihat sekitar 24 jam setelah kematian,
berupa warna kehijauan pada kuadran
kanan bawah abdomen, dan seluruh perut berwarna kehijauan setelah 36 jam. Namun
menurut Shephered, warna kehijauan ini baru akan terlihat pada dinding abdomen
dengan mata telanjang setelah 3-4 hari post mortem. Tanda pertama pembusukan baru dapat
dilihat kira-kira 24 jam - 48 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada
dinding abdomen bagian bawah, lebih sering pada fosa iliaka kanan
dimana isinya lebih cair, mengandung lebih
banyak bakteri dan letaknya yang lebih superfisial.
Perubahan warna ini secara bertahap akan meluas keseluruh dinding abdomen
sampai ke dada dan bau busukpun mulai tercium.(2,3,16,17)
Kesimpulan : Berdasarkan data di atas dapat di simpulkan bahwa
waktu kematian korban adalah 24-36 jam sebelum dilakukan otopsi.
3. Pada pemeriksaan mikroskopis berbagai organ dalam seperti
paru-paru, hati, ginjal, dan otak besar, ditemukan tanda bendungan organ.
Pembahasan : Pada kejadian asfiksia,
seluruh organ dalam tubuh menunjukkan tanda-tanda pembendungan, Hal ini ditandai dengan adanya
ekstravasai sel darah merah di jaringan interstisial, darah
berwarna lebih gelap dan pada pengirisan mengeluarkan banyak darah.(10,14)
Kesimpulan
: Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa adanya tanda
bendungan menunjukkan terjadinya asfiksia pada korban sebelum korban mengalami
kematian.
-->
Komentar
Posting Komentar
mampir comment dulu sodara..