RESUSITASI JANTUNG PARU PADA KEHAMILAN
Tiberiu Ezri MD1,4, Shmuel Lurie
MD2, Carolyn F. Weiniger MB CHB3, Abraham Golan MD FRCOG2
dan Shmuel Evron MD 1,4
Departemen
1 anestesi dan 2 Obstetrics & Gynecology, Wolfson
Medical Center, Holon, berafiliasi dengan Sackler Fakultas Kedokteran,
Universitas Tel Aviv, Ramat Aviv, Israel 3 Departemen Anestesiologi,
University Medical Center Hadassah-Hebrew, Yerusalem, Israel 4 Hasil
Research Consortium, Cleveland, Ohio, USA
Henti jantung
pada kehamilan adalah keadaan yang jarang ditemukan, terjadi pada 1:30.000
kelahiran [1]. Untuk menghindari terjadinya kematian karena henti jantung pada
ibu hamil, maka dilakukan persalinan sesar demi menyelamatkan ibu dan bayinya [2].
"Lima menit merupakan waktu yang cukup lama untuk menyelamatkan ibu dan
bayinya, saat ini adalah waktu dimana layanan kebidanan diharapkan mampu mengidentifikasi
henti jantung pada ibu, dengan mulai melakukan resusitasi jantung-paru,dan jika
curah jantung ibu tidak segera kembali normal, maka janin harus segera
dilahirkan melalui operasi sesar." [3]. Kutipan ini merupakan saripati yang
diambil dari kompleksitas dalam memberikan perawatan medis yang berkualitas
tinggi dengan cepat dan efisien kepada pasien hamil yang menderita henti
jantung.
Setelah
melakukan analisis dengan menggunakan kuesioner pada beberapa orang yang tidak
disebutkan namanya, yaitu survei di antara dokter kandungan, anestesi dan
bidan, Einav et al [4] menyimpulkan bahwa dokter spesialis yang kesehariannya
menangani ibu hamil di rumah sakit memiliki pengetahuan yang terbatas tentang bagaimana
menangani henti jantung pada ibu hamil. Oleh karena itu, Review ini dimaksudkan
untuk memperbarui pengetahuan pembaca sehubungan dengan resusitasi jantung paru
pada pasien hamil. kita memulai dengan presentasi singkat kasus nyata yang
diikuti dengan tinjauan patofisiologi dan etiologi dari serangan jantung pada
kehamilan, dengan penekanan khusus pada penyebab anestesi jantung-paru dan
manajemen strategi. Sebuah deskripsi singkat tentang resusitasi jantung paru
dalam kehamilan juga disertakan, dan pentingnya persalinan darurat yang
dilakukan melalui histerotomi atau sesar.
Seorang
wanita berusia 35 tahun dengan kehamilan 38 minggu, tampak sehat, dirujuk oleh
dokter keluarganya karena kurangnya nafsu makan selama seminggu terakhir dan
suasana hati yang berubah. Anak laki-lakinya berusia 15 tahun mengatakan bahwa
ibunya tiba-tiba menjadi depresi dan hanya berada di rumah selama seminggu
terakhir. Kesulitan berkomunikasi dikaitkan dengan status imigran barunya di
Israel. Ibunya terlihat sangat lelah dengan suasana hati yang kurang baik. Pada
tahap ini tidak ada diagnosis yang spesifik. Setelah masuk ke rumah sakit,
tanda-tanda vital stabil: tekanan darah 120/70 mmHg, tekanan nadi 70 kali/
menit dan saturasi oksigen 98%. Denyut jantung janin juga normal. Dia tidak pernah
mengeluh sakit dalam setiap persalinannya. Anestesiologi diminta untuk
berkonsultasi dengannya mengenai analgesia epidural untuk persalinannya, saat
itu pasien terlihat bingung dan tidak kooperatif, dan sekitar 10 menit setelah penggalian
riwayat pasien dan pemeriksaan fisis, pasien tiba-tiba mengalami asistole.
Keadaan ini disertai dengan bradikardia janin yang parah. Resusitasi jantung
paru dilakukan dalam posisi miring kiri, dilakukan segera oleh residen anestesi
dan dokter kandungan. Ruang Operasi telah dipersiapkan untuk persalinan sesar
darurat. Posisi miring kiri dicapai dengan selimut digulung dan ditempatkan di
bawah pinggul kanan pasien dan pada daerah lumbal.
Dokter
kandungan senior, anestesi dan neonatologis tiba di lokasi dalam waktu 2 menit.
Trakea pasien diintubasi saat menerima pijat jantung pada tekanan nadi 100
kali/menit, napas 10 kali/menit, dan diberikan dua bolus intravena dari tiap 1 mg atropin dan epinefrin. Sirkulasi
spontan dan tekanan darah normal setelah 2 menit dilakukan resusitasi jantung
paru, tetapi pasien tetap tidak sadar dengan kedua pupil melebar dan tidak bereaksi
terhadap cahaya. Sekitar 5 menit setelah didiagnosis henti jantung, dilakukan
persalinan sesar darurat. Pasien tetap tidak berrespon (tidak ada gerakan,
tidak ada perubahan dengan denyut jantung dan tekanan darah) terhadap respon
pembedahan. Pasien tidak menerima anestesi dan hanya diberikan fentanil 100 ug
IV untuk analgesia, tanpa muscle relaxant.
Bayi dilahirkan dengan skor apgar 4/6 dan pH 7 dan kondisinya berangsur-angsur
membaik. Setelah persalinan sesar, ibu tetap tidak berrespon, dengan Glasgow Coma Scale 3. CT scan otaknya menggambarkan edema otak difus yang berat. Pasien diobati
dengan hiperventilasi ringan, manitol, dan istirahat dalam posisi setengah telentang
dengan pemberian oksigen untuk tetap menjaga saturasi oksigennya di atas 98%. Beberapa
otak yang mengalami edema dan tumor otak yang berherniasi dibagian frontal telah
ditemukan. Tumor tersebut bersifat inoperable dan pasien meninggal 5 hari
kemudian.
Kasus ini
menekankan bahwa keterampilan resusitasi jantung paru mungkin diperlukan pada
persalinan yang terjadi secara tiba-tiba dengan kasus henti jantung yang
melibatkan penanganan cepat dan benar, yaitu
mencakup kelahiran sesar dan pengobatan penyebab mendasari terjadinya henti
jantung [3,4].
Komentar
Posting Komentar
mampir comment dulu sodara..